1

Selama Pandemi COVID-19, Kasus Bunuh Diri Anak di Jepang Capai Rekor Tertinggi

Kabar6-Menurut laporan media lokal yang mengutip data pemerintah Jepang, selama pandemi COVID-19 ini kasus bunuh diri anak di Negeri Sakura ini mencapai rekor tertinggi dalam lebih dari empat dekade.

Survei Kementerian Pendidikan Jepang, melansir middleeast, mengungkapkan bahwa ada sebanyak 415 anak dari usia sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA) yang bunuh diri selama pandami. Sejumlah kasus bunuh diri anak usia sekolah itu mendorong penutupan sekolah-sekolah dan mengganggu kegiatan belajar di ruang kelas pada 2020. Jumlah kasus bunuh diri anak tersebut naik hampir 100 kasus dibandingkan pada 2019, menjadi angka tertinggi sejak pencatatan dimulai pada 1974.

Aksi bunuh diri sendiri memiliki sejarah panjang di Jepang. Oleh sebagian masyarakat di sana, perbuatan tersebut dianggap sebagai suatu cara untuk menghindari rasa malu atau aib. Jepang juga sudah lama menjadi negara dengan tingkat bunuh diri tertinggi di antara negara-negara Kelompok Tujuh (G7).

Sebuah upaya nasional oleh pemerintah dan masyarakat Jepang berhasil menurunkan angka bunuh diri di sana sekira 40 persen selama 15 tahun. Itu juga termasuk penurunan kasus selama 10 tahun berturut-turut yang dimulai dari 2009.

Namun di tengah pandemi COVID-19, kasus bunuh diri meningkat pada 2020 setelah satu dekade menurun, dengan jumlah pelaku dari kalangan perempuan melonjak di tengah tekanan emosional dan finansial. ** Baca juga: Penampakan di Langit, Dua Pesawat UFO Kunjungi Kanada

Berdasar laporan media lokal, Kementerian Pendidikan Jepang menyebutkan bahwa rekor tertinggi lebih dari 196.127 anak sekolah tidak masuk selama 30 hari atau lebih. Hasil survei menunjukkan, perubahan di lingkungan sekolah dan rumah akibat pandemi COVID-19 berdampak besar pada perilaku anak-anak.(ilj/bbs)




Salip Buenos Aires di Argentina, Melbourne Jadi Kota yang Lockdown Terlama di Dunia

Kabar6-Warga yang tinggal di Kota Melbourne, Australia, sudah menjalani masa lockdown sebanyak 245 hari, hingga Minggu (3/10/2021) lalu. Rentang waktu ini disebut sebagai lockdown terlama yang pernah diterapkan di kota mana pun di dunia.

Artinya, Melbourne menyalip Buenos Aires, Ibu Kota Argentina sebagai kota yang paling lama mengalami lockdown. Sebelumnya, Buenos Aires memegang rekor terlama menjalani lockdown, yaitu 234 hari dari 20 Maret-11 November 2020, dan kemudian 10 hari lockdown singkat antara 21 Mei-31 Mei 2021.

Tampaknya rekor lockdown di Melbourne ini, melansir Skynews, masih akan terus berlanjut karena pembukaan kembali baru hanya akan mulai dilakukan jika target vaksinasi dua dosis mencapai tingkat 70 persen dengan perkiraan sekira 26 Oktober mendatang. Menteri Utama Victoria Premier Daniel Andrews, mengatakan bahwa tidak tertutup kemungkinan untuk memperpanjang lockdown bila memang diperlukan.

Namun partai oposisi di Melbourne mengkritik kebijakan Pemerintah Victoria mengenai begitu lama dan ketatnya lockdown yang diberlakukan di Melbourne dan di kawasan regional Vicrtoria. ** Baca juga: Usai Menggigit, Seorang Wanita Asal Kenya Makan Jari Milik Temannya yang Diyakini Tengah Kerasukan Jin

“Lockdown bukanlah pertanda keberhasilan kebijakan. Itu adalah pertanda gagalnya kebijakan,” kata Matthew Guy, pemimpin oposisi dari Partai Liberal. “Ini merupakan bencana bagi kota kita, bagi negara bagian ini, bahwa Melbourne sudah begitu lama mengalami lockdown.”

