1

Pria Mata Keranjang Karena Mudah Jatuh Cinta dalam Hitungan Milidetik?

Kabar6-Banyak orang menganggap, pria jatuh cinta pada wanita hanya karena cantik dan seksi. Disebutkan, seorang pria bisa langsung jatuh cinta dalam hitungan milidetik, sebuah kondisi yang membuat mereka dengan mudah dicap sebagai ‘mata keranjang’.

Benarkah demikian? Sebenarnya, melansir Intisari, ada penjelasan ilmiah di balik alasan seorang pria cenderung mata keranjang. Penemuan yang dirangkum oleh profesor Mark van Vugt dan Dr Johanna van Hoof, dari University of Amsterdam, mengungkapkan bahwa perilaku mudah jatuh cinta pada pria ini pada dasarnya tidak ada hubungannya pada cara berpikir, tetapi lebih kepada dorongan genetis. Pria mengejar wanita yang mereka anggap menarik dan cantik, merupakan tanda kesuburan dan insting alamiah.

Sementara wanita tidak memiliki dorongan genetis untuk begitu saja mengejar pria yang mereka nilai tampan dan mengagumkan. Dorongan genetis kaum hawa ketika menyasar pasangan potensial, lebih kepada apakah dia seorang yang loyal, baik, bertanggung jawab, dan humoris.

Penemuan itu juga dibantu oleh seorang pelajar doctoral, Helen Crawford, dari University of Kent. Studi ini melibatkan 20 wanita dan 20 pria dewasa untuk menguji daya tarik seseorang terhadap lawan jenis berdasarkan penampilan fisik. Peneliti mempelajari gelombang reaksi otak seluruh responden terhadap sejumlah foto-foto yang menampilkan pria dan wanita dalam berbagai gaya.

Hasilnya, secara otomatis reaksi otak pria terlihat mengalami distraksi ketika melihat foto wanita cantik. Sementara itu, otak wanita menujukkan lebih berkonsentrasi dalam menyelesaikan sesi studi tersebut.

Reaksi pria ketika melihat foto wanita cantik memperlihatkan pergerakan signikan yang memicu perilaku impulsif, misalnya, langsung suka pada hanya dalam waktu milidetik. ** Baca juga: Ini 4 Fakta Tentang Sayur Organik

“Memang benar, pria cenderung mata keranjang. Namun, itu tidak ada kaitan dengan cara dan kualitas berpikir mereka. Ketertarikan pria yang begitu cepat pada wanita cantik, merupakan dorongan genetis dan alamiah yang tidak bisa dilawan,” ungkap Mark van Vugt, ketua penelitian.

Bagaimana dengan Anda, guys?(ilj/bbs)




‘Me Time’ Penting untuk Minimalisir Stres

Kabar6-Rutinitas harian yang dilakukan dari pagi hingga menjelang malam, tentu saja membuat Anda merasa bosan. Bahkan bagi sebagian orang, rutinitas yang monoton ini bisa membuat mereka stres.

Sebuah survei yang dilakukan oleh American Psychological Association (APA), melansir Womantalk, menemukan bahwa 49 persen wanita bekerja memiliki tingkat stres yang terus meningkat selama lima tahun terakhir. Angka ini lebih tinggi dari pria yang hanya 39 persen.

Beberapa penelitian lain juga mengungkapkan, tingkat stres masyarakat di kota-kota besar, terutama kaum hawa, terus meningkat setiap tahunnya.

Bagaimana solusinya? Salah satu cara untuk menghilangkan stres tersebut adalah melakukan ‘Me Time’, yaitu meluangkan untuk diri sendiri.

Anda bisa menggunakan untuk bersantai sejenak dari berbagai aktivitas, termasuk pekerjaan di kantor dan rumah. Misalnya, memanfaatkan waktu untuk perawatan kulit dengan langkah sederhana, seperti memakai masker wajah.

Beberapa me time yang dapat Anda lakukan antara lain, menonton film, mendnegarkan musik favorit, perawatan di salon, makan di restoran baru, jalan-jalan di pantai, dan lain sebagainya.

Me time bisa memberikan banyak manfaat untuk kesehatan fisik dan mental, antara lain meningkatkan kosentrasi dan produktivitas, serta memberikan kesempatan untuk memahami lebih dalam tentang diri sendiri. ** Baca juga: Batasi Konsumsi Makanan Asin Saat Tubuh Kirim 4 Sinyal Ini

Hal lain, me time juga bisa menyegarkan pikiran yang menganggu. Nah, apabila pikiran terasa segar, maka tubuh dan jiwa pun akan ikut terasa lebih sehat dan bugar.(ilj/bbs)




Efek Nyata Media Sosial Bagi Kesehatan Mental yang Jarang Disadari

Kabar6-American Academy of Pediatrics telah memperingatkan tentang potensi efek negatif dari media sosial pada anak-anak dan remaja, termasuk cyber-bullying dan depresi.

Nah, risiko yang sama mungkin berlaku juga untuk orang dewasa atau lintas generasi. Ada sejumlah efek buruk media sosial terhadap kesehatan mental yang seringkali jarang disadari. Melansir idntimes, berikut uraiannya:

1. Media sosial bersifat adiktif dan dapat membuat sejumlah orang mengalami kecanduan
Sebuah studi dari Nottingham Trent University mengungkapkan, sejumlah gejala seperti mengabaikan kehidupan pribadi, terlalu asyik, menggunakan media sosial sebagai objek pelarian, memodifikasi suasana hati, dan perilaku adiktif, tampak dialami oleh beberapa orang yang menggunakan jejaring sosial secara berlebihan.

Sebuah studi lanjutan yang dilakukan oleh Swansea University menemukan, orang-orang juga mengalami gejala psikologis ketika mereka berhenti menggunakan media sosial dan internet. Di mana orang-orang yang terlalu bergantung pada perangkat digital melaporkan perasaan cemas ketika mereka berhenti menggunakannya.

2. Semakin banyak waktu yang kita gunakan untuk media sosial, semakin tidak bahagia kita
Sebuah studi menemukan, penggunaan Facebook dikaitkan dengan kurangnya kebahagiaan dan kepuasan hidup yang lebih sedikit. Hal ini dimungkinkan karena adanya kaitan dengan fakta bahwa Facebook memunculkan persepsi isolasi sosial. Dan, isolasi sosial adalah salah satu hal terburuk bagi setiap orang, secara mental dan fisik.

3. Membuat Anda membandingkan hidup dengan orang lain
Media sosial membuat orang-orang tanpa sadar suka membandingkan diri sendiri dengan orang lain ketika sedang menelusuri timeline. Kebanyakan orang akan membuat penilaian apakah mereka lebih baik atau lebih buruk ketika melihat foto-foto yang diunggah teman di media sosial. Dan sikap suka membandingkan ini memiliki kaitan dengan gejala depresi.

4. Memicu perasaan cemburu
Bukan rahasia lagi bahwa sikap suka membandingkan di media sosial mengarah pada kecemburuan. Terdapat hubungan antara kecemburuan dan depresi dalam penggunaan media sosial di mana kecemburuan memediasi depresi. Namun ketika kecemburuan tersebut dikendalikan, media sosial tidak begitu buruk.

5. Semakin banyak teman yang ada di media sosial tidak menjamin seseorang memiliki kehidupan sosial yang lebih baik
Sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal the royal society publishing menemukan fakta, semakin banyak teman di media sosial tidak berarti seseorang memiliki kehidupan sosial yang lebih baik.

Merasa bersosialisasi atau mencari dukungan lewat media sosial tidak akan mampu mengatasi sejumlah masalah, seperti merasa kesepian, kesedihan, dan sebagainya.

Untuk mengatasi berbagai masalah yang terkait dengan kesehatan mental, setiap orang membutuhkan dukungan sosial yang nyata, bukannya dukungan virtual. Karena pertemanan virtual tidak memiliki efek terapi seperti pada pertemanan sosial yang nyata.

