1

Ternyata, Jarang Pamer Foto Bareng Pasangan di Medsos Tanda Hubungan Bahagia

Kabar6-Hobi memajang foto mesra dengan pasangan (suami atau istri) di akun media sosial, ternyata punya pengaruh terhadap hubungan mereka. Salah seorang pakar dalam hubungan memberi peringatan, sering ‘membanjiri’ laman media sosial dengan selfie atau status tentang hubungan mereka dan pasangan, tidak selalu menjadi tanda kebahagiaan mereka. Dan pasangan yang tampak sangat mesra bisa saja punya masalah yang serius.

Seorang pakar hubungan bernama Nikki Goldstein, melansir VivaHealth, mengatakan bahwa foto mesra di media sosial lebih kepada keinginan mendapatkan ‘likes’ dibandingkan sebuah hubungan yang tulus. Sedangkan pasangan yang paling bahagia cenderung menjauhkan kemesraan mereka dari paparan media sosial. “Seringkali orang-orang yang paling sering mengunggah adalah yang ingin mencari validasi bagi hubungan mereka dari pengguna media sosial lainnya,” jelas Nikki.

Ditambahkan Nikki, ‘likes’ dan komentar bisa sangat memvalidasi bahwa ketika seseorang menghadapi masalah. Di sanalah mereka mendapatkan pengakuan, bukan sebagai orang yang menunjukkan bahasa tubuh, tapi apa yang orang lain akan katakan mengenai foto itu. “Anda lihat seseorang yang sangat fokus mengambil ‘relfie’, relationship selfie, dan mencari filter serta hashtag yang tepat, adalah orang yang kehilangan momen.”

Pasangan yang berfoto seperti ini, lalu langsung mengunggahnya ke media sosial, akan sibuk memperhatikan ‘likes’ dan komentar yang datang, ketimbang fokus pada pasangan. Terlebih jika pasangan Anda sudah menulis caption seperti ‘suamiku’, ‘pacarku’, itu sebuah peringatan lain kalau mereka sudah mulai menjadi posesif. “Ada banyak orang di luar sana yang ingin pamer kepada teman-teman mereka dan dunia kalau orang di sebelahnya adalah miliknya,” ujar Nikki.

Meskipun tidak ada yang salah mengunggah foto bersama pasangan, Nikki menyarankan untuk tetap membuat aktivitas itu menyenangkan dan menghibur, dibanding terkesan pamer dan posesif. “Tidak ada yang ingin melihat kiriman demi kiriman yang menunjukkan seberapa jatuh cinta dan luar biasanya orang itu,” kata Nikki lagi. ** Baca juga: Cobain Tren Diet Sehat 2019

Hmmm…(ilj/bbs)




Tren Beli Baju Online Demi Tampil Gaya di Media Sosial

Kabar6-Belanja online (belanja daring) adalah suatu bentuk perdagangan menggunakan perangkat elektronik yang memungkinkan konsumen untuk membeli barang atau jasa dari penjual melalui internet. Nama lain kegiatan tersebut adalah e-web-shop, e-shop, e-toko, toko internet, web-shop, web-store, toko online, toko online dan toko virtual.

Tidak hanya transaksi jual beli, ternyata ada fenomena baru dari kebiasaan belanja online. Melansir Quartz, banyak konsumen yang membeli pakaian untuk foto dengan menyembunyikan label harga dan mengunggahnya ke Instagram, lalu mengembalikannya atau retur. Ya, dalam fashion online, Anda dapat dengan sangat mudah mengembalikan barang, asalkan label harganya masih terpasang.

Berdasarkan data survei dari sebuah perusahaan kartu kredit Barclaycard, Nyaris satu dari 10 pembeli di Inggris mengaku membeli pakaian untuk foto dan mengunggahnya di media sosial. Setelah itu, mereka akan mengembalikannya ke toko tempat mereka membeli. Survei itu dilakukan terhadap 2.002 orang dewasa dengan pembeli berusia 35-44 tahun dalam kurun waktu 25 Maret 2018 hingga 1 Juni 2018. Hal yang paling mengejutkan, kebanyakan pria yang melakukan ini dibandingkan perempuan.

