oleh

Hantu PHK 2024/2025 dan Cara Mengatasi Bagi Pemerintah Baru

image_pdfimage_print

Kabar6 – Fenomena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang terjadi secara signifikan di berbagai sektor ekonomi Indonesia semakin mengkhawatirkan. Hingga akhir September 2024, tercatat lebih dari 50 ribu pekerja kehilangan pekerjaan mereka.

Tren ini tidak hanya mengindikasikan lemahnya kondisi ekonomi, tetapi juga menggambarkan tantangan besar yang harus dihadapi oleh pemerintah baru yang akan memimpin negara. Jika tidak ditangani dengan bijak, gelombang PHK dapat menjadi “hantu” yang menghantui masa depan ekonomi Indonesia dalam jangka panjang.

Oleh karena itu, strategi pemulihan dan pencegahan perlu dirumuskan untuk mengatasi masalah ini secara sistematis.

Akar Masalah PHK

Meningkatnya jumlah PHK di Indonesia tidak bisa dilihat hanya sebagai fenomena biasa dalam siklus ekonomi. Ada beberapa faktor yang menjadi pemicu terjadinya gelombang PHK ini. Salah satu faktor utamanya adalah perlambatan ekonomi global, di mana ketidakpastian di pasar dunia, seperti perang dagang dan fluktuasi harga komoditas, berdampak pada ekspor Indonesia.

** Baca Juga: Menilai Ulang Pelemahan Rupiah: Antara Fundamental Ekonomi dan Opini Publik

Akibatnya, perusahaan yang bergantung pada pasar internasional mengalami tekanan keuangan, memaksa mereka untuk mengurangi biaya operasional, termasuk dengan melakukan PHK.

Selain itu, di tingkat domestik, ketidakpastian kebijakan dalam transisi pemerintahan seringkali membuat investor dan pengusaha bersikap hati-hati dalam mengambil keputusan bisnis. Isu lain seperti perubahan regulasi pajak, upah minimum, dan biaya energi turut menambah beban bagi dunia usaha, terutama perusahaan kecil dan menengah.

Akibatnyaa, banyak perusahaan yang memilih untuk mengurangi tenaga kerja agar dapat bertahan di tengah tekanan ekonomi yang semakin kuat.

Tidak hanya itu, digitalisasi dan otomatisasi juga memainkan peran dalam menggeser lapangan kerja konvensional. Sektor-sektor seperti manufaktur dan jasa mulai menggantikan tenaga kerja manusia dengan teknologi otomatis untuk meningkatkan efisiensi.

Sementara tren ini membawa dampak positif bagi produktivitas, di sisi lain, hal ini juga mempercepat terjadinya PHK, terutama bagi pekerja yang keterampilan teknologinya terbatas.

Dampak Ekonomi yang Mengerikan

Gelombang PHK yang semakin meluas memiliki dampak ekonomi yang cukup serius. Penurunan daya beli masyarakat adalah salah satu akibat paling langsung. Ketika pekerja kehilangan pekerjaan, mereka tidak lagi memiliki pendapatan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, yang pada akhirnya menyebabkan penurunan konsumsi rumah tangga.

Ini bisa memperlambat laju pertumbuhan ekonomi nasional, karena konsumsi masyarakat merupakan salah satu kontributor terbesar terhadap PDB Indonesia.

** Baca Juga: Pemkot Tangsel Raih Predikat Opini WTP ke-10

Selain itu, angka pengangguran yang meningkat juga akan memberikan tekanan pada anggaran negara. Pemerintah harus mengalokasikan lebih banyak dana untuk bantuan sosial dan program ketenagakerjaan.

Jika tidak ditangani dengan baik, peningkatan pengangguran dapat menciptakan masalah sosial yang lebih besar, seperti meningkatnya angka kemiskinan dan ketidakstabilan sosial.

Dari sisi investasi, meningkatnya jumlah PHK juga bisa mengurangi kepercayaan investor. Investor melihat gelombang PHK sebagai tanda ketidakstabilan ekonomi, yang dapat mengurangi minat mereka untuk menanamkan modal di Indonesia.