Meskipun memiliki beberapa dampak negatif, bukan berarti media sosial tidak memiliki manfaat sama sekali. Media sosial membantu menghubungkan orang-orang yang terpisah jarak ratusan kilometer, bahkan bisa menjadi ladang penghasilan. ** Baca juga: Bahaya ‘Bicara’ Negatif pada Diri Sendiri

Karena itulah, gunakan media sosial secara bijak.(ilj/bbs)




Ternyata, Keahlian Matematika Anda Berpengaruh Terhadap Kesehatan Fisik & Finansial

Kabar6-Sering dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit saat duduk di bangku sekolah, matematika ternyata sangat penting tidak hanya untuk kesehatan fisik, tapi juga finansial Anda.

Dalam dua penelitian, melansir Womantalk, para peneliti menemukan bahwa kunci sukses dalam keuangan dan menghadapi penyakit yang kompleks adalah kecocokan antara kemampuan matematika seseorang dengan seberapa nyaman dan meyakinkan orang tersebut menggunakan keterampilannya.

Seorang profesor psikologi di University of Oregon bernama Elen Peters mengatakan, kurangnya kepercayaan diri seseorang dalam numerik pada dasarnya dapat menghapus sebagian besar keuntungan yang dimiliki seseorang dengan keterampilan matematika yang baik.

Dalam kedua studi tersebut, peserta mengambil tes yang mengukur kemampuan matematika objektif mereka. Selain itu, mereka juga mengisi kuesioner yang mengukur seberapa percaya diri peserta dalam menggunakan angka.

Mereka yang mendapat skor tinggi dalam kemampuan matematika melaporkan merasa nyaman dengan kemampuan mereka dengan angka. Hal yang paling penting, kelompok ini juga cenderung lebih bertahan ketika dihadapkan pada tugas yang membosankan atau sulit.

Dalam studi pertama, para peneliti menyelidiki hasil keuangan di antara 4.572 orang Amerika yang berpartisipasi dalam Understanding America Study, yang dijalankan oleh University of Southern California.

Peserta melaporkan berbagai hasil keuangan, seperti utang kartu kredit, investasi, dan apakah mereka memiliki pinjaman gaji. Hasil menunjukkan, interaksi antara skor matematika objektif peserta dan kepercayaan numerik mereka meramalkan seberapa baik mereka dalam finansial.

Studi kedua melibatkan 91 pasien di Wexner Medical Center di Ohio State yang dirawat karena lupus. Diketahui, lupus tidak memiliki obat, tetapi intervensi medis dan perubahan gaya hidup dapat membantu mengendalikannya.

Namun dibutuhkan keterampilan matematika yang baik untuk menavigasi penyakit, seperti memahami risiko dan manfaat obat, menggunakan dosis obat yang benar dan memilih asuransi kesehatan yang baik.

Tetapi yang sama pentingnya, karena ini adalah penyakit kronis, pasien harus bertahan menggunakan keterampilan matematika ini seumur hidup untuk mematuhi beberapa pengobatan berjangka waktu, menavigasi perubahan dosis dan mengadopsi perilaku sehat.

Hasil penelitian menunjukkan, interaksi antara keterampilan matematika objektif pasien dan kepercayaan numerik mereka terkait dengan bagaimana dokter mereka menilai aktivitas penyakit, seperti ruam baru atau kejang.

Mereka yang memiliki keterampilan dan kepercayaan diri yang tinggi menunjukkan aktivitas penyakit yang lebih sedikit daripada mereka yang memiliki keterampilan tetapi tidak percaya diri. Tetapi hasil terburuk datang kepada mereka yang berpikir mereka hebat dalam matematika, tetapi sebenarnya tidak.

Di antara mereka yang memiliki kepercayaan diri tinggi, pasien yang pandai matematika hanya memiliki peluang tujuh persen untuk memiliki kejang dan ruam dibandingkan dengan 44 persen yang memiliki keterampilan matematika rendah.

“Jika Anda memiliki kemampuan matematika yang rendah dan kepercayaan diri yang tinggi, Anda mungkin akhirnya membuat kesalahan yang tidak Anda pahami. Anda tidak meminta bantuan orang lain karena Anda pikir Anda tidak membutuhkannya, sehingga Anda berakhir dalam kondisi yang lebih buruk,” kata Elen.

Lantas, berapa banyak orang yang tidak cocok antara kemampuan dan kepercayaan diri mereka? Dalam dua studi ini, 18-20 persen memiliki keterampilan matematika yang baik dan kepercayaan diri yang rendah.