Menurut perusahaan kartu kredit tersebut, pengenalan kebijakan ‘coba sebelum membeli’ memperbolehkan mereka membayar pakaian yang dipesan secara online setelah mencobanya di rumah, menjadi kontribusi terbesar terhadap tren ini.

Selain itu, perkembangan media sosial membuat banyak orang biasa bisa melakukan personal branding. Inilah yang mendorong mereka tidak ingin mendokumentasikan kehidupannya dengan pakaian biasa. Melihat dari tren tersebut, akhirnya, sejumlah pihak menawarkan penyewaan pakaian, khusus untuk tagar #OOTD atau outfit of the day. ** Baca juga: Heboh! Sebuah Truk Tumpahkan Uang di Jalan Raya

Namun tentu saja cara ini lebih mudah dilakukan ketimbang harus membeli pakaian lalu mengembalikannya. (ilj/bbs)




Tidak Disarankan Habiskan Waktu Berlibur di Depan Gadget

Kabar6-Dalam sebuah penelitian yang dilakukan University of Copenhagen, Denmark tidak disarankan menghabiskan waktu berlibur di depan komputer atau gadget dan mengamati media sosial seperti Facebook.

Mengapa demikian? Melansir Sindonews, hal ini karena tanpa disadari terlalu lama menggunakan Facebook, menyaksikan foto-foto keluarga lain, teman atau kerabat yang tengah berlibur tidak menyehatkan bagi mental. Hasil tersebut didapat melalui pengamatan terhadap lebih dari 1.000 partisipan yang didominasi wanita. Ditemukan, penggunaan media sosial secara rutin menyebabkan efek negatif terhadap kesejahteraan emosional dan kepuasan hidup seseorang, karena hanya mengamati postingan foto dan status teman atau kerabat yang tengah berlibur akan menimbulkan perasaan iri.

Berbeda halnya jika Anda aktif mengobrol dengan teman di media sosial yang bisa memberikan efek yang lebih positif dibandingkan hanya melihat akun media sosial milik orang lain. Sementara untuk mengembalikan kesejahteraan emosional, para peneliti menyarankan untuk berhenti menggunakan media sosial sejenak, minimal selama sepekan. ** Baca juga: Daftar Makanan yang Paling Sering Sebabkan Keracunan

Yuk, dicoba.(ilj/bbs)




Demi Harta, Sebuah Keluarga di Sudan Lelang Anak Gadisnya di Media Sosial

Kabar6-Sebuah keluarga di Sudan tega menjual anak perawan mereka yang berusia 17 tahun di media sosial Facebook kepada penawar tertinggi untuk ditukar dengan 500 sapi, tiga buah mobil dan sejumlah yang di pasar budak.

Melalui lelang tersebut, melansir thesun, gadis muda tadi akhirnya menikah dengan seorang pebisnis bernama Kok Alat November lalu. Salah satu penawar, David Mayom Riak, Wakil Gubernur Negara Bagian Danau Timur, telah menawarkan 250 sapi sebagai mahar. “Saya sangat mengenal keluarga karena kami tetangga. Saya berjanji pada keluarga untuk menikahinya sejak dia masih muda,” kata. Namun Kok Alat dinyatakan keluar sebagai pemenang setelah ayah gadis yang dilelang itu menerima 500 sapi, tiga mobil V8, dan sejumlah uang.

Dalam sebuah foto pernikahan, gadis belia tersebut duduk di sebelah suaminya, yang dilaporkan sudah memiliki sembilan istri, dengan pakaian putih, menghadap ke depan dengan ekspresi kosong dan tanpa emosi.

Foto lain, diduga diambil saat lelang, menunjukkan seorang gadis tanpa ekspresi berdiri di samping seorang pria yang tersenyum. “Kompetisi diperbolehkan secara sempurna dalam budaya Dinka/Jieng. Anak-anak pemenang dijamin untuk slot NBA,” tulis salah satu postingan.

Namun postingan tadi telah dihapus dan anggota keluarga itu dilarang aktif di Facebook setelah sempat mencuri perhatian. “Setiap bentuk perdagangan manusia apakah posting, halaman, iklan atau grup yang mengkoordinasi aktivitas ini tidak diperbolehkan di Facebook,” jelas salah satu juru bicara Facebook.

George Otim, Direktur Pedesaan Plan International South Sudan, mengatakan bahwa penggunaan teknologi secara biadab ini mengingatkan pada pasar budak zaman akhir.

“Bahwa seorang gadis bisa dijual untuk menikah di situs jejaring sosial terbesar di dunia pada saat ini dan ini berada di luar batas keyakinan,” kata George. ** Baca juga: Hindari Utang, Seorang Pria Amerika Pilih Tinggal di Desa Terpencil

Meskipun mas kawin sudah biasa digunakan, namun dalam perkawinan budaya Sudan Selatan tidak ada alasan bagi gadis ini diperlakukan tidak lebih dari objek, dijual kepada penawar yang siap menawarkan paling banyak uang dan barang.(ilj/bbs)




Depresi Akibat Medsos, Bagaimana Cara Menghindarinya?

Kabar6-Saat ini hampir semua orang memiliki akun di media sosial (medsos), entah itu Facebook, Instagram, Twitter, dan lain sebagainya. Media sosial menjadi ajang bagi orang-orang untuk bersosialisasi dengan banyak teman, bertemu kembali dengan teman lama, berkenalan dengan teman baru dan ikut terlibat dalam berbagai aktivitas menyenangkan.

Namun di sisi lain, media sosial juga bisa memberi efek buruk, yang bahkan menimbulkan rasa stres dan depresi. Nah, bagaimana menghindari efek negatif media sosial? Melansir Littlethings, berikut uraiannya:

1. Memiliki batas waktu
Salah satu cara yang dapat Anda lakukan dalam menghindari efek buruk akibat media sosial adalah dengan memiliki batas waktu. Kurangi waktu Anda menggunakan media sosial setengah dari waktu Anda biasa menggunakan media sosial.

Anda dapat membatasi penggunaan dengan memblokir komunikasi dan pemberitahuan dari aplikasi sosial seperti Facebook agar tidak terganggu atau dibanjiri informasi.

2. Ganti penggunaan
Jika kita membatasi media sosial untuk melakukan percakapan nyata dengan teman, hal ini akan menambah hubungan dalam kehidupan nyata, membantu kita merencanakan pertemuan, dan meningkatkan kesejahteraan kita. Lain kali saat mengunjungi sebuah situs, maka Anda harus mulai dengan bertanya pada diri sendiri apa tujuan dari Anda menggunakan media sosial.

3. Dapatkan sumber berita di luar media sosial
Sangat mudah untuk mendapatkan semua berita dari media sosial, tapi ini juga berarti kita bisa terganggu karena mencoba untuk tetap waspada. Ketika mendapatkan sumber berita dari media sosial, cenderung terpikat menjelajah media sosial orang lain atau membaca berita hoax. ** Baca juga: Posisi Tidur Menyamping Bantu Buang Zat Sisa pada Otak

Orang yang menggunakan media sosial sangat sering memiliki 2,7 kali kemungkinan mengalami depresi dibandingkan pengguna yang jarang melihat media sosial. Depresi pada penyebab utama kecacatan di A.S., dan ini mempengaruhi sekira 6,7 persen populasi berusia 18 dan lebih tua pada tahun tertentu. Pemantauan penggunaan media sosial dapat membantu menjaga kesehatan mental.(ilj/bbs)




Ternyata Pura-pura Bersikap Bahagia di Medsos Bisa Picu Stres

Kabar6-Di beberapa media sosial seperti Facebook, Twitter, hingga Instagram, tidak sedikit orang yang memajang foto dengan wajah ceria penuh kebahagiaan, sehingga hidupnya terkesan sempurna. Namun, apakah mereka memang benar-benar bahagia?

