Kabar6-Menyikapi banyaknya rapat agenda dilingkungan Pemerintahan Provinsi Banten, dengan menggunakan fasilitas hotel yang ada di luar daerah.
Tokoh masyarakat Banten, H. Mbai Mulya Syarif menilai, seharusnya hal tersebut tidak dilakukan oleh setiap daerah yang ada di Banten dalam menjaga perputaran rupiah di daerah.
Termasuk dalam membantu keberlangsungan para pelaku usaha dan pariwisata di Banten, khususnya daerah-daerah terdampak tsunami yang kondisinya saat ini kian parah, akibat jumlah okupasinya terjun bebas pasca kejadian tsunami dan gempa yang melanda sejumlah daerah di Provinsi Banten beberapa waktu kemarin.
“Ya, saya sepakat, setiap kegiatan jangan keluar dari daerah, supaya uang itu berputar di daerah kita, jangan berputar di daerah orang lain,” kata Embay, Selasa (27/8/2019).
Sisi lain, Embay juga mengatakan, dengan diselenggarakannya rapat luar daerah tadi, akan berdampak pada cost anggaran yang harus dikeluarkan oleh daerah hanya untuk keperluan belanja sewa dan kebutuhan lainnya yang diyakini lebih mahal dibandikan jika pelaksanaannya dilakukan di daerah sendiri.
Hal itu dimaksudkan untuk menghindari terjadinya pemborosan anggaran, hanya untuk keperluan membayarkan biaya sewa hotel dan keperluan lainnya yang harus ditanggung daerah.
Sebelumnya, seperti dilakukan Pemkot Serang yang saat ini tengah menggelar rapat pembahasan Raperda tentang perubahan APBD TA. 2019 di The Media Hotel and towers, Jakarta Utara.
Atas kondisi tersebut, pihaknya mengharapkan kesadaran dari masing-masing pihak dalam menjalan setiap programnya, termasuk dalam memikirkan kondisi di daerah.
Ketua Harian Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Banten, Ashok Kumar mengatakan, pariwisata terkena dampak tsunamin kemarin saat ini kondisinya kian memprihatinkan dan membutuhkan perhatian banyak pihak.
Menurutnya, pariwisata di daerah terdampak tsunami saat ini kondisinya mati suri, jangankan untuk membayarkan kewajiban pajaknya, pihak managemen juga saat ini kondisinya kesulitan untuk membayarkan gaji pegawainya masing-masing.
Bahkan, kata dia, ada yang satu semesater ini belum digaji, bahkan ada juga yang sampai didemo karena belum sanggup membayarkan gaji pegawainya.
Lumpuhnya priwisata di Banten tadi, kata dia, tidak hanya dirasakan pengelola perhotelan saja. Namun, hingga kepada pelaku usaha ikan yang memasok hasil tangkapannya kedalam hotel, petani sayur, ternak dan masih banyak lagi.
“Kalau pengunjung hotel sepi. Nelayan ikan, tukang sayur, tukang ayam juga itu kebingungan mau kirim kemana, akibat multi efek yang ditimbulkan,” katanya.
Menurut Ashok, sampai saat ini baru dari pihak Kabupaten Serang yang selalu intens dalam mengalokasikan kegiatannya ke daerah terdampak tsunami.
**Baca juga: PHRI Nilai Pemerintah Tidak Peka Atasi Pariwisata di Daerah Terdampak Tsunami.
“Kalau sendirian (Pemkab Serang,red), akan sangat sulit untuk bisa segera membangkitkannya kembali,” katanya.
Kasubag Pengadaan Barang dan Jasa Banten, Saiful Bahri mengatakan, meski larangan penggunaan sarana hotel untuk keperluan rapat Dinas telah cabut oleh KemenpanRB beberapa waktu lalu. Namun pada kenyataannya dilapangan, kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh OPD masih dibatasi.(Den)