Kemudian, 12-13 persen lainnya memiliki keterampilan matematika yang buruk dikombinasikan dengan kepercayaan diri yang tinggi. ** Baca juga: Bagaimana Cara Aman Buang Obat yang Sudah Kedaluwarsa

Kesimpulannya, pelajari kembali matematika dasar atau setidaknya meminta bantuan orang ahli ketika membuat keputusan finansial dan medis.(ilj/bbs)




Penelitian Sebutkan, Stamina Wanita Ternyata Lebih Kuat dari Pria

Kabar6-Jika selama ini Anda beranggapan bahwa pria memiliki stamina lebih kuat dibanding wanita, sebuah penelitian justru mengungkap hal berbeda.

Pada penelitian yang dipublikasikan dalam sebuah jurnal Applied Physiology, Nutrition, and Metabolism, peneliti menyarankan wanita berolahraga fokus melatih daya tahan otot untuk bisa menyamakan fisik dengan pria.

Dalam studi tersebut, peneliti mempelajari delapan pria dan sembilan wanita dengan tingkat usia dan level kebugaran yang sama untuk melakukan latihan yang fokus pada otot di kaki bagian belakang, yaitu otot yang paling sering digunakan setiap hari. ** Baca juga: Sudah Punya Pasangan Tapi Pria Masih Suka Lirik Wanita Lain, Ini Alasannya

Hasilnya, melansir Cosmopolitan, para pria dapat melakukannya lebih cepat dan bertenaga di awal. Tapi semakin lama, mereka lebih cepat lelah dibandingkan wanita. Artinya, wanita justru punya daya tahan yang lebih ketimbang pria setelah melakukan olahraga yang fokus pada endurance (daya tahan ), yaitu kemampuan seseorang melaksanakan gerak dengan seluruh tubuhnya dalam waktu yang cukup lama, dan dengan tempo sedang sampai cepat tanpa mengalami rasa sakit dan kelelahan berat.

Meskipun uji ketahanan ini hanya dilakukan dalam skala kecil, temuan dari Brian Dalton yang merupakan asisten profesor di Universitas British Columbia Okanagan School of Health and Exercise Sciences ini setidaknya menunjukkan, bahwa wanita dapat bertahan lebih lama dari pria dengan margin yang cukup banyak.(ilj/bbs)




Jatuh Cinta Bikin Kekebalan Tubuh Naik

Kabar6-Selain membuat hidup terasa lebih berwarna, jatuh cinta ternyata juga baik untuk kesehatan tubuh, terutama dalam meningkatkan kekebalan tubuh.

Dalam sebuah penelitian pada 2018 lalu, disebutkan bahwa ketika manusia jatuh cinta, perasaan tersebut mempengaruhi fungsi sistem imun tubuh mereka.

Penelitian tersebut, melansir hellosehat, melibatkan sebanyak 47 mahasiswi yang berkuliah di Amerika. Pada masa mereka memasuki kuliah, semua peserta baru saja memulai hubungan mereka yang sudah berlangsung kurang lebih satu bulan. Mereka yang terlibat penelitian tersebut memiliki kesamaan kondisi seperti heteroseksual, tidak sedang hamil atau menyusui, bukan perokok aktif, sedang tidak memakai obat-obatan yang berkaitan dengan jantung dan sistem imun, akan berada di kota yang sama selama enam bulan ke depan

Dalam penelitian, mereka harus menjawab pertanyaan, “Apakah Anda sudah jatuh cinta dengan pasangan Anda?”

Hasilnya, sebanyak 36 persen wanita yang mengaku mulai mencintai pasangan mereka memiliki peningkatan aktivitas sistem pertahanan tubuh mereka terhadap virus. Perubahan ini terlihat jelas dibandingkan 54 persen wanita yang tidak sedang jatuh cinta pada awal penelitian ini dimulai.

Hal ini mungkin disebabkan oleh pelepasan hormon oksitosin ketika Anda jatuh cinta dan berada di dekat pasangan. Hormon tersebut dapat membuat fungsi sistem imun menjadi lebih baik melalui koordinasi aktivitas jaringan neuroendokrin, yaitu aktivitas sistem saraf pusat di otak yang terkoordinasi dengan hormon oksitosin dalam peningkatan sistem imun tubuh.