Media sosial, melansir nova.id, sudah banyak merenggut korban khususnya kesehatan mental para remaja perempuan. Menurut sebuah organisasi, hanya seperempat perempuan muda dari rentang usia tujuh hingga 21 tahun sering mengekpresikan kebahagiaan mereka di media sosial. Sebanyak 59 persen perempuan muda berusia antara 11-21 tahun mengatakan bahwa media sosial adalah salah satu penyebab utama stres di kalangan anak perempuan.

Menurut survei Girlguiding, sebanyak 1.903 gadis dan perempuan muda berusia antara 7-21 tahun ini sebagai bagian dari penelitiannya. Temuan dari penelitian ini menyoroti dampak yang dapat ditimbulkan stres pada kesehatan mental.

Sebanyak 50 persen di antaranya mengaku memiliki perasaan tidak bahagia secara negatif mempengaruhi kesehatan mereka. Amanda Medler, pemandu utama di Girlguiding, mengatakan bahwa tindakan yang harus diambil untuk lebih memperhatikan kesehatan mental yang secara teratur adalah dengan tidak melihat komentar negatif.

“Bukan hal yang baik jika seorang gadis sudah sering merasa tidak bahagia, itu akan berpengaruh pada mentalnya, apalagi jika terjadi secara bertahun-tahun,” katanya. ** Baca juga: Dibanding Telur, Ternyata Makanan Ini Punya Protein Tinggi

Ditambahkan, sekarang adalah waktu yang tepat bagi organisasi, sekolah, pemerintah bertindak, dan menyarankan mereka untuk hidup dengan bahagia.(ilj/bbs)




Generasi Milenial Miliki Kesehatan yang Lebih Buruk Dibanding Orangtua Mereka

Kabar6-Milenial (juga dikenal sebagai Generasi Y) adalah kelompok demografi setelah Generasi X (Gen-X). Tidak ada batas waktu yang pasti untuk awal dan akhir dari kelompok ini.

Para ahli dan peneliti biasanya menggunakan awal 1980-an sebagai awal kelahiran kelompok ini dan pertengahan tahun 1990-an hingga awal 2000-an sebagai akhir kelahiran.

Milenial pada umumnya adalah anak-anak dari generasi Baby Boomers dan Gen-X yang tua. Milenial kadang-kadang disebut sebagai ‘Echo Boomers’ karena adanya ‘booming’ (peningkatan besar) tingkat kelahiran pada 1980-an dan 1990-an.

Nah, beberapa dekade belakangan muncul fenomena baru di dunia kesehatan, di mana generasi milenial banyak yang mengidap penyakit serius seperti kanker, diabetes, bahkan jantung. Padahal, sebelumnya penyakit tersebut identik dengan orang yang sudah lanjut usia.

Laporan penelitian yang dilakukan oleh lembaga Health Foundation, melansir Womantalk, bahkan menyebut generasi milenial menjadi generasi pertama dengan kesehatan yang lebih buruk daripada orangtua mereka. Menurut laporan tersebut, dalam kurun waktu 30 tahun, mereka yang berusia 20-an dan 30-an berisiko lebih besar terhadap penyakit ‘gaya hidup’ seperti kanker, diabetes, dan jantung.

Masalah kesehatan yang dihadapi oleh generasi milenial sebagian besar disebabkan oleh stres jangka panjang, kecemasan, dan depresi yang mereka rasakan akibat jam kerja yang semakin panjang.

