oleh

Pengaruh Dolar di Pasar Minyak Mulai Hilang: Sinyal Dedolarisasi Makin Kuat !

image_pdfimage_print

Oleh: Achmad Nur Hidayat MPP | Ekonom & Pakar Kebijakan Publik UPNVJ, CEO Narasi Institute

Kabar6-Pengaruh dolar AS terhadap pasar minyak internasional semakin terkikis, menandakan semakin besarnya era dedolarisasi. Analis di JPMorgan, salah satu bank terkemuka dunia, mengungkapkan peran penting dolar AS sebagai penggerak harga minyak global tampaknya semakin berkurang.

Ini merupakan perkembangan yang signifikan mengingat dolar AS selama ini menjadi pusat perhatian dalam perdagangan minyak global.

Dalam laporannya, Natasha Kaneva, kepala strategi komoditas global di JPMorgan, menyoroti perubahan signifikan dalam hubungan antara dolar AS dan harga minyak mentah internasional.

Meskipun korelasi tradisional menunjukkan bahwa ketika nilai dolar naik, harga minyak turun, hubungan tersebut tampak menjadi lebih mengendur. Antara tahun 2005 dan 2013, kenaikan nilai dolar AS sebesar 1% akan menyebabkan harga minyak mentah Brent, yang merupakan patokan internasional, turun sekitar 3%.

Namun, dari tahun 2014 hingga 2022, kenaikan 1% pada dolar AS hanya menyebabkan penurunan harga minyak Brent sebesar 0,2%. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh dolar dalam perdagangan minyak semakin berkurang.

Faktor utama yang mendorong perubahan ini adalah penggunaan mata uang selain dolar dalam perdagangan minyak. China, sebagai salah satu pembeli utama energi, telah mulai menggunakan yuan dalam transaksi minyak, bahkan untuk pembelian minyak Rusia.

Selain itu, minyak Rusia, yang saat ini dibatasi perdagangan internasionalnya, juga mulai dijual dalam mata uang lokal pembeli atau dalam mata uang negara-negara sahabat Rusia. Ini membantu mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS dalam perdagangan minyak internasional.

Meskipun tren dedolarisasi semakin kuat, perlu dicatat bahwa dolar AS masih tetap mempertahankan dominasinya dalam sistem pembayaran SWIFT dengan lebih dari 40% pangsa pasar umum. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan euro (sekitar 25%) dan yuan (sekitar 3%) pada Juli 2023.

Oleh karena itu, proses dedolarisasi tidak akan terjadi dengan cepat karena dolar masih terlalu kuat dan banyak digunakan dalam ekosistem keuangan global.

Dedolarisasi parsial, di mana yuan China mengambil alih sebagian fungsi dolar saat ini antara negara-negara non-blok dan mitra dagang China, tampaknya lebih masuk akal. Dalam konteks meningkatnya persaingan strategis di seluruh dunia, negara-negara mulai mencari alternatif lain dalam perdagangan internasional.

Namun perlu dicatat bahwa dedolarisasi ini akan menjadi proses yang berkelanjutan dan harus dikelola dengan bijak.

**Baca Juga: Dua Parpol Sampaikan Hasil Klarifikasi Aduan DCS, KPU Lebak Kembali Cermati

Pengaruh dedolarisasi pasar minyak terhadap Indonesia

Indonesia, sebagai salah satu negara dengan perekonomian yang sangat bergantung pada perdagangan internasional dan pengimpor minyak, akan merasakan dampak dedolarisasi dari pasar minyak yang semakin kuat ini.

Pengaruhnya terhadap Indonesia bisa mencakup beberapa aspek penting.

Pertama, inflasi dan kebijakan moneter

Dedolarisasi pasar minyak dapat mempengaruhi inflasi di Indonesia. Meski harga minyak tidak lagi terikat dengan pergerakan dolar AS, namun pergerakan harga minyak dapat dipengaruhi oleh faktor lain. Hal ini mungkin memaksa Bank Indonesia (BI) untuk menyesuaikan kebijakan moneternya seperti suku bunga, untuk mengendalikan inflasi dalam negeri.

Kedua, nilai tukar rupiah dan daya saing ekspor

Dedolarisasi bisa mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Fluktuasi nilai tukar rupiah yang lebih besar dapat mempengaruhi daya saing ekspor Indonesia dan biaya impor. Pemerintah harus memantau dengan cermat perubahan ini dan mungkin menerapkan langkah-langkah kebijakan untuk menjaga stabilitas mata uang dan daya saing ekspor.

Ketiga, kebijakan energi dan cadangan devisa

Dedolarisasi dapat menyebabkan perubahan dalam kebijakan energi dan pengelolaan cadangan devisa Indonesia. Pemerintah mungkin perlu mengevaluasi cara mereka mengelola cadangan devisa dengan mempertimbangkan potensi fluktuasi nilai tukar yang lebih besar. Selain itu, kebijakan energi juga harus beradaptasi dengan perubahan dalam dinamika pasar minyak yang semakin terkait pada mata uang selain dolar.

Ketika pasar minyak semakin terdedolarisasi, Indonesia harus beradaptasi dengan perubahan ini dan memanfaatkannya semaksimal mungkin.

Memerlukan pemahaman yang lebih baik mengenai dinamika pasar energi global dan kemampuan untuk merespons perubahan dengan cepat dan efektif dalam kebijakan ekonomi dan perdagangan.

Sinyal dedolarisasi yang semakin kuat dalam pasar minyak merupakan indikasi penting dari perubahan dalam dinamika perekonomian global. Meskipun dolar AS masih memegang kendali, pengaruhnya terhadap perdagangan minyak internasional semakin berkurang.

Hal ini menunjukkan bahwa negara-negara dan pelaku pasar semakin mencari alternatif dalam penggunaan mata uang selain dolar AS.

Dedolarisasi parsial menjadi pilihan yang masuk akal untuk mengatasi perubahan ini, namun perlu diingat bahwa perubahan ini akan berlangsung secara bertahap dan harus dikelola secara hati-hati untuk menghindari gangguan pada sistem keuangan global.(*/Red)

Print Friendly, PDF & Email