Kabar6-Undang-undang tentang narkotika perlu direvisi. Sejumlah ketentuan yang “karet” harus ditinjau ulang. Selama ini, ketentuan dalam payung hukum tersebut tidak bisa membedakan antara pengguna dengan pengedar dengan jelas.
Demikian diungkapkan Halimah Humayrah Tuanaya, dosen pidana Fakultas Hukum Universitas Pamulang, Kota Tangerang Selatan, lewat keterangan tertulis yang diterima kabar6.com, Selasa (27/12/2022).
“Padahal hukum pidana harusnya rigid (kaku),” ungkapnya. Temuan oleh Polres Tangsel belum lama ini, Halimah bilang, merupakan gambaran kebijakan penanganan peredaran gelap narkotika secara nasional.
Menurutnya, harus ada evaluasi penanganan peredaran gelap narkotika. Pemerintah bisa membentuk tim independen yang terdiri dari unsur pemerintah dan juga masyarakat untuk mengaudit penanganan peredaran gelap narkotika itu.
Hasil audit dijadikan dasar untuk melakukan evaluasi, apakah sudah tepat penanganan dengan pendekatan perang terhafap narkotika (War on Drugs) yang selama ini dipakai di Indonesia.
Jika undang-undang narkotika direvisi, lanjut Halimah, maka akan jelas siapa pengguna dan siapa pengedar. Sehingga pendekatan yang digunakan menjadi tepat sasaran.
“Bukan semata semangat mempidanakan, tetapi merehabilitasi,” jelasnya.
**Baca juga: Polres Tangsel Periksa 4 Orang Soal Dugaan Kasus Sodomi di Ponpes Pondok Aren
Selanjutnya perlu ada pengawasan yang ketat dalam melakukan penanganan perkara narkotika oleh aparat penegak hukum. idak bisa dipungkiri, banyak polisi yang juga menjadi pengedar narkotika.
“Kita masih ingat, Irjen Teddy Minahasa sudah ditetapkan menjadi tersangka peredaran narkotika. Tidak tanggung-tanggung, kasus yang menjerat jenderal itu juga telah menyeret setidaknya empat orang polisi lainnya,” tegas Halimah.(yud)