1

Rakyat Korut Diminta Konsumsi Lebih Banyak Daging Kelinci Selama Lockdown COVID-19

Kabar6-Untuk menghadapi lockdown COVID-19 internasional di tahun kedua, pemerintah Korea Utara (Korut) meminta rakyatnya agar makan lebih banyak daging kelinci.

Berbagai organisasi PBB seperti Program Pangan Dunia dan sebagian besar kedutaan besar negara-negara asing, diketahui telah menarik staf mereka keluar dari Ibu Kota Korut, Pyongyang. Karena itu, sulit sekali mengetahui kondisi di Korut saat ini.

Media pemerintah sendiri telah berulang kali melaporkan tentang beternak kelinci tahun ini. Pemimpin Korut, Kim Jong-un, menyoroti prakarsa tersebut pada pidato pentingnya September lalu.

Kantor berita resmi KCNA, melansir dw, melaporkan bahwa Jong-un menyerukan untuk meningkatkan kambing dan ternak lainnya dalam jumlah meyakinkan, dan agar melaksanakan gerakan memelihara kelinci secara besar-besaran oleh seluruh rakyat, sebagaimana yang disebut dalam kebijakan Partai untuk mendapatkan ‘daging dari rumput’ di sektor peternakan, serta memberi perhatian untuk mengurangi unit konsumsi pakan secara maksimal dan meningkatkan kegiatan antiepizootik.

Sedangkan yang dimaksud kegiatan antiepizootik adalah sejumlah upaya untuk mencegah penyebaran penyakit di kalangan hewan. Sementara itu, ‘daging dari rumput’ adalah istilah yang digunakan Partai Pekerja yang berkuasa di Korut untuk mendorong rakyat, dan tentara pada masa-masa sulit, agar memanfaatkan semaksimal mungkin apa yang mereka miliki.

Korut sendiri mengandalkan bantuan dari sekutu-sekutu sosialisnya. Tetapi pada 1990-an, setelah runtuhnya Uni Soviet, Korut mengalami bencana kelaparan, dan sejak itu belum mampu memenuhi kebutuhan makanan rakyatnya. Para koki di restoran Potonggang Manbang di tengah kota Pyongyang sekarang juga memanfaatkan daging kelinci.

Bagi mereka yang memiliki uang, daging babi dan daging sapi adalah pilihan yang paling populer. Di negara itu juga tidak ada tradisi untuk menjadi seorang vegetarian. ** Baca juga: Mencoba Menyelamatkan Seorang Wanita yang Tenggelam, Pria di Inggris Ini Malah Tewas

Promosi mengenai pengembangbiakan dan makan daging kelinci di media pemerintah mungkin dapat menunjukkan bahwa apa yang tersaji di meja makanan sekarang ini lebih sedikit daripada biasanya.(ilj/bbs)




Sengaja Hadiri Pesta Agar Terinfeksi Corona, Seorang Penganut Anti-Vaksin Akhirnya Tewas Akibat Positif COVID-19

Kabar6-Seorang pria berusia 55 tahun yang merupakan penganut anti-vaksin sengaja menghadiri pesta yang digelar para penganut anti-vaksin di Italia agar terinfeksi virus Corona.

Dan benar saja, melansir Dailystar, pria yang tak disebutkan namanya itu akhirnya meninggal dunia akibat positif COVID-19 di Austria. Selain pria tersebut, ada tiga korban lainnya termasuk anak-anak dinyatakan positif COVID-19, usai menghadiri pesta yang sama. Namun, mereka masih menjalani perawatan di rumah sakit. Dua di antaranya dirawat secara intensif.

Patrick Franzoni, salah satu anggota dari unit Anti-Covid Bolzano di Italia Utara, mengatakan bahwa beberapa orang tadi mengaku sengaja ingin terinfeksi virus.

“Mereka melakukan ini untuk meningkatkan antibodi dan menerima ‘green pass’ (sertifikat vaksin) tanpa harus divaksin. Namun hal ini memiliki banyak konsekuensi yang bahkan bisa membuat anak muda berakhir di rumah sakit,” ujar Franzoni.

