oleh

Ketimbang Nikah Muda, Wanita di Singapura Lebih Pilih Bekukan Sel Telur Mereka

image_pdfimage_print

Kabar6-Pemerintah Singapura mengizinkan wanita dengan kondisi tertentu untuk melakukan prosedur pembekuan telur atau egg freezing, misalnya mereka yang mengidap autoimun atau memiliki sedikit sel telur.

Mengikuti masukan ahli, pemerintah tahun lalu mencabut pembatasan tersebut untuk wanita berusia 21-35 tahun. Kini, pemerintah juga menaikkan batas usia atas menjadi 37 tahun.

Kebijakan ini, mendorong sebagian wanita yang memenuhi syarat untuk menjalani prosedur tersebut, sebagian lainnya merasa kebijakan tersebut masih belum sepenuhnya inklusif, karena prosedur egg freezing hanya berlaku bagi wanita yang sudah menikah. Langkah ini dilakukan tak lama setelah negara tersebut mencatat tingkat kesuburan total terendah, yaitu 1,05 pada tahun lalu.

Sementara itu, sejumlah negara di Asia percaya bahwa tingkat 2,1 kelahiran per wanita adalah tingkat penggantian yang optimal. Melansir channelnewsasia, lebih banyak wanita di Singapura memilih untuk menikah nanti, dengan usia rata-rata pada pernikahan pertama untuk wanita menjadi 29,1 tahun pada tahun 2021. Angka ini meningkat dibandingkan pada 2008 yaitu naik dari 27,3. Mereka menganggap egg freezing sebagai ‘asuransi’ atau rencana cadangan.

Hanya pasangan menikah yang akan diizinkan untuk menggunakan telur beku, itu tidak menghalangi beberapa orang untuk membuat rencana. Menteri Negara untuk Pengembangan Sosial dan Keluarga Sun Xueling memberikan tanggapan terkait pertimbangan negara untuk mengizinkan wanita lajang untuk menggunakan telur beku mereka di masa depan, .

“Pembekuan telur pilihan yang dapat dibuat sendiri oleh seorang wanita. Itu adalah organnya, dia dapat memilih untuk menyumbang atau membuang organ miliknya,” terang Xueling. “Tetapi ketika datang untuk mengandung anak, telur beku hanya dapat digunakan untuk menjadi orangtua dalam pernikahan sehingga persetujuan dari suami akan diperlukan.”

Langkah pemerintah untuk menaikkan batas usia pembekuan telur ditujukan untuk mendukung aspirasi kaum hawa dan memungkinkan lebih banyak pasangan untuk memulai keluarga di kemudian hari. Banyak yang mendesak para pejabat untuk mempertimbangkan kembali posisi mereka.

Salah satunya kelompok advokasi hak-hak perempuan dan kesetaraan gender Aware. Dalam unggahan Facebook-nya, mereka mendesak agar pemerintah mempertimbangkan kembali aturan tersebut

“Tidak hanya wanita lajang dan pasangan yang juga ingin menjadi orangtua, tetapi untuk alasan apa pun tidak menikah atau tidak dapat menikah”, tulis akun tersebut.

Para ahli menyebut prosedur ini tidak ‘menjamin’ seseorang untuk memiliki anak meskipun sudah membayar mahal. Adapun harga yang harus dibayar, mulai dari sekira Rp88 juta hingga Rp121 juta.(ilj/bbs)

Print Friendly, PDF & Email