Sementara itu ketika ditanya mengenai rekor Melbourne sebagai kota paling lama di dunia yang mengalami lockdown, Premier Andrews hanya memberikan komentar mengenai sikap sabar yang diperlihatkan warga.

“Saya hanya ingin mengatakan betapa bangganya saya dengan seluruh warga Victoria untuk berkorban, yang bekerja keras guna menyelamatkan nyawa dengan apa yang dilakukan,” katanya.(ilj/bbs)




Ratusan Kera di Thailand Akhirnya Dikebiri Massal Usai Teror Warga

Kabar6-Pandemi COVID-19 membuat banyak kera di Thailand kelaparan, hingga membuat mereka agresif, dan merebut makanan dari penduduk yang ketakutan. Karena itulah, sejumlah kota di Thailand mulai mengebiri ratusan kera.

Provinsi Lopburi sendiri, melansir nypost, diketahui memiliki sebanyak 2.000 kera yang telah lama menjadi daya tarik bagi wisatawan dari seluruh dunia, biasanya memberi mereka makan dan berpose bersama untuk berswafoto. Sayangnya, karena wabah virus Corona, Thailand menutup perbatasannya sejak 4 April lalu untuk mengendalikan infeksi. Itu berarti, tidak ada lagi wisatawan yang datang dan memberi kera-kera itu makanan.

Hewan-hewan itu juga tidak bisa beradaptasi dengan keadaan baru tersebut, sehingga menyebabkan kekacauan dan ketakutan di antara warga. Akibatnya, otoritas Lopburi mulai menangkapi, membius dan mengebiri sekira 500 kera dengan harapan memperlambat pertumbuhan populasi mereka.

“Mereka sudah terbiasa meminta turis memberi makan mereka dan kota tidak menyediakan ruang bagi mereka untuk berjuang sendiri,” kata Supakarn Kaewchot, seorang dokter hewan pemerintah.

Ditambahkan, “Dengan hilangnya turis, mereka menjadi lebih agresif, memerangi manusia demi makanan untuk bertahan hidup. Mereka menyerang bangunan dan memaksa penduduk setempat meninggalkan rumah mereka.”

Kera-kera yang tinggal di daerah kuil dilaporkan pergi ke kota untuk mencari makanan, yang kemudian menyebabkan perkelahian dengan kawanan kera di kota. ** Baca juga: Tertangkap Kamera, Seekor Ikan Terlihat Sedang ‘Merokok’ di Dasar Laut Florida

Untuk mengendalikan populasi mereka yang tumbuh cepat, otoritas menempatkan kandang besar di sekitar kota yang berisi buah-buahan. Dari kandang, kera dipindahkan ke meja operasi, di mana mereka dibius, dicukur dan ditato dengan nomor referensi unik di bawah lengan mereka.

Kera-kera itu berbaring telentang di bawah kain hijau saat dokter hewan melakukan vasektomi atau operasi ligasi tuba guna mensterilkan mereka. Pemerintah menargetkan untuk mensterilkan 500 kera selama dua bulan ke depan.

Kera yang dibius mendapatkan waktu satu malam untuk pulih sebelum dibawa kembali ke kawanannya masing-masing. Lopburi adalah rumah bagi ribuan monyet liar yang berkeliaran di jalanan dan bangunan. Banyak yang tinggal di tanah kuil Budha kuno kota.(ilj/bbs)




COVID-19 Bukan yang Pertama Kali, Ini 5 Pandemi Paling Mematikan di Dunia

Kabar6-Pandemi adalah wabah penyakit yang terjadi serempak di mana-mana, meliputi daerah geografis yang luas (seluruh negara/benua). Dengan kata lain, penyakit ini sudah menjadi masalah bersama bagi seluruh warga dunia.