Diketahui, pesta tersebut dihadiri oleh penganut anti-vaksin, mereka berinteraksi dengan orang yang sudah terinfeksi virus dengan berjabat tangan, berpelukan atau bertukar minuman. ** Baca juga: Pria Australia Ini Bangun Pagar Setinggi 5,6 Meter Sebabkan Para Tetangga Protes Karena Tidak Kebagian Sinar Matahari

Menurut pejabat kesehatan, para penganut anti-vaksin percaya orang-orang tersebut sengaja membuat diri mereka terkena COVID-19 untuk mendapatkan green pass. Dikatakan juga, para peganut anti-vaksin lebih memilih untuk terkena virus ketimbang mendapatkan vaksin untuk mendapatkan green pass.

Perbuatan bodoh yang menantang maut.(ilj/bbs)




Pria Australia Ini Bangun Pagar Setinggi 5,6 Meter Sebabkan Para Tetangga Protes Karena Tidak Kebagian Sinar Matahari

Kabar6-Seorang pria bernama Ali yang tinggal di Chester Hill, Australia, membangun pagar setinggi 5,6 meter, sehingga memicu protes dari para tetangganya lantaran mereka tidak mendapatkan sinar matahari.

Para tetangga marah, melansir metro.co.uk, karena pagar tersebut tiba-tiba muncul pada Juli lalu, tanpa pemberitahuan atau diskusi terlebih dulu. Mereka lantas mengajukan keluhan kepada pemilik rumah itu dan Dewan Daerah Cumberland perihal ketinggian pagar, namun belum mendapat tanggapan.

Menurut para tetangga, pagar setinggi 5,6 meter tersebut menyalahi aturan pagar rumah dengan standar yaitu 1,8 meter. Artinya, Ali sudah membuat pagar dengan ukuran tiga kali lipat dari pagar normal.

“Pagar itu menghalangi sinar matahari, jadi kami tidak dapat sinar dari pagi hingga sore,” tutur salah seorang pemilik rumah di kawasan itu. ** Baca juga: Denda Sekira Rp5 Juta untuk Warga di Australia yang Tak Cuci Mobil Milik Mereka

“Aku jadi sangat stres, karena sebelumnya aku suka melihat pemandangan bunga-bunga dan pohon-pohon sebelum itu semua hilang karena pagar ini,” tambah tetangga lainnya.

Ali, menurut laporan media, memutuskan untuk membangun pagar itu karena merasa bosan akibat perintah untuk tetap di rumah saja selama pandemi COVID-19 di Australia. Hal itu membuatnya tidak bisa ke mana-mana selain berkegiatan di rumah.

“Kalian tahu rasanya saat tidak bisa ke mana-mana dan terpaksa melakukan semua kegiatanmu di rumah dan para tetangga sering melihat kegiatanmu di rumah, dan kalian tahu apa? Aku akhirnya membuat dinding pagar ini,” terang Ali.

Awalnya, dikatakan Ali, ia berencana membangun sesuatu yang menyenangkan bagi para tetangga, agar mereka bisa melihat dari sisi sebaliknya. Tetapi, pria itu berubah pikiran karena sikap para tetangga.

Seorang tetangga mengatakan, Ali menebang tiga pohon pinus besar yang sudah ada di sekitar rumah mereka sejak lama dengan alasan pohon itu sudah mati. Namun, tetangga itu menunjukkan foto di mana ketiga pohon pinus itu masih berdaun lebat sebelum ditebang.

Saat ini, Dewan Daerah Cumberland sedang tahap negosiasi dengan Ali mengenai tembok yang dibangun dan dinilai merugikan orang sekitarnya.(ilj/bbs)




Austria Lockdown Warganya yang Belum Divaksin untuk Tekan Jumlah Pasien COVID-19 di Rumah Sakit

Kabar6-Pemerintah Austria memberlakukan sistem lockdown, khusus untuk warga yang tidak divaksin COVID-19. Langkah ini bertujuan mengurangi tekanan pada rumah sakit dan ruang ICU.

Lockdown, melansir Euronews, dimulai pada tengah malam dan berlaku untuk orang berusia 12 tahun ke atas yang belum divaksinasi dan belum pulih dari COVID-19. “Langkah ini tidak mudah diambil, tetapi perlu,” kata Kanselir Austria Alexander Schallenberg. “Risiko untuk orang yang tidak divaksinasi jauh lebih tinggi. Oleh karena itu, kami terpaksa mengambil langkah sulit ini untuk mengurangi jumlah kontak.”

Ditambahkan Schallenberg, gelombang infeksi keempat telah melanda negara itu dengan ‘kekuatan penuh’. Kanselir sekali lagi mendesak warga agar divaksinasi, untuk ‘memutus’ gelombang pandemi. “Kalau tidak, kita tidak akan pernah lepas dari lingkaran setan ini,” ujarnya.

Dua dari wilayah yang paling parah terkena dampaknya, Upper Austria dan Salzburg, adalah yang pertama mengumumkan mereka akan memberlakukan lockdown. Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Austria, Karl Nehammer, mengatakan pelanggar lockdown akan menghadapi denda yang besar.

Pelanggar dapat dihukum dengan denda hingga 500 euro atau US$573 karena melanggar pembatasan, sementara pelanggaran bisnis didenda hingga 30 ribu euro atau US$34.354.

“Bagi mereka yang mengikuti semua tindakan, sangat tidak adil jika ada orang yang berpikir mereka dapat dengan mudah mengelak atau bahkan menipu otoritas kesehatan, pedoman kementerian kesehatan dan para ahli,” kata Nehammer.

Gagasan penguncian yang secara eksklusif menargetkan yang tidak divaksinasi pertama kali dilontarkan oleh pemerintah pada September sebagai respons terhadap skenario mimpi buruk di mana 30 persen tempat tidur ICU akan ditempati oleh pasien COVID-19.

Angka itu saat ini berada pada 20 persen dan terus meningkat. Pejabat kesehatan semakin khawatir rumah sakit akan menjadi penuh sesak di tengah apa yang mereka sebut ‘pandemi orang yang tidak divaksinasi’.(ilj/bbs)




Curang, Sepasang Jutawan Kanada Menyamar Jadi Karyawan Motel Agar Dapat Vaksin COVID-19

Kabar6-Berlimpah harta tapi tak punya nurani, sepertinya pas untuk menggambarkan apa yang dilakukan pasangan suami istri (pasutri) jutawan asal Kanada, eksekutif kasino bernama Rodney Baker dan istrinya, Ekaterina Baker, yang seorang aktris.

Bagaimana tidak, melansir theguardian, Rodney dan Ekaterina rela melakukan perjalanan lebih dari 1.000 mil demi mendapatkan vaksin COVID-19 yang sebenarnya ditujukan untuk masyarakat adat. Pasutri itu dikutuk secara luas setelah diketahui menyewa pesawat ke komunitas terpencil di wilayah Yukon, di mana mereka menyamar sebagai karyawan motel setempat agar bisa mendapatkan vaksin COVID-19.

Rodney dan Ekaterina didenda US$1.800 karena melanggar Undang-Undang Tindakan Darurat Sipil Yukon. Namun para pemimpin masyarakat berpendapat bahwa hukuman itu tidak signifikan bagi pasangan kaya tersebut.

Kemudian, Menteri Layanan Masyarakat Yukon, John Streicker, mengumumkan bahwa tiket pasangan itu telah ditahan, dan mereka telah diberi pemberitahuan untuk hadir di pengadilan. Jika terbukti bersalah, keduanya bisa menjalani hukuman hingga enam bulan penjara.

“Saya harus mengatakan saya marah dengan perilaku egois ini. Kami semua sebagai Yukoners sangat marah,” kata Menteri Streicker. “Saya merasa terganggu karena orang-orang memilih untuk membahayakan sesama orang Kanada dengan cara ini.”

Pasangan Rodney dan Ekaterina didakwa gagal mengisolasi diri selama 14 hari dan gagal bertindak sesuai dengan pernyataan mereka saat tiba di Yukon. Menteri Streicker mengonfirmasi bahwa Royal Canadian Mounted Police juga menyelidiki tindakan pasangan tersebut.

Sebuah tim vaksin keliling dikirim ke Beaver Creek, karena perawatan kesehatan yang terbatas dan populasi lansia, banyak di antaranya berasal dari White River First Nation.

