oleh

Peringati May Day dan Hardiknas, Ampera-Gebrak Suarakan 3 Tuntutannya

image_pdfimage_print

Kabar6-Memperkuat persatuan pemuda dan mahasiswa, serta seluruh rakyat yang tertindas dalam memperjuangkan demi terwujudnya pendidikan yang ilmiah, demokratis, dan mengabdi kepada pemenuhan hak-hak demokratis rakyat, ratusan mahasiswa dan pemuda yang tergabung dalam AMPERA & GEBRAK melakukan orasi di jalan.

Lokasi tepatnya di Alun-alun Kota Serang, setelah sebelumnyapun melakukan aksi longmarch mulai dari Kampus Untirta menuju Alun-alun Serang, Kamis (2/5/2019).

Sambil membentangkan spanduk bertuliskan ‘wujudkan indrustri nasional, wujudkan agrarian sejati, wujudkan demokrasi pendidikan, berikan pendidikan yang ilmiah dan mengabdi kepada pemenuhan hak-hak demokrasi rakyat’, para pendemonstran itupun mulai menyuarakan aksinya di tengah jalan pusat Ibu kota Provinsi Banten.

Ketua Cabang GMNI, Arman Maulana Rachman mengatakan, kal ini aksi yang dilakukan bersama teman-temannya itu, terdiri dari kalangan mahasiswa dan pemuda di Banten, mulai dari Ampera, BEM KBM Utirta, BEM FKIP Untirta, BEM Faperta Untirta, Pepindo, DPM KBM Untirta, MPM Untirta, Sapma, NDP, Sempro, GMNI Cabang Serang, dan terakhir dari KAMMI.

Menurutnya, aksi dari mahasiswa dan pemuda tersebut menyasar lebih kepada khalayak luas, khususunya berkaitan dengan pengambilan kebijakan dan keputusan pada dunia pendidikan dan persoalan buruh di negeri ini.

Dikatakannya, peringatan tanggla 1 dan 2 Mei ini, setiap tahunnya selalu di peringati oleh kelas buruh dan klas pekerja lainnya, dan kaum pemuda di Indonesia secara gegap-gempita melalui berbagai aksi protes dalam bentuk demonstrasi, seminar, rapat-rapat akbar, diskusi terbuka serta dalam berbagai ragam aktivitas lainnya yang serupa, yang secara umum tujuannya bertujuan sama, yaitu dalam upaya memperjuangkan hak-hak dasar ekonomi, sosial maupun politik yang selama ini dirampas dan dicampakkan oleh kelas penindas dan banyak rezim anti rakyat diberbagai negeri, terutama di negeri-negeri jajahan, setengah jajahan dan bergantung seperti Indonesia.

Oleh karena itu, lanjut Arman, pemuda dan mahasiswa tidak terlepas dari seluruh skema penghisapan imperialisme yang dijalankan oleh pemerintahan Jokowi-JK seperti yang saat ini terjadi, pemuda dihadapkan dengan persoalan khusus sesuai sektor persebarannya.

Pemuda yang terserap dalam industri atau sektor perburuhan dihadapkan dengan pemangkasan upah yang sedemikian rupa, melalui kebijakan efisiensi produksi yang memaksakan mereka harus bekerja hingga melebihi waktu jam kerja dan merampas hasil kerjanya melalui politik upah murah.

Selain bentuk-bentuk ketertindasan tadi, lanjut Arman, ketertindasan buruh dan tani juga terjadi. Sebagai jaminan atas kelansungan hidupnya yang lebih baik, pemuda dihadapkan dengan sempitnya lapangan kerja, sehingga meskipun telah disulap dengan berbagai manipulasi angka statistik, angka pengangguran pemuda di Indonesia sebanyak 8,2 juta per Februari 2017 naik dari tahun sebelumnya, serta terus meningkat berbanding lurus dengan angka kemiskinan 21,51 juta per maret 2017, data tersebut merupakan data yang dirilis oleh BPS, bahkan akan lebih parah jika dibandingkan dengan kenyataan sebenarnya.

“Kenyataan tersebut, telah menjebak sebagian pemuda Indonesia kemudian terpaksa menjadi buruh migran (BMI atau TKI) tanpa jaminan yang jelas atas kesejahteraan dan perlindungannya,” katanya.

Sisi lain, lanjut Arman, ditengah penghisapan yang sedemikian hebat, dilapangan kebudayaan pemuda juga harus kehilangan kesempatan untuk dapat berpartisipasi penuh dalam mengembangkan kebudayaan masyarakat.

Situasi tersebut akibat dari mahalnya biaya pendidikan yang terus meningkat, terbatasnya kuota penerimaan peserta didik disetiap jenjang pendidikan serta, berbagai bentuk diskriminasi dalam penerimaan peserta didik.

Dalam kenyataannya, lanjut Arman, sesuai data yang dirilis oleh BPS 2017, dari 258 juta jiwa penduduk Indonesia, terdapat 62,4 juta jiwa adalah pemuda (Usia 16-35 Tahun), 35 juta dari mereka yang usia kuliah (18-25 tahun) yang terserap kedalam jenjang pendidikan tinggi, tidak lebih dari 4,8 juta.

Selain bentuk-bentuk diskriminasi yang terjadi di sektor pendidikan ternyata salah satu faktor merosotnya penyerapan pemuda Indonesia masuk kedalam jenjang pendidikan juga di karenakan alokasi APBN yang masih belum mencukupi kebutuhan pendidikan Indonesia, pada tahun 2016 Rp 150,1 triliun, pada tahun 2017 Rp 416,1 triliun, pada tahun 2018 Rp 444,1 triliun dan pada tahun 2019 Rp 492,5 triliun.

Menyongsong revolusi indrustri 4.0 hari ini perhatian pemerintah daerah pun dari tingkat provinsi dan kabupaten kota tidak berubah, revolusi indrustri 4.0 yg menghapus kan tenaga kerja non ahli ( tingkat SMA/SMK), sedang kan angka putus sekolah dari SMA/SMK cukup besar.

Tidak ada tindakan serius di lihat hari ini, tidak ada beasiswa yang di sediakan oleh Pemprov atau pemda maupun jaminan untuk anak-anak buruh dan petani yang ingin melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi di Banten yang cukup mahal.

Kita pun ketahui sendiri bahwa UMR Banten yang jadi gaji buruh dan nilai tukar petani yang di Provinsi Banten yang rendah tidak akan mampu bayar uang kuliah.

“Maka dari itu, kami dari Ampera dan Gebrak, menuntut untuk segera dilakukannya, perwujudan industri nasional, wujudkan reforma agrarian sejati, terakhir wujudkan demokratisasi pendidikan yang ilmiah dan mengabdi kepada rakyat,” tandasnya.**Baca juga: Empat Kategori Santunan Bagi KPPS Meninggal, Ini Besarannya.

Seolah tidak ada habisnya, aksi yang dimulai sejak pukul 10:00 WIB itupun baru akhirnya barus selesai pada sore harinya sekitar 17:00 WIB.(Den)

Print Friendly, PDF & Email