oleh

Jejak Sepeda Era Anies Baswedaan di DKI Jakarta Dihancurkan

image_pdfimage_print

Oleh: Achmad Nur Hidayat MPP, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute.

Kabar6-DKI Jakarta telah bertransformasi secara signifikan sejak dipimpin oleh Gubernur Anies Baswedan. Hal ini membawa Jakarta menjadi kota terbaik dalam penataan transportasi publik.

Konektifitas melalui transportasi publik, dan memberikan hak bagi pejalan kaki dan pengendara sepeda dengan optimalisasi jalan pedestrian dan jalur sepeda menjadikan konektifitas ini ramah lingkungan dan mereduksi polusi udara dari emisi karbon adalah sebuah konsep yang patut di apresiasi.

Konsep sebaik ini semestinya bisa dipertahankan dan ditingkatkan dengan memperluas jangkauannya.

Setelah Anies Baswedan mengakhiri jabatan dan digantikan oleh Pj. Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono, konsep yang baik tersebut kini mulai diganggu dengan mengaspal jalur sepeda dan pedestrian Simpang Pasar Santa.

Tentu saja langkah ini menuai banyak komentar dan kritik terutama dari koalisi sipil yang terdiri dari Koalisi pejalan kaki, komunitas bike to work (B2W), Green Peace, Road Safety Association, FDTJ (Forum Diskusi Transportasi Jakarta) dan KPBB (Komisi Penghapusan Bensin Bertimbel), namun Heru Budi seperti tidak mendengar. Penghapusan jalur sepeda jalan dan penghilangkan fasilitas pejalan terus dilakukan. Kepada siapa warga Jakarta mengadu?

Pj. Heru semestinya mempertimbangkan perjalanan panjang menjadikan Jakarta menjadi kota layak huni, accessible dan rendah emisi telah menghabiskan anggaran yang cukup besar tapi hancur dlm satu malam akibat kebijakan Pj Gubernur DKI, Heru Budi yg menghapus lajur sepeda dan fasilitas pejalan kaki di perempatan Jalan Santa.

Dalih dengan alasan rekayasa lalin karena sering macet. Namun dengan mengalihfungsikan pedestrian dan jalur sepeda bukan tindakan yang tepat karena hak pejalan kaki dan pengendara sepeda menjadi hilang, padahal ini yang sangat bermanfaat. karena jalur itu digunakan oleh pihak yg tidak mengeluarkan emisi, sehingga membuat udara bersih dan steril, tapi ini di rombak lagi menjadi jalur kendaraan.

Semestinya dicarikan solusi lain seperti manipulasi lalulintas dengan tidak menghancurkan yang sudah ada karena hal tersebut sama saja dengan membuang-buang anggaran yang pernah dikeluarkan.

Rekayasa Anies Baswedan sebenarnya cukup jitu, karena menggunakan kendaraan pribadi lebih mahal dan lebih macet maka warga diminta menggunakan alternatif baik itu transportasi publik maupun aktivita sepeda yang nyaman, aman dan sehat.

Dan justru pemanfaatan transportasi publik ini harus didorong sehingga kemacetan dapat lebih dikurangi secara signifikan.

**Baca Juga: Para Pasien RSUD Balaraja Dikunjungi Bupati Zaki

Berdasarkan TomTom Traffic Index Ranking 2021, DKI Jakarta menempati urutan ke-46 (indeks kemacetan 34 persen) dari 404 kota yang diukur dari 58 negara di enam benua.

Peringkat tersebut menunjukkan kondisi kemacetan di Jakarta terus membaik selama empat tahun terakhir. Pada 2020 lalu, DKI Jakarta menempati peringkat 31, dan pada 2019 lalu menduduki peringkat 10. Bahkan, pada 2018 dan 2017, Jakarta berada di peringkat 7 dan 4 sebagai kota termacet di dunia dengan tingkat kemacetan mencapai 61 persen.

Jabatan Heru Budi hanya sebentar namun tindakan adalah berbahaya bagi keberlanjutan kota jakarta, Jika membangun namun dengan menghancurkan. Pembangunan tentunya harus sustainable sehingga ada improvement yang lebih baik. Jika dihancurkan maka akan menjadi sebuah kemunduran sehingga perjalanan kearah Jakarta yang ideal menjadi lebih lama. (Red)

Print Friendly, PDF & Email