Dan saat ini dunia tengah berjuang melawan pandemi virus COVID-19 yang sudah banyak menelan korban jiwa. Namun tahukah Anda, pandemi ini bukanlah yang pertama kali melanda dunia. Sepanjang sejarah, melansir Okezone, terdapat juga pandemi lainnya yang menyebabkan ratusan hingga jutaan orang meninggal dunia. Apa saja pandemi paling mematikan di dunia?

1. SARS (2002)
Sindrom Pernapasan Akut Parah (SARS) pertama kali dilaporkan di Guangdong, Tiongkok, pada Februari 2003. Namun para ahli mempercayai, virus itu muncul pada awal November 2002. Setelah beberapa bulan, virus tersebut menyebar ke seluruh negara di Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropa, dan Asia.

Akibatnya, sebanyak 8.098 orang di seluruh dunia terrinfeksi dan menewaskan 774 orang. Penyakit ini menyebabkan demam tinggi, nyeri tubuh, dan batuk kering yang kemudian menyebabkan pneumonia dalam beberapa kasus.

2. AIDS (1981)
Kasus pertama dilaporkan pada 1981. Sejak itu, HIV telah menyebar secara global. Virus ini telah menginfeksi lebih dari 65 juta orang. Masih belum ada obat yang diketahui untuk penyakit ini. Namun sudah ada pengobatan yang menjaga agar virus tetap terkendali sehingga memungkinkan orang untuk hidup lebih lama.

3. Flu Hong Kong (1968)
Pertama kali muncul di Hongkong pada 1968. Penyakit ini disebabkan oleh virus H3N2 yang merupakan turunan dari virus H2N2 . Meskipun relatif tidak mematikan, virus ini sangat menular. Flu Hong Kong menyebar dengan cepat ke Amerika Serikat, Inggris, dan negara-negara Eropa. Virus ini mengakibatkan satu juta orang meninggal dunia.

4. Flu Spanyol (1918)
Flu Spanyol dianggap yang paling mematikan dalam sejarah. Penyakit ini menginfeksi 1/3 populasi dunia dan membunuh 20-50 juta orang di seluruh dunia. Penyakit ini datang dalam tiga gelombang. ** Baca juga: Gara-gara Potong Rambut, Pasutri Asal AS Kehilangan Nyawa

Gelombang pertama seperti flu biasa. Gelombang kedua dapat menyebabkan kematian dalam beberapa jam atau beberapa hari setelah timbulnya gejala. Gelombang ketiga dinilai sebagai kasus yang juga mematikan dan menambah lebih banyak korban meninggal dunia.

5. Flu Rusia (1889)
Flu ini muncul pertama kali di St Petersburg. Kemudian, menyebar ke seluruh Eropa bahkan pernah menginfeksi para pemimpin dunia terkemuka. Jenis ini dianggap sebagai subtipe virus H2N2, meskipun penemuan baru menunjukkan bahwa penyebabnya menjadi subtipe virus H3N8. Diperkirakan satu juta orang meninggal dunia karena flu Rusia.

Semoga pandemi yang merenggut banyak nyawa penduduk dunia segera berakhir dan tak terulang lagi.(ilj/bbs)




Gara-gara Potong Rambut, Pasutri Asal AS Kehilangan Nyawa

Kabar6-Kisah mengenaskan dialami pasangan suami istri (pasutri) asal Chicago, Amerika Serikat (AS), bernama Mike dan Carol Bruno. Selama pandemi COVID-19, mereka benar-benar menjaga kesehatan, termasuk tidak mengadakan pertemuan keluarga tradisional besar yang biasanya rutin dilakukan.

Mike dan Carol yang telah menikah selama 59 tahun itu hanya berkomunikasi lewat telepon atau video call dengan keluarga, meskipun tempat tinggal mereka jaraknya tidak jauh. Namun semua itu seperti sia-sia karena keduanya meninggal dunia akibat COVID-19. Bagaimana bisa?