Ketika orang-orang sedang merasakan jatuh cinta, mereka lebih tahan menghadapi serangan penyakit karena perasaan tersebut dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh mereka.

Tidak semua orang merasakan jatuh cinta setiap saat. Meskipun demikian, Anda tetap dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan mendapat manfaat kesehatan dari jatuh cinta dari orang di sekitar Anda. Misalnya, hubungan positif dan dekat dalam sebuah keluarga atau pertemanan pun memberikan efek yang hampir serupa seperti jatuh cinta.

Perlakuan sederhana seperti bersentuhan, memegang tangan, atau berpelukan membantu Anda terhubung dengan orang lain. Kabar baiknya lagi, hal ini juga mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan mencegah penyakit.

Hal ini disebabkan adanya pelepasan hormon yang sama seperti saat jatuh cinta, yaitu oksitosin, hormon yang muncul ketika Anda sedang berpelukan atau mengalami sentuhan fisik dengan orang yang Anda sayang dan merasa terkoneksi dengan Anda.

Apa pun status hubungan Anda saat itu, merasakan jatuh cinta atau tidak, mempunyai hubungan yang positif adalah hal yang penting untuk kesehatan jiwa dan raga. Bukan hanya jatuh cinta terhadap pasangan atau lawan jenis saja yang dapat meningkatkan kekebalan tubuh.

Dilimpahi kasih sayang dari orang-orang terdekat, seperti keluarga dan sahabat juga memiliki dampak serupa terhadap kesehatan. ** Baca juga: 5 Sumber Protein yang Diperlukan Saat Masuki Usia 40-an

Jatuh cinta memang dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh sehingga mereka yang sedang mengalaminya jauh dari kata sakit. Itu sebabnya, tak salah anggapan yang mengatakan bahwa jatuh cinta membawa dampak baik bagi kesehatan.(ilj/bbs)




Dampak Buruk Medsos Lebih Dirasakan Anak Perempuan

Kabar6-Saat ini penggunaan media sosial di kalangan remaja sudah seperti suatu ‘keharusan’. Padahal jika digunakan dengan cara yang kurang tepat, selain akan mempengaruhi kesehatan mental mereka, media sosial membuat remaja kurang tidur, aktivitas fisik menurun, dan meningkatkan paparan terhadap perundungan dan konten berbahaya.

“Hasil penelitian memperlihatkan bahwa media sosial tidak berbahaya, tetapi penggunaannya yang sering akan mengganggu kegiatan yang baik untuk kesehatan mental seperti tidur dan berolahraga,” kata Russel Viner, penulis studi dari UCL Great Ormond Street Institute of Child Health.

Penelitian tersebut, melansir tempo.co, juga mengungkap bahwa remaja perempuan ditemukan lebih terpapar dampak buruk media sosial, dibandingkan anak laki-laki. Tekanan psikologis yang dialami anak perempuan disebut lebih berat karena kualitas tidur yang buruk dan perundungan siber. Semakin lama, mereka menghabiskan waktu untuk media sosial, makin besar pula kesulitan yang dialami.

Kesimpulan ini didapat setelah peneliti menganalisis data dari hampir 10 ribu anak berusia 13-16 tahun di Inggris. Tim peneliti mewawancarai mereka sejak 2014 hingga 2015, dan bertanya tentang kepuasan hidup, kebahagiaan, kegelisahan, dan media sosial mereka termasuk Facebook, Instagram, WhatsApp, Twitter, dan Snapchat.

Studi itu menyarankan kepada orangtua dan penyedia layanan kesehatan fokus pada strategi untuk mengatasi perundungan siber, meningkatkan kualitas tidur, dan mendorong mereka aktif secara fisik. ** Baca juga: 5 Fakta Medis Tentang Tidur

Menurut seorang dosen psikologi klinis di University Surrey bernama Bob Patton, perubahan tersebut dapat membantu mengurangi dampak fisik dan psikologis dari media sosial.(ilj/bbs)




Penelitian Sebutkan, Saat Musim Dingin Banyak Orang yang Mendadak Bersikap Romantis

Kabar6-Udara dingin biasanya selalun identik dengan makanan atau minuman penghangat tubuh. Namun ada satu hal yang berkaitan dengan musim dingin, namun mungkin luput dari pengamatan kita.