Semakin berkembangnya media sosial yang membuat orang lebih suka berteman di dunia maya tapi tidak di kehidupan nyata, juga disebut menjadi penyebab lainnya. Hal ini membuat orang sebenarnya lebih merasa kesepian karena kekurangan teman di dunia nyata.

Office for National Statistics di Inggris mengungkapkan bahwa akibat media sosial kaum milenial lebih cenderung menderita kesepian kronis daripada kelompok usia lainnya. Sedangkan, banyak penelitian membuktikan bahwa penelitian bisa menyebabkan penyakit serius bagi manusia. ** Baca juga: Apa Penyebab Miss V Berbau Tak Sedap?

Untuk itu, kaum milenial disarankan untuk lebih memperhatikan kesehatan mereka dan tidak menganggap sepele dampak dari buruk gaya hidup yang dijalani saat ini.(ilj/bbs)




Mengapa Hanya Melihat Foto Makanan Saja Sudah Bikin Kita Merasa Lapar?

Kabar6-Menurut studi yang dilakukan oleh Max Planck Society, sebuah organisasi riset di Jerman, melihat gambar makanan secara natural membuat kita lapar. Mengapa hal ini bisa terjadi?

Hormon ghrelin dirilis dalam jumlah yang besar ketika ada stimulasi visual. Ghrelin, melansir nova.id, diproduksi dalam perut dan bertanggung dalam menciptakan nafsu makan. Nah, saat kita melihat gambar makanan lezat, ghrelin dirilis dengan cepat ke aliran darah. Hal itu menyebabkan selera makan kita melonjak. Peneliti menghubungkan hormon ini dengan masalah obesitas.

Hal itu karena hormon ghrelin menciptakan kelaparan ketika seseorang sebenarnya tidak perlu makan. Media sosial adalah kunci strategi pemasaran kontemporer. Menurut National Archive dan rechords Administration, Facebook menerima 2,731,677 views pada September 2013. Hal ini tidak terlepas dari banyaknya pengguna Facebook yang mengunggah foto makanan yang mereka masak atau makan. ** Baca juga: Jangan Abaikan Manfaat Daun Bawang untuk Kesehatan

Tak sedikit pengguna media sosial yang hanya log in untuk melihat gambar-gambar makanan. Tidak mengherankan, kini telah hadir banyak akun Instagram bertema kuliner yang memiliki jutaan pengikut.(ilj/bbs)




Penelitian: Remaja Lebih Memilih Media Sosial untuk Berdiskusi Mengenai Depresi

Kabar6-Zaman sekarang internet memiliki peran besar dalam kehidupan remaja. Setidaknya ada tiga motivasi bagi remaja pengakses internet, yaitu agar dapat terhubung dengan teman, mencari hiburan, dan informasi.

Sebuah survei yang dilakukan oleh Hopelab dan Well Being Trust, melansir Kompas, mengungkapkan bahwa 90 persen remaja menggali informasi secara online mengenai kesehatan mental mereka, salah satunya adalah depresi. Dengan menyertakan lebih dari 1.300 responden berusia 14 hingga 22 tahun, mereka juga menggunakan alat pindai depresi yang sudah divalidasi secara klinis untuk mengentahui siapa di antara pera remaja itu yang mungkin memiliki gejala depresi.

“Ini adalah usia di mana banyak gejala-gejala depresi dapat muncul,” jelas Benjamin Miller, seorang psikolog klinis dan chief strategy officer di Well Being Trust.

Masih dari survei yang sama, didapatkan juga temuan bahwa internet dan media sosial ternyata menyediakan ruang yang aman bagi orang-orang untuk berbicara tentang depresi dan bunuh diri. Bahkan, bagi mereka yang enggan menemui ahli medis, menggunakan internet dan media sosial menjadi alternatif terbaik.

Berdasarkan survei, sebanyak 87 persen responden mengaku mencari informasi kesehatan secara daring (online). Dari 87 persen tersebut, 39 persen di antaranya mengaku mencari informasi tentang depresi. ** Baca juga: Apa Itu Water Weight?