Anggota First Nation, disebutkan Menteri Streicker, mengatakan bahwa mereka merasa ‘dilanggar’ oleh perilaku pasangan itu, yang juga mendorong para pejabat di wilayah tersebut untuk mengubah kriteria kelayakan vaksin.

“Siapa pun yang kartu sehatnya dikeluarkan di luar wilayah itu harus menunjukkan bukti domisili,” tegas Menteri Streicker.

Ditambahkan Menteri Streicker, dia mendengar bahwa pasangan itu tidak berusaha untuk meminta maaf kepada First Nation. Sementara Menteri Layanan Pribumi Kanada, Marc Miller, juga mengkritik perilaku pasangan Bakers itu.

“Saya memahami orang-orang kaya ini dan saya tidak akan memberitahu mereka apa yang harus dilakukan dengan uang mereka, tetapi, Anda tahu, mungkin reparasi harus dilakukan pada tingkat tertentu,” ujar Menteri Miller.

Pasangan yang tidak tahu malu.(ilj/bbs)




Rumah Bordil di Austria Beri Layanan Gratis Sauna Seksual untuk Orang-orang yang Bersedia Disuntik Vaksin COVID-19

Kabar6-Sejumlah cara dilakukan untuk menggalakkan vaksin COVID-19. Nah, rumah bordil di Austria menawarkan layanan gratis klub sauna seksual dengan wanita pilihan selama 30 menit, bagi siapa saja yang bersedia disuntik vaksin COVID-19.

Tawaran itu adalah salah satu upaya mendorong lebih banyak orang untuk melakukan vaksinasi. Melansir Dailymail, rumah bordil yang menawarkan layanan gratis itu adalah Funpalast, berbasis di Wina. Tawaran itu berlaku bagi mereka yang bersedia melakukan vaksinasi di klinik dalam rumah bordil tersebut. Proyeek tadi merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan pendapatan, setelah penurunan jumlah klien karena tingkat vaksinasi yang rendah.

Diketahui, hingga saat ini hanya sekira 65 persen orang Austria yang divaksinasi lengkap, dan mereka yang belum divaksinasi dilarang masuk ke restoran, hotel, salon tata rambut, dan acara publik besar. ** Baca juga: Terpaksa Dioperasi, Wanita Asal Inggris Kurangi Ukuran Payudaranya yang Seberat Lebih dari 25 Kg

Tawaran dari rumah bordil itu diumumkan setelah Austria melihat tingkat infeksi yang meningkat pesat. Vaksin akan ditawarkan setiap Senin dari pukul 16.00 hingga 22.00 waktu setempat, untuk mendorong pria mendapatkan suntikan dengan imbalan voucher klub sauna senilai 40 euro.

Anak laki-laki berusia 14 tahun diizinkan menggunakan klinik, asalkan mereka didampingi oleh orang dewasa. Para wanita juga didorong untuk mengunjungi rumah bordil itu guna mendapatkan vaksin, untuk mematuhi undang-undang kesetaraan Austria.

“Karena pandemi, kami mencatat penurunan 50 persen (pada klien), dengan inisiatif ini kami berharap jumlah pelanggan akan meningkat lagi,” demikian pernyataan rumah bordil tersebut.

Ditambahkan pemilik Funpalast, rumah bordil itu terletak di dekat monumen pelukis Gustav Klimt. Pihak berwenang Austria mengatakan, mereka akan meningkatkan pemeriksaan polisi untuk menegakkan aturan baru bagi orang yang tidak divaksinasi.(ilj/bbs)




Gawat! Ratusan Pria Inggris Dilarikan ke Rumah Sakit Akibat Derita Ereksi Berjam-jam

Kabar6-Peristiwa tak biasa terjadi di Inggris. Media setempat melaporkan, ratusan pria di Inggris dilarikan ke rumah sakit karena mengalami ereksi yang menyakitkan.

Disebutkan, jumlah tersebut telah menyentuh ke tingkat yang mengkhawatirkan. Melansir thesun, sebanyak sekira 326 pria harus dilarikan ke rumah sakit setelah mengalami ereksi selama berjam-jam. Dan jumlah itu naik 16 persen ketimbang satu dekade lalu. Bahkan, beberapa penderita berusia 80-an dan 90-an tahun.