Padahal, investasi merupakan salah satu faktor kunci dalam menjaga pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja baru.

Solusi bagi Pemerintah Baru

Pemerintah baru harus mampu memberikan solusi yang komprehensif dan berkelanjutan untuk menghadapi hantu PHK yang mengancam stabilitas ekonomi. Salah satu langkah strategis yang dapat diambil adalah meningkatkan lapangan kerja melalui investasi produktif.

Pemerintah perlu menciptakan lingkungan yang kondusif bagi investasi, baik domestik maupun asing, dengan memberikan insentif pajak bagi industri yang mampu menciptakan banyak lapangan kerja. Selain itu, pemerintah juga dapat mendorong pengembangan sektor-sektor unggulan seperti pariwisata, teknologi, dan energi terbarukan. Investasi di bidang infrastruktur juga perlu ditingkatkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan membuka lapangan kerja baru.

Selain investasi, pemerintah baru juga harus fokus pada peningkatan keterampilan tenaga kerja. Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi pekerja di era digitalisasi adalah otomatisasi, yang menggeser pekerjaan konvensional. Oleh karena itu, program pelatihan ulang (reskilling) dan peningkatan keterampilan (upskilling) harus diprioritaskan. Dengan menyediakan pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan pasar, pemerintah bisa memastikan bahwa para pekerja yang terkena dampak PHK dapat beradaptasi dan kembali bekerja di sektor lain yang sedang berkembang.

** Baca Juga: Usung Reformasi Ketenagakerjaan, Airin-Ade Dapat Dukungan Serikat Pekerja dan Buruh

Di sisi lain, pemerintah juga harus memperkuat jaringan perlindungan sosial untuk korban PHK. Selama masa transisi, pekerja yang kehilangan pekerjaan membutuhkan dukungan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.

Pemerintah dapat memperkuat program-program jaminan sosial seperti bantuan tunai, asuransi pengangguran, dan jaminan kesehatan, agar para pekerja tetap dapat bertahan hingga mereka mendapatkan pekerjaan baru. Jaminan sosial ini juga penting untuk menjaga kestabilan sosial di tengah meningkatnya pengangguran.

Selain itu, reformasi kebijakan ketenagakerjaan juga diperlukan untuk menciptakan ekosistem ketenagakerjaan yang lebih dinamis. Regulasi ketenagakerjaan perlu ditinjau ulang, terutama yang terkait dengan upah minimum dan perlindungan tenaga kerja, untuk mendukung perusahaan dalam menghadapi tantangan ekonomi tanpa mengorbankan hak-hak pekerja.

Dengan kebijakan ketenagakerjaan yang lebih fleksibel dan adaptif, diharapkan perusahaan dapat lebih berani dalam melakukan perekrutan tenaga kerja, sekaligus mempertahankan keberlangsungan bisnisnya di tengah tekanan ekonomi.

Terakhir, diversifikasi ekonomi menjadi salah satu solusi jangka panjang yang harus diprioritaskan. Ketergantungan Indonesia pada sektor-sektor tertentu, seperti komoditas, membuat ekonomi nasional rentan terhadap guncangan eksternal. Oleh karena itu, pemerintah perlu mendorong pengembangan sektor-sektor lain yang memiliki potensi pertumbuhan tinggi, seperti ekonomi digital, agribisnis modern, dan industri kreatif. Dengan diversifikasi ekonomi, risiko dampak negatif dari krisis global dapat diminimalisir, dan Indonesia akan memiliki fondasi ekonomi yang lebih kuat dan berkelanjutan di masa depan.

Hantu PHK yang menghantui perekonomian Indonesia harus segera ditangani oleh pemerintah baru. Dengan kombinasi kebijakan proaktif dan strategis, pemerintah bisa memulihkan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, serta meningkatkan daya saing tenaga kerja Indonesia di era globalisasi dan digitalisasi. Kunci keberhasilannya terletak pada ketepatan dalam mengidentifikasi akar masalah, keberanian dalam mengambil langkah-langkah reformasi, dan komitmen untuk memastikan bahwa ekonomi Indonesia kembali pada jalur pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan. (Achmad Nur Hidayat,Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta)