1

Demi Kesehatan Mental, Wanita AS yang Lelah Tunggu Jodoh Ini Lakukan Bulan Madu Sendiri

Kabar6-Brittany Allyn (37) akhirnya memutuskan untuk melakukan ‘bulan madu solo’ setelah lelah menunggu jodoh. Wanita asal Amerika Serikat (AS) ini bersumpah untuk berhenti bergantung pada pria agar dirinya bahagia. Hal ini juga dilakukan demi kesehatan mentalnya.

Pada 2022 lalu, melansir Independent, Allyn melakukan perjalanan ke London dan membekukan sel telurnya, sebelum memesan liburan impiannya ke Prancis dan Italia. Sejak itu, Allyn menjalani kehidupan lajang terbaiknya.

“Pernikahan itu luar biasa. Anak-anak itu luar biasa, tetapi ini bukan solusi yang sempurna dan sangat sulit, tidak semua orang mendapatkan pernikahan yang sempurna atau, Anda tahu, anak yang sempurna,” kata Allyn.

Wanita itu bercerita sempat memiliki hubungan dengan seorang pria dan memiliki mimpi membangun keluarga kecil yang harmonis. Namun setelah putus, ia tak lagi memiliki minat besar untuk menikah.

Allyn menyadari bulan madu tidak boleh terbatas pada pasangan yang sudah menikah. Sejak melakukan perjalanannya, Allyn telah memposting perjalanannya di media sosial dan menjadi motivasi bagi wanita lajang lain.

“Orang-orang sangat menyukai konten itu, saya pikir saya mungkin memiliki ribuan pesan tentang wanita yang merencanakan me-moon mereka sendiri,” ujar Allyn. “Sangat keren mengetahui hal itu menginspirasi wanita untuk melakukan perjalanan solo, dan menurut saya Anda tidak akan menyesalinya.”

Menurut Allyn, dia telah menunda impian menjadi seorang ibu untuk saat ini dan memilih untuk berkeliling dunia. “Pembekuan telur di Amerika sangat mahal dan biasanya hanya perusahaan teknologi besar atau perusahaan besar yang menutupinya,” ungkap Allyn.

Diungkapkan, pertama kali mencoba membekukan sel telur, obatnya tidak bekerja dan dia harus berhenti meminumnya. Namun hal itu tidak menghalanginya untuk membekukan sel telur. ** Baca juga: Kondisi Langka, Tubuh Seorang Pria di Florida Bisa Produksi Alkohol Sendiri

“Tubuh saya tidak menyerap obat dengan benar, folikel saya tidak tumbuh, jadi setelah delapan hari, saya harus berhenti. Mudah-mudahan musim semi ini dan mungkin musim gugur mendatang juga saya akan mencoba membekukan lagi dan begitu saya melakukannya, saya pikir saya benar-benar akan memiliki banyak ketenangan pikiran,” kata Allyn lagi.(ilj/bbs)




Tak Hanya Nyaman, Kenakan Underwear yang Bagus pun Baik untuk Kesehatan Mental

Kabar6-Pakaian dalam atau underwear, secara historis dipandang hanya untuk keuntungan pasangan. Namun kini, kita berada di masa ketika kaum hawa memberdayakan diri mereka sendiri. Wanita akan mengenakan pakaian dalam yang bagus kapan pun mereka mau, untuk apa yang mereka inginkan.

Namun tidak semua orang menyukai pakaian dalam yang bagus atau mewah. Penelitian empiris terbatas tentang hubungan psikologis dengan pakaian dalam, melansir Huffpost, menunjukkan bahwa banyak orang mendapatkan dorongan kesehatan mental dengan mengenakan pakaian dalam yang bagus dalam kehidupan sehari-hari, bahkan ketika mereka tidak aktif secara seksual. Berikut uraiannya:

1. Mengenakan pakaian dalam yang bagus meningkatkan kepercayaan diri
Mengenakan pakaian dalam berkualitas meningkatkan kepercayaan diri dan harga diri, bahkan jika tidak ada yang melihatnya.

Mereka percaya diri dapat membuat diri mereka tampil lebih menarik secara fisik, karena masing-masing orang cenderung berdiri, berjalan, berbicara, dan menggerakkan tangan secara berbeda.

Kepercayaan diri dapat membuat diri kita tampak lebih persuasif dan dikaitkan dengan tampilan seksi, yang tergantung pada tujuan, mungkin bisa meningkatkan harga diri dan meningkatkan kesejahteraan mental.

Mengenakan pakaian dalam yang bagus dapat membangkitkan perasaan feminitas, kebebasan seksual, dan kekuatan. ** Baca juga: Penelitian: ‘Balikan’ dengan Mantan Punya Efek Buruk Bagi Kesehatan

2. Memberi ruang berekspresi dengan bebas sesuai identitas diri
Pakaian adalah kulit kedua dan tampilan luar dari identitas masing-masing orang. Identitas sosial diarahkan ke dunia luar, sedangkan identitas pribadi diarahkan ke bagaimana perasaan kita tentang diri sendiri.

Pakaian dalam memberikan kesempatan untuk mengekspresikan keinginan dan naluri batin, bebas dari kekhawatiran tentang penilaian atau campur tangan orang lain.

Kebebasan ini dapat menjadi terapi bagi pemakainya karena memungkinkan mereka mengenakan pakaian dalam dengan gaya yang merupakan cerminan sejati dari kreativitas dan selera pribadi mereka.

3. Bisa jadi bentuk perawatan diri
Membeli dan mengenakan pakaian dalam yang bagus bisa jadi perawatan diri dan cara mencintai diri sendiri, terutama ketika tidak ada orang yang melihat, karena mereka benar-benar hanya melakukannya untuk diri mereka sendiri.

Berusaha secara sadar untuk merasa dan berpenampilan menarik, entah itu dengan pakaian dalam, perona mata, atau kaus kaki, adalah cara untuk merawat diri sendiri.

4. Mendapatkan rasa kendali
Mengenakan pakaian dalam berkualitas di balik pakaian juga dapat menciptakan rasa kekuatan dan kendali.

5. Menemukan validasi internal
Merasa nyaman dengan apa yang kamu kenakan, meski tidak terlihat, memungkinkan Anda merasakan validasi secara internal daripada mencarinya dari orang lain.

Bagaimana dengan Anda?(ilj/Ilus)




‘Me Time’ Penting untuk Kesehatan Mental

Kabar6-Menurut sebuah studi yang dilakukan para peneliti di University of Buffalo, AS, memiliki waktu berkualitas untuk diri sendiri atau yang dikenal dengan sebutan ‘me time’, meski hanya sebentar ternyata sangat bermanfaat.

“Me time dapat mengurangi stres dan risiko depresi dan kecemasan dengan lebih cenderung melakukan aktivitas kreatif,” ungkap Dr. Julie Bowker, ketua penelitian.

Penelitian yang dilakukan pada hampir 300 responden itu, melansir Orami, menunjukkan bahwa sebagian besar mereka mengatakan privasi sangat penting. Para responden tersebut juga memaparkan bagaimana mereka menyukai kesendirian, dan bagaimana waktu itu cenderung dihabiskan.

Para responden memilih menghabiskan waktu sendiri dengan menjadi lebih kreatif ketimbang tidak melakukan me time. Banyak responden memilih sendirian karena hal itu memberikan kesempatan mereka mengerjakan kegiatan kreatif. Beberapa dari mereka juga diketahui, meski tetap melakukan sosialisasi, lebih memilih memperbanyak waktu untuk sendiri.

“Kreativitas mengurangi stres dengan membantu kita mencapai keadaan di mana otak bekerja pada efisiensi optimal. Dan otak kita melepaskan dopamin untuk memberi penghargaan kepada kita karena menciptakan dan memecahkan masalah dalam prosesnya,” papar Dr. Bowker.

Pada masanya, pengurangan stres terbukti dapat menerjemahkan kesehatan jantung yang lebih baik dan mengurangi risiko demensia. Sejauh ini, berbagai studi telah menyatakan bahwa interaksi sosial memainkan peran sentral dalam kesehatan mental dan fisik. Namun berada dalam keramaian bukanlah lingkungan yang paling kondusif bagi aktivitas kreatif.

Karena itu, tidak dapat dipungkiri, setiap orang membutuhkan istirahat dari hiruk-pikuk ruang publik. Sayang, baru sedikit penelitian yang telah mendokumentasikan manfaat kesehatan nyata dari me time.

Penelitian sebelumnya mengungkapkan, me time tidak selalu buruk bagi kesehatan mental. Namun studi terbaru ini adalah yang pertama kali mengungkapkan jika me time dapat secara aktif memperbaiki kesehatan mental dengan mendorong kreativitas.

Tapi Bowker menekankan, me time untuk kesehatan mental bukanlah terkait dengan memilih kesendirian karena takut. “Mereka mendapatkan interaksi (sosial) yang cukup sehingga ketika mereka sendirian, mereka dapat menikmati kesendirian itu,” katanya.

Memiliki waktu untuk sendiri dan sejenak terlepas dari interaksi dengan orang lain dapat membuat individu tersebut menemukan kreativitasnya. Hal ini seperti yang kita lihat pada profesi seni atau akademisi.

Secara anekdot, para psikolog telah mengamati bahwa jumlah waktu yang tepat dapat bermanfaat dalam jangka panjang, mengurangi risiko depresi dan meningkatkan empati.

Studi ini memberikan temuan ilmiah bahwa interval waktu sendiri yang disengaja memiliki manfaat yang dapat lebih dirasakan langsung untuk pemikiran dan aktivitas kreatif. ** Baca juga: 5 Diet yang Tak Hanya Turunkan Berat Badan Tapi Bantu Tingkatkan Imunitas

Meski begitu, Bowker juga mengungkapkan bahwa bukan berarti lebih menyukai untuk selalu menyendiri adalah hal terbaik. Karena terlalu sering menyendiri dapat digolongkan dalam perilaku antisosial, yang mana mungkin membawa seseorang pada hal yang lebih mengkhawatirkan.

Orangtua, guru dan psikolog perlu mewaspadai perilaku antisosial pada anak-anak karena dapat menimbulkan kerusakan dan kegagalan hubungan sosial seumur hidup.

“Orang yang pemalu dan menghindar mungkin tidak dapat menggunakan waktu kesendirian mereka dengan bahagia dan produktif. Hal ini mungkin karena mereka terganggu oleh kognisi negatif dan ketakutan mereka,” imbuh Bowker.

Yuk, sempatkan diri untuk me time.(ilj/bbs)




Meeting Online Secara Berlebihan Berdampak pada Kesehatan Mental?

Kabar6-Selama pandemi COVID-19 banyak karyawan yang menjalankan work from home, termasuk juga mengadakan meeting dari rumah yang dilakukan secara online, lewat aplikasi video conference baik pada ponsel ataupun laptop.

Bagian wajah yang berada pada layar, mau tak mau menjadi pusat perhatian saat sedang melakukan meeting online. Bagi sebagian peserta, hal ini menimbulkan rasa tidak nyaman saat melihat wajah mereka pada layar. Bahkan, melakukan meeting online secara tak langsung bisa memengaruhi cara seseorang melihat dan mengkritik diri sendiri.

Meeting online, melansir Dreamers, bisa berdampak bagi kesehatan mental dan citra tubuh seseorang ketika digunakan secara berlebihan. “Sungguh melelahkan untuk merasa seperti kita harus berusaha lebih keras untuk hadir secara mental dalam pertemuan di mana kita tidak secara fisik tidak melakukannya. Rapat yang diadakan secara online meningkatkan beban kognitif karena menuntut banyak kapasitas dan upaya sadar,” ungkap Dr Martina Paglia, psikolog di The International Psychology Clinic.

Selama meeting online, Anda harus menjaga momentum agar dapat berjalan baik tanpa ada gangguan ataupun kegagalan teknologi yang membuat energi semakin terkuras.

“Pertemuan tatap muka adalah mekanisme penting untuk komunikasi dan menjaga lingkungan yang sehat. Ini cara yang bagus untuk memperkenalkan perasaan, emosi, sikap, gerak tubuh, dan postur kita secara non-verbal. Namun pada rapat virtual, kami perlu melakukan lebih banyak upaya untuk tetap aktif,” terang Dr. Paglia.

Jika mengalami hal ini dan dibiarkan, maka penggunaan media sosial dan platform konferensi yang berlebihan dapat merusak tingkat produktivitas, kehilangan fokus, dan menurunkan mood. ** Baca juga: Kenali Tanda Tubuh Kurang Olahraga

Studi yang mempelajari hubungan antara penggunaan media sosial dengan perasaan depresi dan kesepian menunjukkan, penggunaan platform sosial yang lebih sedikit dapat sangat meningkatkan harga diri dan kesejahteraan seseorang.(ilj/bbs)




Memaafkan Orang yang Berbuat Salah Punya Efek Positif Bagi Kesehatan Mental

Kabar6-Harus diakui, memaafkan memang bukanlah hal yang mudah, terlebih apabila orang tersebut sangat menyakiti Anda. Namun tahukah Anda, menyimpan dendam juga akan berdampak buruk pada kesehatan mental?

Ya, memaafkan kesalahan seseorang memiliki sejumlah efek positif. Melansir magforwomen, ada sejumlah alasan mengapa Anda sebaiknya memaafkan orang yang telah berbuat salah.

1. Anda menyakiti diri sendiri
Saat Anda berpikir negatif mengenai seseorang dan terus teringat akan rasa sakit hati yang disebabkan oleh orang tersebut, maka Anda juga akan menyakiti diri sendiri. Hal ini karena apa yang Anda lakukan tidak akan membuat orang tersebut sadar akan kesalahannya.

Rasa dendam Anda tidak akan berpengaruh padanya. Sebaliknya, Anda adalah satu-satunya pihak yang dirugikan. Orang yang menyakiti Anda bahkan tidak pernah memikirkan mengenai Anda dan perbuatan yang telah dilakukannya. Jadi, Anda sudah menyia-nyiakan waktu dan energi hanya karena memikirkan berbagai hal yang tidak mungkin berubah.

2. Anda membiarkan orang tersebut selalu ada dalam pikiran
Memikirkan orang yang bersalah pada Anda atau kesalahannya tidak hanya dapat menyakiti diri Anda sendiri, tetapi juga akan membuat orang tersebut terus berada dalam ingatan Anda.

Hal ini tidak akan menyelesaikan permasalahan yang ada, dan tidak membuat Anda menjadi lebih kuat, tetapi justru akan menyebabkan hal yang sebaliknya.

3. Dendam dapat berpengaruh buruk pada kesehatan
Terus merasa khawatir atau memikirkan sesuatu dapat berbahaya bagi kesehatan mental dan fisik Anda. ** Baca juga: Hindari Kebiasaan Ngemil dengan Cara Sederhana

4. Membuat Anda terbebas dari stres dan rasa khawatir
Dengan memaafkan seseorang yang bersalah, Anda pun akan terbebas dari rasa khawatir dan kesal. Memaafkan juga membuat orang yang bersalah pada Anda tersebut menyadari kesalahannya.

Bila Anda sulit memaafkan orang lain, maka mengetahui bahwa memaafkan lebih baik daripada menyimpan dendam mungkin dapat membantu.(ilj/bbs)




Tidak Konsumsi Karbohidrat Sama Sekali Selama Diet Berdampak Buruk pada Kualitas Kesehatan

Kabar6-Ada banyak jenis diet yang dapat dilakukan untuk Anda yang mengalami kelebihan berat badan, atau ingin memiliki berat badan yang ideal. Salah satunya adalah diet rendah karbohidrat, yang tidak mengonsumsi makanan berkarbohidrat sama sekali.

Menurut ahli diet dan nutrisi bernama Cynthia Sass, MPH, RD, diet rendah karbohidrat bisa lebih ketat daripada diet keto. Menurunkan berat badan, dikatakan Sass, tidak memerlukan batasan karbohidrat yang ekstrem.

Justru, melansir womantalk, efek samping menghilangkan makanan berkarbohidrat bisa sangat berdampak pada kualitas hidup dan kesehatan. Apa saja dampak buruk yang dimaksud?

1. Kehilangan nutrisi penting
Tidak mendapatkan asupan karbohidrat, berarti tubuh juga tidak mendapatkan vitamin, mineral, antioksidan, serat, prebiotik, dan bahkan lemak sehat. Belum ada multivitamin atau suplemen bubuk yang mampu menggantikannya.

Jika tubuh kekurangan semua nutrisi ini, Anda akan mengalami fungsi kekebalan yang menurun, gangguan kesehatan kognitif, dan peningkatan risiko penyakit kronis, termasuk penyakit jantung dan Alzheimer.

2. Kesehatan pencernaan jadi buruk
Asupan serat yang direkomendasikan adalah 25 gram per hari, yang hanya bisa didapat dari makanan berkarbohidrat. Di antara banyaknya manfaat serat, ada jenis serat tertentu yang berperan sebagai prebiotik dan berfungsi sebagai makanan bagi bakteri usus untuk mendukung pencernaan yang baik.

