oleh

Komunikolog : Larang Nikah Beda Agama oleh MA, Pelanggaran HAM

image_pdfimage_print

Kabar6-Mahkamah Agung (MA) menjadi sorotan publik setelah resmi mengeluarkan Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 2 Tahun 2023 yang melarang hakim mengabulkan permohonan pencatatan pernikahan bagi pasangan beda agama.

Keputusan ini mendapat kritikan tajam dari Komunikolog Politik dan Hukum Nasional, Tamil Selvan, yang menyatakan bahwa SEMA tersebut merupakan bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

“Surat Edaran MA tersebut bertolak belakang dengan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan dan hal ini sebagai kemunduran lembaga penegak hukum dalam memaknai asas sosiologis masyarakat,” kata Tamil Selvan, Rabu (19/7/2023).

Menurut Tamil Selvan, Surat Edaran MA tersebut tidak sejalan dengan semangat Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, yang memberikan ruang bagi perkawinan beda agama selama agama atau kepercayaan masing-masing pasangan tidak melarang. Poin utama yang dikutip oleh Mahkamah Agung dalam SEMA ini, yaitu Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 8 Huruf F, justru menegaskan bahwa perkawinan sah adalah yang dilakukan sesuai dengan hukum agama dan kepercayaan masing-masing.

“Di dalam UU tersebut, tidak tercantum persyaratan untuk memeluk agama yang sama. Hingga saat ini, banyak agama yang melakukan pemberkatan pernikahan pasangan beda agama, dan hal ini tidak menimbulkan masalah. Jika memang ada satu agama yang melarang, maka hukum tidak boleh menggeneralisir keputusan berdasarkan hal itu,” ungkap Kang Tamil, begitu ia akrab disapa.

Sebagai seorang dosen dari Universitas Dian Nusantara, Kang Tamil menegaskan bahwa selama ini putusan pengadilan terhadap perkawinan beda agama bersifat administratif. Namun, dengan dikeluarkannya SEMA yang melarang pernikahan beda agama, hal tersebut dianggapnya sebagai pelanggaran HAM oleh negara.

**Baca Juga: Dirawat di RS Polri, Begini Kondisi Wanita Hamil Muda Korban KDRT di Tangsel

“Ironisnya,  suatu agama memberikan izin untuk pemberkatan, namun negara yang melarang. Ini menunjukkan bahwa keputusan awalnya adalah administratif, namun dengan adanya SEMA ini, jelas melanggar HAM,” tegasnya.

Selain itu, Kang Tamil juga mengungkapkan kekhawatiran atas dampak dari penerapan SEMA ini. Saat ini, pembuatan akta kelahiran tidak membutuhkan akta pernikahan orang tua sebagai syarat mutlak, sehingga kehadiran SEMA ini bisa meningkatkan fenomena ‘kumpul kebo’ atau perkawinan tanpa pencatatan resmi. Ia menganggap langkah ini sebagai kemunduran besar bagi masyarakat.

Kang Tamil menyatakan niatnya untuk melakukan uji materi terhadap Surat Edaran Mahkamah Agung tersebut. Meskipun hingga saat ini MA belum pernah menguji materi atas SEMA yang dikeluarkannya sendiri, ia berharap MA bisa mempertimbangkan kembali keputusannya dengan melihat asas sosiologis masyarakat.

“Kita akan berupaya kesana (uji materi). Namun saya berharap MA bisa lebih bijak untuk melihat asas sosiologis masyarakat sehingga dapat mencabut SEMA ini. Karena ini jelas lebih banyak tidak bermanfaat nya ketimbang manfaat secara sosiologis,” pungkasnya .(Oke/Red)

Print Friendly, PDF & Email