oleh

‘Koalisi Serius’ Gencar Serukan Urgensi Revisi UU ITE !

image_pdfimage_print

Kabar6-Sejak disahkan pada 2008 hingga kini jelang revisi kedua, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) telah memakan banyak korban akibat muatan pasal bermasalah di dalamnya yang bisa menjerat siapa saja. Karenanya, diperlukan #RevisiUUITE yang berkeadilan dan menghormati HAM, khususnya kebebasan berekspresi. Demikian rilis Koalisi Serius yang diterima Kabar6, Senin (13/03/2023).

Beberapa lembaga yang tergabung dalam Koalisi Serius Revisi UU ITE mengadakan rangkaian agenda Pekan Ekspresi dan Informasi sejak tanggal 3 maret via berbagai platform media sosial. Agenda ini dilakukan sebagai rangkaian diskusi terkait pasal-pasal bermasalah dalam UU ITE.

UU ITE yang berlaku saat ini masih banyak memuat pasal karet yang mengancam HAM dan demokrasi, terlebih lagi masih sering digunakan untuk mempidanakan orang secara tidak adil. Pada 2020, Safenet mencatat adanya 84 kasus pemidanaan terhadap warga net, dan 64 diantaranya menggunakan UU ITE. Sejak 2019 hingga mei 2022, Amnesty International Indonesia juga mencatat setidaknya 332 orang dituduh melanggar pasal-pasal bermasalah yang multitafsir dalam UU ITE.

Selain itu, kebijakan ini juga kerap menjadi alat untuk menyerang perempuan korban kekerasan. Saat banyak korban kekerasan masih sulit mengakses bantuan dan kemudian mencari bantuan lewat media sosial, ternyata media sosial itu belum juga menjadi ruang aman. Perempuan korban sering dihantui dengan adanya pencemaran nama baik dan pasal penyebaran muatan informasi yang melanggar kesusilaan. Kedua pasal ini sering disalahgunakan untuk mengancam korban kekerasan yang berusaha melawan.

Saat ini Pemerintah mempunyai komitmen untuk perubahan kedua revisi UU ITE dan diketahui pula ada banyak proses legislasi yang terus mengalami perubahan. Adanya pengesahan UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual menjadi bagian kecil bahwa UU ITE khususnya pasal 27 ayat (1) UU ITE sudah tidak relevan. Begitu pun kehadiran UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi serta diakhir pada 2022, rancangan KUHP turut juga disahkan menjadi Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023 (KUHP Baru) dan ketentuan peralihan mengatur agar KUHP Baru ini berlaku pada Januari 2026. Kodifikasi yang dilakukan melalui KUHP Baru berdampak pada pencabutan dan/atau perubahan ketentuan pidana dalam beberapa peraturan perundangan yang berlaku saat ini, termasuk UU ITE. Meskipun KUHP Baru ini akan berlaku setelah kurang lebih 3 tahun mendatang, upaya harmonisasi antara UU ITE dengan ketentuan dalam KUHP Baru perlu segera dilakukan terutama dalam momentum revisi UU ITE.

**Baca Juga: Fahri Hamzah Sarankan Presiden Jokowi Segera Pindahkan Peradilan Pajak dari Eksekutif

Melihat banyaknya regulasi yang dikeluarkan oleh DPR dalam satu terakhir ini banyak bersinggungan dengan UU ITE, dan perlunya harmonisasi terkait peraturan tersebut, kami Koalisi Revisi UU ITE menuntut:

1. DPR RI untuk membahas Revisi Kedua UU ITE tidak hanya melalui Komisi I tetapi dengan melibatkan banyak sektor, seperti komisi hukum, komisi yang membahas isu perempuan, kebebasan berekspresi, konsumen, dll.
2. Adanya ruang pembahasan yang bermakna dan partisipatif agar publik ikut terlibat dalam proses pembahasan revisi kedua UU ITE di DPR RI;
3. Hapuskan pasal-pasal yang bermasalah yang rentan mengkriminalkan banyak korban, mencederai alam demokrasi dan kelompok rentan, sebagaimana lampiran kajian Koalisi mengenai dampak UU ITE yang tertuang dalam Daftar Inventaris Masalah (DIM). (Red)

Print Friendly, PDF & Email