Jika kesehatan pencernaan buruk, Anda bisa mengalami penurunan kekebalan tubuh, lebih berisiko mengalami peradangan, dan bahkan menganggu kesehatan mental.

3. Menderita flu keto parah
Flu keto adalah kondisi di mana otak yang biasanya menggunakan hingga 60 persen dari semua karbohidrat yang dimakan, harus beradaptasi dengan sumber bahan bakar yang berbeda, sehingga menyebabkan sakit kepala, kabut otak, mudah tersinggung, pusing, mual, dan nyeri otot.

Hanya dengan mengurangi asupan karbohidrat ini saja, Anda sudah bisa menderita ini. Jadi, bisa dibayangkan bagaimana jika Anda benar-benar menghilangkannya.

4. Efek samping sosial dan psikologis
Diet apa pun sebenarnya membuat acara makan di luar menjadi tantangan. Sass memiliki banyak klien yang lebih memillih menghindari pertemuan, menyebabkan mereka menjadi obsesif, takut akan makanan, bahkan mengalami rasa bersalah yang ekstrem dan depresi.

Nah, kebalikan dari diet, pola makan nabati yang mencakup asupan karbohidrat sehat justru dikaitkan dengan peningkatan kesehatan mental, termasuk depresi. ** Baca juga: Hindari Kebiasaan Makan yang Justru Turunkan Imun Tubuh

Jadi, dengan segala dampak buruk yang bisa dirasakan tersebut, Sass menyarankan untuk tidak ‘memotong’ atau menghilangkan sama sekali sumber karbohidrat dengan melakukan diet tadi, meski ingin menurunkan berat badan. Lebih baik pilih pola makan sehat.(ilj/bbs)




Tidak Hanya Fisik, Kesehatan Mental pun Perlu Diperhatikan

Kabar6-Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kesehatan mental adalah kondisi sejahtera di mana setiap individu bisa mewujudkan potensi mereka sendiri.

Kesehatan mental dipengaruhi oleh peristiwa dalam kehidupan yang meninggalkan dampak besar pada kepribadian dan perilaku seseorang.

Peristiwa-peristiwa tersebut dapat berupa kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan anak, atau stres berat jangka panjang. Sayangnya, kesadaran sebagian masyarakat terhadap pentingnya menjaga kesehatan mental masih kurang.

Lantas, mengapa kesehatan mental juga perlu diperhatikan? Melansir idntimes, berikut uraiannya:

1. Mental dapat pengaruhi kesehatan fisik seseorang
Menurut sebuah penelitian, depresi mampu meningkatkan risiko penyakit arteri koroner. Dalam penelitian yang berjudul ‘Depression and Coronary Artery Disease’ tersebut juga dikatakan bahwa depresi dan arteri koroner memiliki hubungan dua arah.

Penelitian itu membuktikan, kesehatan mental dan kesehatan fisik sangat berkaitan satu sama lain. Jika pikiran tenang tanpa beban yang menumpuk, otomatis Anda akan lebih bergairah dan bersemangat dalam menjalani aktivitas sehari-hari.

Sebaliknya, jika dalam kondisi dengan pikiran yang menumpuk, hal tersebut akan membuat Anda malas bergerak dan hanya bermalas-malasan di tempat tidur. Jika dibiarkan, tentunya hal tersebut dapat mengganggu kesehatan fisik.

2. Orang yang memiliki masalah kesehatan mental cenderung mengganggu orang disekitarnya
Ketika seseorang memiliki masalah pada kesehatan mental, maka mereka tidak akan sepenuhnya memiliki kondisi batin yang tentram dan tenang. Mereka tidak bisa menikmati kehidupan sehari-hari dan menghargai orang lain di sekitarnya.

Bahkan, mereka cenderung mengganggu orang lain disekitarnya yang mungkin akan menimbulkan sebuah masalah fatal. Jadi, ketika Anda merasa bahwa kesehatan mental sedang mengalami masalah, tidak ada salahnya menemui psikolog untuk membantu menangani hal tersebut.

3. Masalah kesehatan mental dapat memicu seorang remaja untuk melakukan berbagai tindakan negatif
Penelitian menunjukkan, saat remaja otak akan berkembang lebih besar, artinya otak mampu menangkap segala sesuatu untuk dikonversikan sebagai tindakan. Lingkungan sosial sangat berpengaruh besar di dalam kasus ini.