Sebuah penelitian di Colorado, Amerika Serikat, melansir Kompas, mengungkapkan bahwa udara dingin menyebabkan seseorang lebih sensitif terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kontak fisik yang memberikan kehangatan. Penelitian ini melibatkan sejumlah mahasiswa dan mahasiswi di University of Colorado. Para partisipan diminta menjawab sejumlah pertanyaan berkaitan dengan udara dingin dan kebutuhan untuk bermesraan.

Hasilnya, mayoritas partisipan menjawab secara emosional mereka menginginkan kehangatan fisik yang didapatkan dari pasangan. Selain itu, mereka juga mengatakan bahwa di musim dingin mereka cenderung menonton film romantis ketimbang film laga atau kartun.

“Hasil riset mempelajari efek fisik dari seseorang yang sedang jatuh cinta. Mereka yang tengah kasmaran, mengalami perubahan fisik saat bersama pasangan mereka, mulai dari telapak tangan yang berkeringat, napas naik turun, dan detak jantung bergerak lebih cepat. Semua itu terasosiasi dalam satu kebutuhan akan kasih sayang,” demikian tulis Jiewan Hong, Assistant Profesor, Hong Kong University of Science and Technology, dan Yacheng Sun, Assistant Professor, University of Colorado di Boulder.

Dalam serangkaian eksperimen, pasangan peneliti ini mengatur suhu ruang menjadi lebih dingin dan menghidangkan teh panas untuk partisipan. Para partisipan diminta memilih film yang terasa pantas untuk ditonton berdasarkan suasana hati mereka.

Disebutkan, film romantis menjadi pilihan paling populer. Kondisi ini secara tidak langsung menjelaskan bahwa udara dingin memicu orang, baik pria dan wanita, untuk mencari kehangatan demi memberikan kenyamanan secara fisik serta emosional. ** Baca juga: Jika Tidak Cermat, Sayuran Rentan Terpapar Cacing Pita

Benarkah demikian? (ilj/bbs)




Detoks Media Sosial Itu Memang Dibutuhkan

Kabar6-Saat ini media sosial sepertinya sudah menjadi semacam pusat kehidupan manusia di dunia. Media sosial membantu kita untuk tetap berhubungan dengan teman-teman, mempromosikan pekerjaan, berbagi pengalaman, dan mengikuti perkembangan berita terbaru.

Lantas, bagaimana media sosial berdampak pada kesehatan mental dan fisik kita? Perlukah ‘beristirahat’ dari dunia maya? Banyak memiliki akun di media sosial tentu akan menyita banyak waktu Anda, dari mulai bangun tidur hingga tidur lagi. Namun terkadang kebiasaan ini tidak disadari telah menghabiskan waktu Anda.

Nah belakangan ini, banyak orang telah meninggalkan atau istirahat dari media sosial. Adakah tanda bahwa Anda memang butuh detoks media sosial? Melansir Pesona, berikut sejumlah tanda yang tunjukkan hal itu:

1. Tidak terkoneksi dengan hasrat hidup Anda
Bila Anda merasa tidak terhubung dengan apa yang ada di media sosial, misalnya tidak menambah inspirasi, cobalah memulai satu hari dalam seminggu tanpa media sosial. Kemudian jika merasa kurang, tambah lagi di minggu selanjutnya. Hanya Anda yang memahami betul apa kebutuhan diri sendiri.

2. Kurang perhatian kepada diri sendiri
Berselancar di dunia maya seringkali membuat Anda ‘bercermin’. Sayangnya, hal itu hanya berlangsung sesaat. Melatih cara berpikir untuk kebahagiaan diri sendiri merupakan hal yang begitu sederhana dan sekejap dapat membuat Anda lebih bersyukur dengan apa yang dimiliki selama ini.