Berawal ketika Carol datang ke apartemen sang anak, Joseph, bersama anak perempuannya, dan saudara perempuan Joseph, untuk memotong rambut. Sebelum kunjungan, melansir Foxnews, saudara perempuannya yang bekerja di salon telah mengikuti tes COVID-19 yang hasilnya negatif. Dia juga telah dikarantina selama tiga hingga empat hari. Sepanjang kunjungan yang berlangsung sekira 40 menit, Joseph mengenakan masker dan menghindari pelukan. Mereka juga memastikan Carol duduk di samping jendela yang terbuka sebagai tindakan pencegahan ekstra.

Sehari setelah kunjungan, saudara perempuan Joseph mulai menunjukkan gejala COVID-19. Tak berapa lama, Joseph dan ibunya pun mulai merasa tidak enak badan. Carol segera dilarikan ke rumah sakit. Karena kondisinya membaik, Carol lantas pulang ke rumah. Namun dua hari kemudian, Carol kembali ke rumah sakit dan harus dipasang ventilator.

Sama halnya, Mike juga jatuh sakit, mulai mengalami gejala dan dirawat di rumah sakit sekira dua minggu. Sehari setelah Mike dipasang ventilator, Carol meninggal dunia. Sembilan hari kemudian, Mike pun menyusul.

“Saya pikir hal yang memberi kami kedamaian adalah mengetahui bahwa ayah saya tidak tahu ibu saya meninggal,” kata Joseph. ** Baca juga: Salon di India Harus Bayar Denda Sekira Rp3,8 Miliar Karena Salah Potong Model Rambut

Ya, kita tidak pernah tahu dari mana virus Corona itu didapat.(ilj/bbs)




Krisis Pandemi COVID-19 Bikin Ratusan Taksi di Thailand Berubah Jadi Kebun Sayur

Kabar6-Imbas krisis pandemi virus Corona menyebabkan salah satu perusahaan taksi di Thailand, mengubah mobil mereka menjadi kebun sayur karena permintaan taksi yang anjlok dan ribuan pengemudi meninggalkan Kota Bangkok.

Koperasi Taksi Ratchapruek, melansir Newsbeezer, telah menarik ratusan mobil dari jalan pada tahun lalu di tengah perlambatan ekonomi yang diperparah oleh lockdown berbulan-bulan untuk mencegah penyebaran COVID-19, yang telah membuat banyak pengemudi tidak memiliki pendapatan yang cukup untuk membayar sewa kendaraan mereka.

Akhirnya, koperasi menanam sayuran di atap dan kap 300 taksi bekas, menyediakan makanan bagi pengemudi dan anggotanya, sambil mengirim pesan kepada pemerintah untuk berbuat lebih banyak untuk membantu mengatasi kesulitan. ** Baca juga: Tanpa Alasan, Seekor Monyet di Malaysia Sandera Anak Anjing Selama Tiga Hari

“Kami berdiskusi satu sama lain dan memutuskan untuk menanam sayuran untuk dimakan karena tidak ada gunanya taksi ini,” kata Thapakorn Asawalertkul, konsultan bisnis untuk perusahaan taksi. “Mereka hanya rongsok logam karena telah parkir selama lebih dari setahun sekarang.”

Di atas ratusan taksi merah muda dan oranye yang diparkir di pool taksi terdapat cabai, terong, mentimun dan daun kemangi yang tumbuh dari tanah pada plastik hitam yang ditopang dengan bambu atau tiang kayu.

Kamolporn Boonnitiyong, seorang administrator perusahaan, mengatakan meskipun kebun membuat orang tetap sibuk, itu hanya perbaikan sementara. “Sampai batas tertentu, itu membantu mengurangi stres kami, tetapi itu bukan jawaban yang sebenarnya,” terang Boonnitiyong. “Pemerintah juga harus turun tangan untuk membantu kami juga.”