Para peneliti khawatir jika penggunaan media sosial mungkin juga berkontribusi pada peningkatan depresi remaja. “Bagi beberapa orang, ini adalah jalur dukungan. Bagi yang lain, hal ini bisa menambah kesusahan mereka juga,” tambah Miller. ** Baca juga: Europixpro Door, Produk Anak Negeri Berkualitas Dunia

Yuk, ajari dan beri contoh anak remaja kita agar bijak menggunakan media sosial.(ilj/bbs)




Wah, Rajin Selfie Ternyata Bantu Anda Jadi Pede

kabar6.com

Kabar6-Selfie atau swafoto adalah jenis foto potret diri yang diambil sendiri dengan menggunakan kamera digital atau telepon kamera. Selfie sering dikaitkan dengan narsis, terutama dalam jejaring sosial.

Namun tahukah Anda, orang yang sering selfie itu memiliki kepercayaan diri (pede) yang sangat tinggi? Melansir elitedaily, sebuah situs review produk kebugaran melakukan sebuah penelitian terhadap 1.000 orang Amerika, yang terbagi dalam tiga tipe. Pertama adalah orang yang sebelumnya tidak pernah memiliki satu pun foto selfie dalam sebulan, kedua adalah pengguna regular media sosial yang menghabiskan 1-2 jam di media sosial dan foto selfie minimal satu kali per bulan, terakhir adalah pengguna rutin media sosial dan selalu mengambil tiga atau lebih selfie dalam sebulan.

Hasilnya, pengguna media sosial yang regular dan rutin mengakui bahwa semakin sering selfie justru membuat rasa percaya diri meningkat, serta kepuasan yang lebih tinggi dengan penampilan diri secara keseluruhan. “Selfie bisa menjadi sesuatu yang memotivasi rasa cinta pada diri dan penguat harga diri yang besar,” kata juru bicara FitRated.

Namun bila Anda lebih fokus pada validasi dari teman-teman ketimbang fokus pada bagaimana Anda menilai foto diri sendiri, maka saat itulah selfie justru mempengaruhi kepribadian Anda.

Diungkapkan Robert Glatter, MD, asisten profesor pengobatan darurat di Lenox Hill Hospital, Northwell Health, harus dilihat kembali alasan Anda mengambil foto selfie. “Anda harus bertanya pada diri sendiri mengapa mengambil foto selfie. Apakah demi membuat diri merasa lebih baik, untuk ‘bersaing’ dengan teman atau pengikut, atau sekadar bersenang-senang dan mengekspresikan perasaan bahagia Anda pada waktu tertentu,” katanya.

Karena itulah, sebelum mengunggah selfie ke media sosial, pastikan lagi tujuannya. Jika tujuannya untuk mencari rasa aman dan mencari persetujuan dari teman untuk membuat Anda merasa sedikit lebih baik, maka sebaiknya batalkan niat tersebut. Cari cara lain yang bisa membuat Anda perasaan lebih aman dan diterima ketimbang mengunggah foto selfie. ** Baca juga: Membunyikan Jari Berbahaya?

Meski demikian, bukan berarti Anda harus berhenti mengambil foto selfie, lho. Jika Anda sedang merasa cantik, keren, atau luar biasa, maka ambil beberapa selfie dan jangan ragu membagikannya ke teman-teman lewat media sosial Anda. ** Baca juga: Europixpro Door, Produk Anak Negeri Berkualitas Dunia

Diungkapkan Cara Harbour, direktur pemasaran untuk aplikasi kecantikan Perfect365, selfie dapat menjadi sumber pemberdayaan bagi pada pecinta selfie. Lebih baik Anda membagikan foto selfie dengan penampilan cantik yang penuh rasa percaya diri, daripada hanya jadi subjek pasif di dalam foto yang dibagikan.(ilj/bbs)