oleh

Angka Perceraian di Kota Tangerang Meningkat Selama Covid-19, Ini Penyebabnya

image_pdfimage_print

Kabar6-Pengadilan Agama Klas 1 A Tangerang mencatat selama pendemi Covid-19 kasus perceraian tergolong cukup tinggi. Tercatat 1.182 perempuan menyandang status janda di masa penerapan protokol kesehatan. Kasus perceraian cenderung meningkat pada bulan Juni dan Juli yang angkanya di atas 200 kasus. Bahkan di bulan Juli perceraian hingga 450 kasus.

Berdasarkan data Pengadilan Agama Tangerang, 1.182 perkara kasus perceraian tersebut terjadi sejak era pandemi, atau bulan Maret sampai Juli 2020. Mayoritas perceraian diajukan oleh pihak perempuan. Adapun faktor perceraian ini mayoritas disebut bukan karena dampak ekonomi akibat pandemi Covid-19.

Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Tangerang Kumalasari mengatakan, kasus cenderung turun pada bulan Maret, April, Mei. Penurunan kasus itu bukan karena tidak ada permasalahan keluarga, melainkan bulan itu memasuki Ramadan. Sehingga mereka mengurungkan niat untuk menggugat cerai di bulan puasa.

Kumalasari menyebutkan perceraian mengalami peningkatan pada bulan Juni dan Juli.

“208 perkara perceraian terjadi pada Maret, 121 kasus pada April, 126 kasus pada Mei, 277 kasus pada Juni, dan 450 pada Juli 2020,” ujar Kumalasari saat dimintai keterangan di Pengadilan Agama Klas 1 A Tangerang, Rabu (26/8/2020).

Kumalasari menjelaskan, selain karena bulan Ramadan, kasus perceraian cenderung landai pada Maret dan April karena masyarakat berpikir kantor pelayanan pemerintah termasuk di Pengadilan Agama Tangerang tutup.

Jumlah kasus di bulan itu memang relatif lebih tinggi dari Januari yang tercatat 278 kasus dan Februari hanya 142 kasus perceraian.

“Memang ketika Maret itu kami mulai bersidang setelah bekerja WFH pada Februari. Lalu, April kami sidang hanya di pekan pertama. Setelah itu, tidak ada penerimaan namun masih melayani masyarakat lewat whatsapp atau online,” jelasnya.

**Baca juga: Rehabilitasi Stadion Benteng, Wakil Ketua DPRD Kota Tangerang: Itu Penting.

Meski demikian, kata dia, faktor kasus perceraian tersebut didominasi karena perselisihan antar pasangan atau keluarga, bukan karena ekonomi dampak pandemi Covid-19. BUkan karena PHK atau faktor ekonomi akibat Covid-19.

“Adapun faktor perselisihan hingga memicu perceraian terjadi karena pernikahan tidak harmonis. Perceraian dengan alasan ekonomi tidak dominan. Tetapi perselisihan terus-menerus yang paling banyak,” katanya. (Oke)

Print Friendly, PDF & Email