Sebagian besar remaja mengalami depresi dan kecemasan. Hal ini sangat umum terjadi di kalangan remaja. Di awal usia 20-an, remaja lebih sensitif untuk terkena gangguan mental.

Bahkan, remaja lebih berpotensi untuk mengalami gangguan mental seperti masalah sekolah, kuliah, kurang tidur, bermain, dan percintaan. Tak jarang pula para remaja ini memilih untuk mengonsumsi obat-obatan dan alkohol untuk melupakan masalahnya.

4. Jika kesehatan mental baik, maka Anda bisa menjalani kehidupan dengan penuh tanggung jawab dan percaya diri
Menjalani kehidupan degan baik memang bukanlah pekerjaan yang mudah.

Seringkali Anda mungkin bekerja secara ambisius, asal-asalan, malas dan sebagainya. Alhasil, Anda mendapatkan masalah yang akhirnya membuat kesehatan mental jadi terganggu. Oleh karena itu, penting bagi Anda untuk menjaga kesehatan mental.

Ketika kesehatan mental tidak terganggu, hal tersebut bisa menyebabkan seseorang memiliki kepribadian yang baik dan tentunya bisa menjadi lebih bijaksana.

Mereka yang bermental sehat, tidak memiliki hambatan apa pun untuk berpikir dan bertindak. Seseorang yang bermental sehat juga cenderung percaya diri. ** Baca juga: Langkah Aman Olahraga di Tempat Umum Selama New Normal

Jadi jangan hanya fisik, kesehatan mental pun harus diperhatikan.(ilj/bbs)




Berada di Alam Bebas Berikan Efek Positif untuk Otak dan Kesehatan Mental

Kabar6-Sebuah studi yang diterbitkan dalam The Journal of Positive Psychology pada 2018 menemukan, menghabiskan lima menit di luar rumah dikaitkan dengan peningkatan suasana hati yang signifikan.

Ada lima cara, melansir tempo.co, yang dapat memengaruhi otak Anda saat berada di alam bebas. Apa sajakah itu?

1. Kesehatan mental
Sebuah studi jangka panjang yang diterbitkan dalam Environmental Science & Technology pada 2014 menemukan, rata-rata orang yang pindah ke area lebih hijau mengalami peningkatan segera dalam kesehatan mental dan kurang tekanan mental.

Peningkatan kesehatan mental juga tahan lama, mempertahankan efeknya bahkan tiga tahun setelah pindah. Studi ini menambah bukti yang berkembang dalam mendukung mengintegrasikan lebih banyak ruang hijau seperti taman umum di kota-kota untuk meningkatkan kesehatan masyarakat.

“Temuan ini penting bagi perencana kota yang berpikir tentang memperkenalkan ruang hijau baru ke kota-kota kami, menyarankan mereka dapat memberikan manfaat jangka panjang dan berkelanjutan bagi masyarakat lokal,” kata Dr. Ian Alcock, pemimpin peneliti.

2. Kurangi depresi
Sebuah studi yang diterbitkan di PNAS pada 2015 menemukan, peserta yang berjalan selama 90 menit melalui taman hijau di kampus, dibandingkan berjalan di dekat jalan raya di dekatnya, menunjukkan otak yang ‘lebih tenang’ dan kurang memperhatikan aspek negatif dari kehidupan mereka dalam pemindaian otak lanjutan dan kuesioner.

Mereka juga mengalami penurunan aktivitas di korteks prefrontal subgenual, area otak yang terkait dengan depresi. Pada dasarnya, berjalan di alam terbukti memiliki efek positif yang hampir langsung pada suasana hati secara keseluruhan.

3. Tingkatkan kesehatan secara keseluruhan
Sebuah analisis mendalam dari 143 studi yang diterbitkan pada 2018 di Environmental Research, menemukan bahwa manfaat kesehatan dari ruang hijau pada manusia termasuk peningkatan detak jantung dan tekanan darah, penurunan yang signifikan secara statistik dalam kadar kolesterol, peningkatan durasi tidur dan hasil neurologis.

Mereka juga terkait dengan pengurangan dalam prevalensi diabetes tipe II, mortalitas kardiovaskular, dan mortalitas keseluruhan.