3. Menghabiskan waktu
Siapa yang perlu waktu begitu panjang untuk memikirkan apa yang akan diunggah di akun media sosial masing-masing? Media sosial begitu luas, dan sekalinya Anda posting satu hal, maka itu akan terus terekam. Jadi, butuh pemikiran yang matang untuk melakukannya.

Dengan detoks, Anda dapat memanfaatkan waktu yang biasanya terbuang untuk berpikir mengenai postingan menjadi waktu bermain dengan anak. Atau, mungkin hanya untuk duduk bersantai sambil membaca buku.

4. Mengubah diri karena akun lain
Begitu besar pengaruh dari kekuatan sebuah akun media, kadang membuat Anda iri, cemburu, kesal, hanya dengan melihatnya. Belum lagi jika ada komentar kurang menyenangkan.

Lebih baik pertimbangkan lagi, apakah akun-akun yang diikuti memang menyenangkan hati Anda, atau sekadar membuat hati Anda panas. Hal ini bisa jadi berbahaya jika hal tersebut membuat Anda berperilaku konsumtif.

5. Kurang peka terhadap tubuh
Ini yang terkadang tidak sadari bahwa sebenarnya anggota tubuh sudah cukup lelah untuk beraktivitas, tetapi rasa ingin tahu Anda masih saja begitu besar. Jadi Anda terpaksa menguatkan mata, kemudian jempol mengarahkan ke mana Anda ingin melihat. ** Baca juga: Mitomania, Kebiasaan Berbohong yang Tidak Disadari

Berikan perhatian lebih, karena di tengah kesibukan Anda, waktu begitu mahal untuk beristirahat.(ilj/bbs)




Pria Ganteng & Wanita Cantik Sulit Punya Hubungan Cinta yang Awet?

Kabar6-Siapa sih yang tidak bangga memiliki wajah tampan atau cantik? Seorang ekonom terkenal bernama Daniel Hamermesh dalam bukunya ‘Beauty Pay’ menyebutkan, orang-orang berwajah cantik atau tampan cenderung mudah mendapat pekerjaan.

Selain itu, mereka juga bekerja lebih produktif dan menguntungkan, menerima gaji lebih besar, mendapatkan persetujuan pinjaman, menegosiasikan pinjaman dengan persyaratan yang lebih baik, dan memiliki pasangan lebih tampan atau cantik serta berpendidikan tinggi.

Namun di sisi lain, para pemilik wajah tampan dan cantik ini ternyata tidak memiliki nasib baik dalam kehidupan cinta mereka. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Harvard University, melansir Wolipop, orang-orang yang memiliki wajah dan tubuh sempurna cenderung tidak pernah bertahan lama dalam menjalani suatu hubungan. Hal ini karena daya tarik yang dimiliki pemilik wajah rupawan ini membuat mereka memiliki lebih banyak alternatif.

Disebutkan, kemungkinan pemilik wajah rupawan beralih ke alterntif-alternatif lain yang mereka miliki ini akan semakin meningkat ketika berada dalam suatu hubungan yang bagi mereka tidak memuaskan.

Hal lain, orang-orang berparas tampan dan cantik ini cenderung menghindari hal-hal sulit dalam suatu hubungan, sehingga ketika hal sulit datang, mereka akan lebih memilih kabur dan mencari alternatif lain yang memang mudah didapatkan.

Penelitian Harvard juga memeriksa dampak relasional dari daya tarik fisik seseorang. Mereka menganalisa empat riset yang sudah dilakukan mengenai topik tersebut.

Salah satu riset yang dianalisa mengungkapkan, mereka yang dinilai lebih menarik dalam buku tahunan sekolah menengah cenderung tidak memiliki pernikahan langgeng, atau menikah hanya dalam jangka waktu yang pendek. Penelitian serupa juga dilakukan pada selebriti-selebriti terkenal dan hasil yang sama. ** Baca juga: Saat Listrik Mati Lama, Ada 7 Jenis Makanan yang Sebaiknya Dibuang

Namun tentu saja tidak semua pasangan berwajah tampan dan cantik mengalami hal seperti itu, bukan? Ada banyak yang memiliki hubungan langgeng, bahkan pernikahan yang awet hingga tua.(ilj/bbs)