Benar-benar kreatif.(ilj/bbs)




Bukan Wuhan, Ilmuwan Tiongkok Sebut COVID-19 Pertama Kali Muncul di AS

Kabar6-Tim ilmuwan Tiongkok berpendapat bahwa kasus pertama COVID-19 muncul pertama kali di Amerika Serikat (AS). Hal itu diketahui dengan menggunakan model matematika.

Menurut tim ilmuwan, melansir rt, penyakit yang disebabkan oleh virus Corona itu muncul antara April dan November 2019 di timur laut AS, jauh sebelum wabah di Wuhan. “Hasil perhitungan menunjukkan bahwa epidemi COVID-19 di Amerika Serikat memiliki probabilitas tinggi untuk mulai menyebar sekitar September 2019,” demikian keterangan dalam makalah setebal 14 halaman, sebuah repositori yang dioperasikan oleh National Science Library Akademi Ilmu Pengetahuan Tiongkok.

Makalah ini ditulis oleh Zhouwang Yang, Yunhe Hu, dan Zhiwei Ding dari University of Science and Technology of China, dan penulis koresponden Tiande Guo dari Akademi Ilmu Pengetahuan China.

Tim ilmuwan berangkat untuk menyimpulkan waktu asal pandemi berdasarkan metode berbasis data dan model hybrid. Dalam makalah disebutkan, “Mereka memodelkan tingkat tes positif agar sesuai dengan tren aktual dan menggunakan estimasi kuadrat terkecil untuk mendapatkan parameter model yang optimal, sebelum menerapkan estimasi kepadatan kernel untuk menyimpulkan waktu asal pandemi dengan probabilitas keyakinan spesifik.”

Keempat peneliti juga mengklaim, serangkaian penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa Amerika Serikat, Spanyol, Prancis, Italia, Brasil, dan negara-negara lain telah diserang oleh virus corona sebelum wabahnya di Tiongkok.

Secara resmi, kasus pertama COVID-19 terdaftar di AS pada 20 Januari 2020 atau sekira sebulan setelah wabah di kota Wuhan. Para peneliti Tiongkok berpendapat, ada kemungkinan 50 persen dari kasus pertama di 11 negara bagian AS dan Distrik Columbia sebelum itu atau pada awal April 2019 di Rhode Island dan hingga akhir November tahun itu di Delaware.

Sampel mereka sebagian besar terdiri dari negara bagian timur laut AS yaitu Massachusetts, Vermont, New Hampshire, Connecticut, Rhode Island, New York, New Jersey, Delaware, Pennsylvania, Maryland dan Virginia, dengan Michigan dan Louisiana dilemparkan ke dalam sebagai campuran.

Sebagian besar makalah berfokus pada Maryland, lokasi Fort Detrick, pangkalan Angkatan Darat AS yang digunakan untuk meneliti senjata biologis selama Perang Dingin, dan sekarang menjadi tempat program pertahanan biologis AS. ** Baca juga: Pria di AS Tewas dengan Cara Sama Seperti Orang yang Mendonorkan Jantung Kepadanya

Meskipun makalah tersebut tidak secara khusus menyebutkan Fort Detrick, beberapa pejabat Tiongkok telah berulang kali menyatakan bahwa virus itu mungkin berasal dari sana, untuk melawan spekulasi AS bahwa virus itu berasal dari penelitian gain-of-function pada virus kelelawar, yang dilakukan di Institut Virologi Wuhan (WIV).

Apa yang disebut hipotesis ‘kebocoran lab’ berfokus pada pendanaan Institut Kesehatan Nasional AS yang diberikan kepada organisasi nirlaba bernama EcoHealth Alliance, bermitra dengan WIV untuk melakukan penelitian virus Corona kelelawar.(ilj/bbs)




Pasangan Pengantin India Gelar Pernikahan di Udara Demi Hindari Pembatasan COVID-19

Kabar6-Ada saja cara unik yang dilakukan sejumlah orang selama pandemi ini. Seperti halnya yang terjadi di India. Sepasang pengantin menyewa pesawat dan mengadakan pernikahan di udara, untuk menghindari pembatasan saat pandemi Corona.