4. ‘Tingkat’ alam yang berbeda dapat miliki efek yang berbeda
Para peneliti menemukan bahwa mengunjungi kedua lingkungan hijau sangat membantu dalam mengurangi tanda stres fisik dan psikologis pada peserta, tetapi orang-orang di hutan belantara melaporkan penurunan tingkat stres yang paling signifikan, relatif terhadap dua kelompok lainnya.

Jika Anda benar-benar ingin memanfaatkan waktu di luar rumah, melakukan perjalanan mendaki atau berkemah mungkin merupakan pilihan terbaik. ** Baca juga: Ketahui 4 Tipe PMS yang Dialami Kaum Hawa Tiap Bulan

5. Bantu tingkatkan fungsi perhatian jangka pendek
Sebuah studi pada 2014 yang diterbitkan dalam Experimental Aging Research menemukan, perhatian eksekutif terlihat meningkat baik pada orang dewasa yang lebih tua (64 hingga 79 tahun) dan subjek berusia universitas (18 hingga 25 tahun) setelah paparan singkat dengan foto-foto alam.

Berita baik bagi penduduk kota dengan akses ke alam yang lebih sedikit, perhatian para peserta segera sebelum dan setelah melihat foto-foto alam diukur, dan penelitian menemukan bahwa melihat foto-foto itu benar-benar meningkatkan perhatian dan ingatan jangka pendek pada kedua kelompok umur.(ilj/bbs)




Jadi Orang Pendendam Tidak Baik untuk Kesehatan

Kabar6-Marah karena merasa dirugikan atau seseorang telah melakukan kesalahan besar sehingga meninggalkan luka yang begitu mendalam, memang hal yang sangat manusiawi.

Bahkan tidak sedikit orang yang menyimpan rasa dendam, dan berniat membalas dengan berbagai cara. Namun tahukah Anda, menyimpan amarah atau dendam terlalu lama bisa berdampak sangat buruk terhadap kondisi kesehatan?

Menyimpan dendam, melansir Fimela, bisa memengaruhi kesehatan fisik dan mental. Apa sajakah itu?

1. Tingkatkan risiko penyakit jantung koroner
Sebuah penelitian yang dipublikasikan oleh American Heart Association menemukan, tingginya amarah bisa meningkatkan risiko penyakit jantung koroner, khususnya pada pria yang usianya sudah lanjut.

Menyimpan dendam bisa meningkatkan tekanan darah dan hal ini jelas kurang baik untuk kesehatan.

2. Tingkatkan risiko serangan jantung
Menyimpan dendam bisa membahayakan kondisi tubuh, sekalipun dendam yang disimpan hanya sebentar. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Harvard School of Public Health menemukan, subjek yang terlibat berisiko lima kali lebih tinggi terkena serangan jantung dan tiga kali lebih tinggi terkena stroke dalam dua jam setelah marah-marah.

3. Ganggu kesehatan mental
Amarah bisa memperparah kecemasan dan stres. Seorang psikolog bernama Laura L. Hayes, Ph.D., menjelaskan bahwa menyimpan amarah bisa memberi efek yang lebih berbahaya.

Semakin marah diri kita, semakin sulit bagi kita untuk berpikir jernih, sehingga makin sulit bagi kita untuk mengatasi konflik dan membangun perspektif baru.

4. Tingkatkan risiko diabetes tipe 2
Menurut data yang dipublikasikan oleh National Institutes of Health, rasa marah bisa memicu diabetes melalui perilaku kesehatan yang berisiko.

Para paneliti menemukan, orang yang menyimpan dendam dan rasa marah yang besar berisiko memiliki kebiasaan merokok dan mengonsumsi kalori yang lebih tinggi, dua hal tersebut bisa menyebabkan terjadinya diabetes tipe 2.

5. Sebabkan stres
Terus menyimpan dendam bisa meningkatkan stres. Hidup jadi makin tak tenang. Detak jantung dan stres meningkat. Untuk meredakan stres tersebut, salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan memaafkan. ** Baca juga: Wanita Lebih Rentan Cemas Ketimbang Pria

Jadi, mulailah berdamai dengan keadaan dan belajar memaafkan segalanya. Jangan terlalu lama menyimpan dendam karena dampaknya bisa sangat buruk untuk diri sendiri.(ilj/bbs)




Masak di Rumah Selama Pandemi COVID-19 Punya Sejumlah Manfaat Bagi Kesehatan Mental

Kabar6-Salah satu kegiatan yang mulai sering dilakukan orang selama pandemi COVID-19 adalah memasak. Ternyata, memasak tidak hanya sekadar bermanfaat mengisi waktu saja, lho.