Dokter menduga, kondisi yang dikenal sebagai priapisme ini disebabkan oleh penyalahgunaan obat-obatan seperti Viagra serta narkoba seperti kokain. Juga dapat dipicu oleh penyakit termasuk penyakit sel sabit dan leukemia, dengan beberapa kasus baru-baru ini terkait dengan COVID-19 .

Apabila hal ini tidak segera diobati misalya dengan obat-obatan, kompres es atau operasi, maka priapisme dapat menyebabkan jaringan parut atau impotensi. ** Baca juga: Konyol, Remaja 13 Tahun di Tiongkok Masukkan Jarum Jahit ke Lubang Uretra Miliknya

Angka-angka NHS Digital dari rumah sakit di Inggris menunjukkan, usia rata-rata seorang pasien adalah 40 tahun, meskipun tahun lalu ada satu orang di usia 90-an dan tahun sebelumnya ada enam pria di usia 80-an.

“Peningkatan ini tidak mungkin terkait dengan peningkatan penggunaan obat-obatan,” terang dr Shalini Andrews, dari Asosiasi Kesehatan Seksual dan HIV Inggris. “Mungkin saja itu terkait dengan memburuknya kondisi yang sudah ada sebelumnya atau peningkatan penggunaan narkoba.”(ilj/bbs)




Usai Vaksin COVID-19, Wanita Australia Ini Jadi Jutawan

Kabar6-Bak dapat rezeki nomplok, seorang wanita muda di Sydney, Australia, bernama Joanne Zhu (25) menjadi jutawan dalam semalam. Bagaimana tidak, Zhu diumumkan sebagai pemenang hadiah utama kampanye Million Dollar Vax, dan berhak menerima uang sebesar sekira Rp14,3 miliar.

Ya, Zhu adalah salah satu dari 2,74 juta warga Australia yang bersaing untuk mendapatkan hadiah uang tunai usai menerima vaksin COVID-19. Melansir Skynews, sekelompok filantropis dan perusahaan yang dikenal sebagai Million Dollar Vax Alliance, meluncurkan lotre pada Oktober lalu dalam upaya untuk meningkatkan partisipasi vaksin.

“Seseorang menelepon saya beberapa hari yang lalu dan saya pikir itu pada hari Jumat, dan saya sedang bekerja, saya tidak dapat mengangkat telepon. Kemudian saya menelepon mereka kembali dan dia berkata, ‘Oh, Anda memenangkan satu juta dolar! Anda satu-satunya di Australia!’,” kata Zhu yang akan berbagi bersama keluarga dan teman-temannya.

Ditambahkan, “Saya ingin memesan restoran yang bagus dengan teman-teman saya untuk pergi dan makan malam yang menyenangkan. Saya pikir saya ingin menerbangkan keluarga saya keluar dari Tiongkok untuk mereka di hotel bintang lima untuk Tahun Baru Imlek, jika perbatasan terbuka, dan saya akan membeli hadiah untuk keluarga saya dan menginvestasikan sisa uangnya sehingga saya dapat menghasilkan lebih banyak uang di masa depan dan untuk membantu orang-orang jika mereka membutuhkan bantuan.”

Selain hadiah uang tunai, 100 kartu hadiah senilai sekira Rp14 juta dibagikan setiap hari selama Oktober. ** Baca juga: Hindari Serangan Lebah dengan Terjun ke Danau, Pria Brasil Ini Malah Tewas Dimakan Piranha

Total hadiah senilai sekira Rp58 miliar dibagikan kepada lebih dari 3.100 peserta.

Wow…(ilj/bbs)




Para Ilmuwan Peringatkan Jam Kiamat Tak Bergerak, Bumi di Titik Terdekat Akhir Zaman

Kabar6-Para ilmuwan memperingatkan, di balik Doomsday Clock (Jam Kiamat), Bumi masih berada di ambang kiamat pada 2021 akibat pandemi COVID-19 yang masih berlangsung, potensi perang nuklir, perubahan iklim, dan hoax yang merajalela.