Pernikahan udara tersebut dihadiri lebih dari 160 tamu. Dalam rekaman video yang diposting ke media sosial, melansir Dailymail, tampak pasangan pengantin yang tak diungkap identitasnya itu serta tamu mereka berkemas ke dalam jet sewaan. Diketahui, Negara Bagian Tamil Nadu, tempat asal penerbangan itu, baru-baru ini memberlakukan pembatasan lebih ketat, dengan membatasi pernikahan hingga 50 tamu. Menurut laporan, otoritas penerbangan India telah meluncurkan penyelidikan.

Seorang pejabat dari Direktorat Jenderal Penerbangan Sipil (DGCA) mengatakan, staf SpiceJet di dalam penerbangan tersebut telah diberhentikan dari tugas. Juru Bicara SpiceJet mengungkapkan, Boeing 737 dipesan dari Madurai ke Bangalore oleh agen perjalanan untuk perjalanan setelah pernikahan.

Juru bicara mengatakan, klien ‘diberi pengarahan dengan jelas tentang pedoman COVID yang harus diikuti dan ditolak izin untuk aktivitas apa pun yang akan dilakukan di pesawat’. ** Baca juga: Untuk Dorong Vaksinasi COVID-19, Australia Didesak Berikan Uang Tunai dan Tiket Lotre

Menurut angka resmi, India diketahui menderita gelombang kedua virus Corona yang telah menewaskan sedikitnya 300 ribu. Para ahli memperkirakan bahwa jumlah kematian sebenarnya jauh lebih tinggi.

Rumah sakit dan krematorium di negara itu telah kewalahan dalam beberapa minggu terakhir, menyebabkan kekurangan oksigen yang parah dan tubuh dibakar sepanjang waktu.

Banyak keluarga yang tidak mampu membayar biaya kremasi telah secara ilegal menguburkan keluarga mereka di tepi sungai Gangga, atau memasukkan tubuh mereka ke air sungai, menimbulkan kekhawatiran bahwa jumlah korban tewas secara signifikan kurang dihitung.(ilj/bbs)




Waldeinsamkeit, Tradisi Kuno di Jerman ‘Menyendiri dalam Hutan’

Kabar6-Waldeinsamkeit diterjemahkan sebagai ‘menyendiri dalam hutan’, merupakan kebangkitan pascapandemi di Jerman. Semua orang melakukan waldeinsamkeit di Jerman.

Mereka melakukannya di antara pepohonan hutan Black Forest, di Pegunungan Harz, di taman nasional Bavaria di bawah sinar bulan. Dan di hutan tengah kota Berlin dan Munich. Sesekali ditemukan ada yang telanjang bulat di sana.

Pandemi COVID-19 dan lockdown nasional serta lokal yang sedang berlangsung (di mana Jerman dan beberapa daerah-daerahnya melakukan lockdown), membuat semangat waldeinsamkeit sebagai filosofi semakin hidup. Orang Jerman yang mencari ketenangan, udara segar dan kesendirian seperti pertapa dengan jumlah yang lebih besar dari sebelumnya.

Penelitian yang diterbitkan musim panas tahun lalu oleh European Forest Institute di Bonn, melansir BBC Indonesia, menemukan bahwa area di dalam hutan yang dipantau di Rhine-Westphalia Utara selama lockdown pertama dan kedua mengalami ledakan pengunjung yang belum pernah terjadi sebelumnya, karena orang yang melakukan rekreasi hutan dua kali lebih banyak daripada masa sebelum pandemi.

Para penulis menyimpulkan, ledakan yang disebabkan oleh virus Corona mengungkapkan bahwa warga Jerman sekali lagi kembali ke hutan untuk menyendiri dan hutan-hutan di sana menjadi infrastruktur penting bagi kesehatan publik nasional dan masyarakat pada umumnya.

