oleh

Telan Korban Jiwa, Karoshi Dikenal Sebagai Fenomena Gila Bekerja di Jepang

image_pdfimage_print

Kabar6-Sudah menjadi rahasia umum bahwa Jepang terkenal dengan tingkat disiplin yang tinggi, termasuk masyarakatnya yang ‘gila bekerja’. Bayangkan, mereka seringkali bekerja tanpa mengenal waktu, bahkan hingga melampaui batas kemampuan tubuh.

Namun di balik semua itu, terdapat fakta mengerikan yang mengancam masyarkat Jepang, yakni kematian secara diam-diam yang siap mengintai mereka. Melansir The Guardian, pada era 1970-an, terdapat istilah karoshi yang artinya kematian karena terlalu banyak kerja. Karoshi telah memakan korban jiwa karyawan yang melakukan bunuh diri atau menderita gagal jantung dan stroke karena tuntutan jam kerja yang panjang.

Hal itu membuat pemerintah Jepang turun tangan untuk mengurangi kasus karoshi. Sayangnya, para ahli khawatir terhadap langkah-langkah tersebut yang dinilai kurang efektif.

Awalnya, konsep karoshi ini sudah ada setelah Perang Dunia II. Selama awal 1950-an, Perdana Menteri Shigeru Yoshida membuat pembangunan kembali ekonomi Jepang sebagai prioritas utamanya. Ia meminta perusahaann-perusahaan besar untuk menawarkan status keryawan tetap kepada seluruh karyawan.

Sebagai timbal baliknya, perusahaan dapat memberlakukan syarat tertentu agar para karyawan itu bekerja dengan komitmen tinggi dan kesetiaan. Perjanjian itu berhasil dilakukan. Perekonomian Jepang pun kini termasuk yang terbesar di dunia, berkat upaya Yoshida 67 tahun lalu.

Konsep Yoshida telah berjalan selama satu dekade, namun banyak pekerja Jepang yang melakukan bunuh diri dan menderita stroke bahkan gagl jantung karena beban stres dan kurang tidur.

Menurut para peneliti yang mempelajari sejarah karoshi, penyakit tersebut dikenal sebagai ‘kematian mendadak akibat kerja’, karena kematian yang terkait pekerjaan. Dijelaskan, dalam upaya mereka untuk membuat kesan yang baik pada bos, dan para karyawan rela bekerja ekstra. ** Baca juga: Usia 11 Tahun, Seorang Bocah Asal Tiongkok Punya Tinggi Badan Lebih dari 2 Meter

Disebutkan, pada 2016 ditemukan lebih dari 20 persen responden dalam survei terhadap 10 ribu pekerja Jepang yang bekerja setidaknya 80 jam lembur sebulan.(ilj/bbs)

Print Friendly, PDF & Email