oleh

Aksi Tandingan, APTISI Prihatin Sebut Guru Besar Kampus Tidak Jujur

image_pdfimage_print

Kabar6-Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) menyuarakan pemilu damai. Aksi tandingan ini dilakukan setelah maraknya gejolak kampus yang mengecam rezim Presiden Joko Widodo jelang pemungutan suara Pemilu serentak 2024.

“Aksi prihatin, bahwa proses kita ingin menjadi pemilu yang baik,” klaim Ketua Umum APTISI, Budi Djatmiko di Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan, Sabtu (10/2/2024).

APTISI disebutkan beranggotakan 4.356 kampus swasta. Pertemuan itu menghasilkan delapan butir pernyataan. Di antaranya, mengajak seluruh komponen serta pemangku kepentingan di Tanah Air untuk menjaga stabilitas dengan tidak saling menyalahkan yang cenderung tendensius.

Para civitas akademi, lanjut Budi, berupaya mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara. Memberikan pencerahan yang konstruktif tanpa ada tendensi politik untuk kepentingan golongan tertentu.

“Agar semua calon presiden dan wakil presiden serta para pendukungnya membuat etika-etika yang betul-betul mengikuti martabat bangsa. Sehingga aksi prihatin tidak saling terulang lagi ribut,” katanya.

Budi mensinyalir ada segelintir civitas akademi yang terlibat politik praktis. Guru besar di perguruan tinggi yang enggan disebutkan itu dianggapnya menjadi pendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden tertentu.

“Karena siapa pun hak akademisi, masyarakat berhak untuk berbicara. Tapi yuk berbicara secara jujur. Bukan ditunggangi. Kita ingin bicara jujur dan tidak ditunggangi,” ujarnya.

Satu orang di antara elite yang hadir ada Marzuki Ali, ketua dewan pembina APTISI. Marzuki Ali merupakan mantan Ketua DPR RI periode 2009-2014. Ia saat itu merangkap jabatan sebagai Sekjen Partai Demokrat.

**Baca Juga: Alasan Transporter YAT Beras CBP Berhari-hari Menumpuk di Kantor Desa-Belum Disalurkan di Lebak

“Kita menghormati semua calon presiden dan wakil presiden. Yuk kita saling jujur tidak saling menyalahkan. Kenapa tidak kemarin-kemarin. Kenapa ujung-ujungnya saling menyalahkan kan kita enggak enak,” tambah Budi.

Diketahui, dua pekan terakhir ini civitas akademi berbagai kampus di Indonesia gelar aksi moral. Para guru besar, dosen, alumni dan mahasiswa menilai rezim penguasa sekarang telah menciderai demokrasi.

Seruan moral ini mengacu dari keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi yang menjatuhi sanksi etik dan mengganti Anwar Usman, usai memuluskan langkah keponakannya calon presiden nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka.

Kegelisahan dunia pendidikan tinggi terhadap demokrasi yang semakin terkoyak semakin menjadi usai Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu memberikan sanksi keras kepada seluruh komisioner KPU RI atas persoalan kandidat capres yang sama.(yud)

Print Friendly, PDF & Email