Jam Kiamat adalah jam simbolis yang mewakili kemungkinan risiko bencana global buatan manusia. Simbol ini dikelola sejak 1947 oleh anggota Bulletin of the Atomic Scientists (BAS) di University of Chicago, Amerika Serikat.

BAS adalah sebuah organisasi yang menilai kemajuan ilmu pengetahuan dan risikonya pada manusia. Melansir Detik, BAS membuat Jam Kiamat sebagai pengingat kepada umat manusia agar tidak melakukan kerusakan yang menghancurkan Bumi. Para peneliti yang tergabung dalam BAS menetapkan jarum Jam Kiamat tahun ini masih sama dengan 2020 lalu, yaitu berjarak 100 detik menuju tengah malam.

Artinya, jam simbolis tersebut menunjukkan titik terdekat manusia dengan kiamat. Pada 2019, posisi jam kiamat adalah dua menit menuju tengah malam atau pukul 00.00 adalah perlambang akhir zaman. ** Baca juga: Usia Delapan Tahun, Nicolinha Asal Brasil Jadi Astronom Termuda di Dunia

“Jarum Jam Kiamat masih di posisi 100 detik menuju tengah malam, titik terdekat dengan tengah malam,” kata Rachel Bronson, President of BAS. “Pandemi COVID-19 yang mematikan dan menakutkan menjadi peringatan bersejarah, ilustrasi nyata bagaimana negara-negara dan organisasi internasional kewalahan mengelola ancaman nyata yang bisa mengakhiri peradaban seperti senjata nuklir dan perubahan iklim.”

Terakhir kali Jam Kiamat begitu dekat dengan tengah malam adalah saat terjadi percobaan bom hidrogen oleh Amerika Serikat dan Uni Soviet pada 1953, yang memulai era perlombaan senjata nuklir. Sedangkan titik terjauh dengan kiamat terjadi pada 1991, ketika Perang Dingin berakhir.

Jarum Jam Kiamat diatur ulang setiap tahun dan keputusan ini dilakukan oleh anggota dewan BAS, yang di dalamnya termasuk 13 orang ahli penerima Nobel.(ilj/bbs)




Dua Minggu Setelah Dimakamkan, Seorang Lansia di India Pulang ke Rumahnya

Kabar6-Peristiwa menggemparkan terjadi di distrik Krishna, Andhra Pradesh, India. Berawal ketika seorang wanita bernama Muthlaya Girijama (75) didiagnosa positif COVID-19, dan harus menjalani isolasi di rumah sakit pemerintah.

Sayang, baru tiga hari diisolasi, pihak keluarga mendapat kabar bahwa Girijama meninggal dunia akibat komplikasi virus tersebut. Jenazah wanita itu tidak boleh dijenguk keluarga, dan mereka hanya bisa melihatnya dari kejauhan, karena harus menuruti protokol COVID-19.

Saat diserahkan ke pihak keluarga, tubuh Girijama sudah dibungkus plastik, sehingga tidak ada yang bisa mengidentifikasi jasadnya. Girijama kemudian dibawa pulang untuk dikremasi dan dimakamkan di hari yang sama. ** Baca juga: Bersekongkol, Tiga Wanita di Malaysia Pura-pura Diculik Demi Dapat Uang dari Ayah Mereka

Namun dua minggu berselang, melansir Indiatoday, pihak keluarga dikejutkan dengan kemunculan Girijama yang dalam kondisi sehat. Wanita lansia itu pulang ke rumah tepat satu hari sebelum pemakaman finalnya. Belakangan diketahui, telah terjadi kesalahan administrasi di rumah sakit yang menyatakan bahwa Girijama telah meninggal dunia. Padahal, jasad yang dikremasi adalah pasien COVID-19 lain.

Sementara itu, Girijama yang tidak tahu kalau dia telah dinyatakan meninggal dunia mengeluhkan karena tidak ada keluarga yang menjemputnya di rumah sakit. Alhasil, Girijama harus menggunakan uang santunan yang didapatnya dari pemerintah untuk pulang.

Peristiwa ini tentu mengagetkan warga hingga jadi perhatian publik nasional di India. Namun hingga berita ini diturunkan, masih belum diketahui identitas jasad yang dikremasi keluarga Girijama.(ilj/bbs)