oleh

Mengenal Tradisi Keceran Peguron TTKKDH

image_pdfimage_print

Kabar6 – Pengurus pusat Tari Tjimande Kolot Kebon Djeruk Hilir (TTKKDH) menggelar ritual keceran atau meneteskan air ke mata dan tenggorokan. Ritual khas TTKKDH itu dilakukan setiap bulan maulid nabi tiap tahunnya.

Tak hanya di kecer, anggota TTKKDH juga di urut tangannya, dengan cara di pukul, agar terbiasa terkena benturan hingga menangkis pukulan saat bertanding maupun bertarung.

TTKKDH yang sudah berusia 69 tahun juga terus mengikrarkan diri untuk menjaga keutuhan NKRI, dan mempertahankan Pancasila.

“Mari kita jaga negara kita ini, mari kita rawat negara ini, mari kita cintai negara kita ini,” kata Ketua Umum TTKKDH, Wahyu Nurjamil, dilokasi acara, Kamis (04/11/2021).

Murid TTKKDH dari kaum difabel juga ikut menampilkan kemampuannya dalam pencak silat di atas panggung. Tak ada diskriminasi, karena setiap anggota TTKKDH merupakan keluarga.

“Kaum disabilitas kita tampilkan, karena siapapun yang masuk TTKDH itu keluarga kita, harus kita munculkan kemampuannya,” terangnya.

TTKDH tak hanya besar di Indonesia, namun sampai ke luar negeri. Pemprov Banten berharap bisa menggelar festival keceran untuk terus melestarikan seni pencak silat, hingga menarik wisatawan domestik maupun mancanegara.

Harapannya, wisata Banten bisa segera pulih setelah dihantam bencana tsunami 2018 hingga pandemi covid-19 sejak tahun 2020 lalu.

“Menjadi bentuk pelestarian budaya, festival keceran ini bisa kita jadikan agenda nasional di agendakan pemda. Sehingga bisa menarik wisatawan domestik dan asing. Bagaimana memulihkan sektor wisata jika di kemas dengan baik, bisa menjadi produk unggulan Banten,” kata Wagub Banten, Andika Hazrumy, dilokasi yang sama, Kamis (04/11/2021).

Festival keceran menjadi ajang berkumpulnya anggota TTKKDH dari berbagai daerah, sehingga bisa bersilaturahmi setiap tahunnya.

**Baca juga: Pemilihan Miss Waria Banten Dianggap Hoax Oleh Polda Banten

Keceran dianggap Wagub Banten, memiliki banyak manfaat dan makna dalam kehidupan sehari-hari.

“Manfaatnya dapat menghargai sesama, di urut itu kan ada artinya, di pukul kan sakit, jadi jangan mukul. Ada rujakan, hidup itu ada manis, pahit kan. Pas di kecer itu perih aja rasanya,” ujarnya.(dhi)

Print Friendly, PDF & Email