oleh

Terbanyak se-Banten, Kejari Tangsel Tangani Restorative Justice 13 Perkara

image_pdfimage_print

Kabar6-Kepala Kejaksaan Negeri Tangerang Selatan (Tangsel), Silpia Rosalina mengungkapkan, sepanjang 2023 ini jumlah putusan penyelesaian masalah hukum secara damai (restorative justice)sebanyak 13 kasus. Mayoritas perkara adalah tindak pidana umum.

“13 RJ ini terbanyak se-Banten,” ungkapnya menjawab pertanyaan kabar6.com saat acara ‘Refleksi Akhir Tahun 2023’ di kantornya, Jalan Raya Promoter, Kelurahan Lengkong Gudang Timur, Serpong, Jum’at (29/12/2023).

Catatan kabar6.com, dari ke-13 restorative justice yang sudah dilaksanakan sepanjang Tahun Anggaran 2023 ini di antaranya adalah:

1. Astuti, 49 tahun, asisten rumah tangga di Kecamatan Serpong Utara. Ia dijerat Pasal 362 KUHP tentang Pencurian. Astuti telah mengakui curi Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) mobil milik majikannya.

**Baca Juga: Kilas Balik Capaian Kinerja Kejaksaan RI Bidang Pembinaan dan Intelijen Sepanjang 2023

Surat berharga itu digadaikan ke perusahaan pembiayaan atau leasing senilai Rp 37 juta untuk membiayai suaminya yang sedang sakit keras. Astuti akhirnya dibebaskan lewat restorative justice pada Rabu, 8 Maret 2023.

2. Junaedi, 36 tahun, supir angkot jurusan Puri Plaza – Ciledug. Ia ditangkap aparat usai beli sabu dan ditemukan barang bukti sebanyak 0,30 gram. Pria bertubuh kurus itu dikuntit polisi usai beli sabu.

Junaedi dijerat melanggar Pasal 12 Ayat 1 atau Pasal 127 Ayat 1 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika serta UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas.

Pertimbangan jaksa penyidik adalah
Junaedi korban peredaran narkoba dan menjadi tulang punggung keluarga. Ia. Akhirnya dibebaskan lewat restorative justice pada Rabu, 9 Agustus 2023.

Adapun dasar dari restoratif justice rehabilitasi narkotika berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 dan Surat Nomor 2580 tentang Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Narkotika melalui rehabilitasi pendekatan keadilan RJ sebagai pelaksana asas dominus kritis jaksa.

“Pidum (pidana umum) biayai lima perkara. Saya masuk sini saat itu cuma satu,” kata Silpia.

Ia melihat bahwa sebenarnya dalam penanganan restorative justice berada di pencermatan jaksa. Silpia mengaku seringkali berkumpul dengan kepala seksi pidana umum untuk melihat Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) untuk melihat suatu konstruksi masalah.

“Dari SPDP sudah nampak dikomunikasikan jaksanya dengan penyidik itu sudah berlangsung sampai 12 perkara,” ungkap Silpia.(yud)

 

 

Print Friendly, PDF & Email