“Dalam penelitian kami baru-baru ini, para pengunjung mengatakan, mereka menemukan ketenangan, dan sejauh ini hal tersebut merupakan motivasi paling kuat untuk pergi ke hutan,” kata Jeanne-Lazya Roux, peneliti Institut Hutan Eropa.

Dilanjutkan, “Studi baru lainnya yang sedang kami kerjakan menunjukkan bahwa ada kebangkitan kembali dalam memperlakukan hutan sebagai atribut spiritual mereka, atau mengembalikan nuansa spiritualnya hutan ini, sebagaimana kami menyebutnya.”

Untuk orang awam, tidak ada pengenalan yang lebih baik dalam mengenali ideologi waldeinsamkeit selain berkunjung ke Black Forest.

Dengan luas sebesar 6.000 km persegi, hutan yang mencakup semua area di Baden-Württemberg hampir setengah ukuran Irlandia Utara, area pepohonan birch dan beechnya yang luas, kaya akan dongeng rakyat dan legenda pembuatan jam kukuk.

Profesor Nikolaus Wegmann, seorang Jermanis dan sejarawan sastra di Universitas Princeton, mengatakan bahwa waldeinsamkeit divalidasi ulang karena orang-orang menyerap filosofi tersebut ke dalam kehidupan pascapandemi yang dialami.

Bahkan, rata-rata orang Jerman akan kesulitan untuk mengidentifikasi asal muasal ide tersebut. ** Baca juga: Patung Wanita Menyusui Ibu Mertua di Huzhou Akhirnya Dihilangkan Setelah Dapat Protes dari Para Pengunjung

Dari dongeng Brothers Grimm, di mana hutan melambangkan dunia khayalan, hingga tulisan terbaru dari ahli kehutanan Jerman, Peter Wohlleben (yang menulis buku terlaris New York Times: The Hidden Life ofTrees: What They Feel, How They Communicate), kehidupan hutan hampir tak bisa dihindari.

“Konsep pergi ke hutan adalah bagian dari kehidupan sehari-hari bagi kami orang Jerman,” ujarnya.(ilj/bbs)




Kena Denda Hampir Rp50 Juta Akibat Langgar Karantina 8 Detik

Kabar6-Seorang pekerja migran dari Filipina dikenai denda sebesar 100 ribu dolar Taiwan atau sekira Rp49,8 juta karena pelanggaran karantina singkat saat menjalani masa isolasi wajib pada sebuah hotel di Kaohsiung, Taiwan.

Otoritas Taiwan memberi denda walaupun pria yang tidak diungkap identitasnya itu hanya beberapa detik meninggalkan kamarnya saat menjalani karantina wajib COVID-19.

Dalam rekaman kamera pengawas yang dirilis oleh otoritas setempat, melansir news18, menunjukkan pria tersebut meninggalkan kamarnya tanpa izin untuk memberikan sesuatu kepada sesama individu yang dikarantina. Keduanya terlihat mencoba untuk mempertahankan jarak sosial, karena ‘pelaku’ hanya meninggalkan barang di atas meja untuk diambil oleh pria lain.

Seluruh ‘pelanggaran karantina’ tersebut berlangsung sekira delapan detik, tetapi dampaknya ternyata sangat mahal. Masih belum jelas apakah individu kedua juga mendapat konsekuensi atas keterlibatannya dalam pelanggaran itu.

Taiwan diketahui telah menerapkan beberapa pembatasan virus Corona terberat di seluruh dunia, menjadikan setiap orang yang datang, warga negara dan orang asing, karantina ketat. ** Baca juga: Pria AS Nekat Berenang di Akuarium Ikan Sebuah Toko Olahraga

Negara dengan populasi sekira 23 juta penduduk ini hanya melaporkan 700 kasus virus Corona sejak awal pandemi.(ilj/bbs)