Seorang ahli menjelaskan, memasak juga bermanfaat bagi kesehatan mental. Tentu hal ini berdampak baik di tengah Pandemi COVID-19.

“Memasak di rumah baik untuk kesehatan mental, karena memasak adalah tindakan kesabaran, fokus, jalan keluar untuk ekspresi kreatif, sarana komunikasi, membantu meningkatkan harga diri seseorang. Karena si juru masak dapat merasa senang melakukan sesuatu yang positif untuk keluarga, diri mereka sendiri atau orang yang dicintai,” jelas Ohana, pendiri Culinary Art Therapy di West Bloomfield, Michigan.

Lantas, apa saja manfaat yang dimaksud? Melansir Okezone, berikut sejumlah manfaat memasak bagi kesehatan mental:

1. Rasa pencapaian
Saat Anda memasak untuk diri sendiri atau orang lain, Anda menetapkan tujuan yang dapat dicapai untuk diri sendiri. Hal ini cocok dengan jenis terapi yang dikenal sebagai aktivasi perilaku.

Menurut Society of Clinical Psychology, aktivasi perilaku dapat digunakan untuk mengobati depresi dan kecemasan dengan menghasilkan sesuatu. Dalam konteks memasak, makanan buatan rumah adalah hasil positif.

2. Melatih kreativitas
Menjadi kreatif di dapur dapat berdampak positif pada kesehatan mental. Sebuah studi pada 2016 yang diterbitkan dalam Journal of Positive Psychology menemukan, orang yang menghabiskan waktu untuk kreatif, termasuk memasak, tampak menjalani kehidupan yang lebih bahagia.

Memasak memberi Anda kesempatan untuk bereksperimen di dapur dan menemukan bagaimana masing-masing bahan berperan dalam hidangan.

3. Kesabaran
Seorang psikiater bernama Judith Orloff mengatakan, kesabaran bukan berarti kepasifan atau pengunduran diri, tetapi kekuatan. Ini adalah praktik menunggu dan mengetahui kapan harus bertindak.

Memasak di rumah membutuhkan kesabaran di berbagai langkah. Anda membutuhkan waktu untuk mencacah bawang putih, bawang merah, dan jahe untuk rasa optimal sebelum menikmati hidangan.

4. Terhubung dengan orang lain
Memasak untuk orang lain bisa menjadi pengalaman yang sangat bermanfaat, membantu membangun harga diri Anda. Tetapi, meminta orang lain untuk mengambil peran aktif di dapur dapat menciptakan rasa kebersamaan dan juga meningkatkan komunikasi. Jika memasak bersama keluarga, Anda akan menikmati senangnya berbagi peran di dapur.

5. Tingkatkan perasaan positif ke makanan
Belajar memasak di rumah dapat berdampak positif pada perasaan Anda dengan makanan. Menurut Dr Susan Moore, juru bicara American Dietetic Association, anak-anak yang orangtuanya mengajak mereka memasak bersama berpikir positif tentang makanan sehat.

6. Terorganisir
Setelah terbiasa memasak di rumah, Anda akan mulai terbiasa melakukan sesuatu dengan terencana. Anda akan mulai terbiasa menulis bahan-bahan sebelum membuat sebuah masakan.

Membuat rincian sebelum memasak dapat membantu Anda mengelola anggaran belanja dengan lebih baik, makan lebih sehat dan tetap teratur.

7. Lebih sehat
Menurut sebuah studi dari jurnal Public Health Nutrition, orang memasak di rumah cenderung makan lebih sehat daripada mereka yang keluar makan setiap minggu. ** Baca juga: Apa Perbedaan Karantina dan Isolasi Mandiri?

Studi yang meneliti lebih dari 9.000 peserta berusia 20 tahun ke atas tersebut menemukan, mereka yang memasak di rumah rata-rata mengonsumsi lebih sedikit kalori dan makanan cepat saji di luar.

Sementara menurut Harvard T.H. Chan School of Public Health, 95 persen dari serotonin (neurotransmitter yang mengatur tidur dan nafsu makan, serta mengatur mood) Anda diproduksi di saluran pencernaan.

Makan yang lebih sehat juga dapat meningkatkan kesehatan mental Anda.(ilj/bbs)