1

FDA Setujui Pengobatan Gunakan Donor Tinja Manusia

Kabar6-Food and Drug Administration (FDA) telah menyetujui perawatan yang dilakukan dengan menggunakan donor dari tinja manusia.

Perawatan yang disebut Rebyota ini, melansir Livescience, mengandung bakteri usus yang dikumpulkan dari tinja donor manusia sehat dan disetujui untuk pencegahan infeksi bakteri yang berpotensi mengancam jiwa. Dengan memberikan pengobatan cair ke dalam rektum pasien melalui selang, dokter dapat membantu mengembalikan keseimbangan mikrobioma usus pasien, komunitas mikroba yang hidup di saluran pencernaan bagian bawah.

Rebyota disetujui untuk digunakan pada orang berusia 18 tahun ke atas yang baru saja dirawat karena infeksi berulang dengan bakteri Clostridioides difficile atau biasa disebut C. diff. ** Baca juga: Wanita AS Berusaha Buka Pintu Pesawat di Ketinggian 37 Ribu Kaki Atas ‘Perintah Yesus’

Nah, C. diff dapat dengan cepat mengambil alih usus jika mikrobioma normal terganggu, misalnya akibat penggunaan antibiotik. Orang berusia 65 tahun ke atas, mereka yang sistem kekebalannya lemah, dan mereka yang baru saja tinggal di rumah sakit atau panti jompo menghadapi risiko infeksi tertinggi.

Saat C. diff berkembang biak dalam usus, bakteri melepaskan racun yang memicu diare, sakit perut, demam, dan peradangan usus besar (kolitis). Menurut FDA, terkadang infeksi dapat menyebabkan kegagalan organ dan bahkan kematian.

Rebyota tersedia sebagai ‘produk mikrobiota tinja’ pertama yang disetujui FDA. Dalam uji klinis tahap akhir, pengobatan satu dosis mengurangi tingkat serangan C. diff sebesar 29,4 persen dalam delapan minggu setelah pengobatan antibiotik, dibandingkan dengan plasebo.

FDA mencatat, dengan mempertimbangkan dua uji klinis pengobatan, tingkat keberhasilan pengobatan secara signifikan lebih tinggi pada kelompok Rebyota (70,6 persen) dibandingkan pada kelompok plasebo (57,5 persen).

“Persetujuan Rebyota hari ini adalah kemajuan dalam merawat pasien yang mengalami infeksi berulang C. difficile (CDI),” terang Dr. Peter Marks, direktur Pusat Evaluasi dan Penelitian Biologis FDA.

Ditambahkan, “Sebagai produk mikrobiota tinja pertama yang disetujui FDA, tindakan hari ini merupakan tonggak penting, karena memberikan opsi tambahan yang disetujui untuk mencegah CDI berulang.” (ilj/bbs)




Junk Food Bisa Sebabkan Depresi?

Kabar6-Menurut National Institute of Mental Health, hampir seperempat dari penduduk Amerika menderita gangguan jiwa yang dapat didiagnosa pada tahun lalu saja, dan penelitian terbaru mengatakan, pola diet mungkin berperan dalam menyebabkan gangguan mental.

Hubungan antara diet dan gangguan mental merupakan bahan baru yang diselidiki, tetapi sudah banyak penelitian yang menunjukkan adanya hubungan yang erat antara kedua topik tersebut.

Hasil penelitian tersebut, melansir Foxnews, secara konsisten menunjukkan bahwa mengonsumsi makanan yang banyak mengandung tepung, makanan yang tidak diproses, sayuran yang diperkaya dengan nutrisi, buah, ikan, daging dan gandum utuh berhubungan erat dengan rendahnya angka kejadian gangguan mental atau masalah mental.

Sementara pola diet yang banyak mengonsumsi junk food (makanan yang digoreng, makanan yang melalui proses, makanan manis) sangat berhubungan dengan peningkatan gangguan mental.

Hal yang penting dicatat, sejauh ini perbedaan yang didapatkan baru sebatas korelasi, dan bukan hubungan sebab akibat. Bahkan sampai saat ini, para peneliti belum mengetahui secara pasti bagaimana makanan dapat memengaruhi kesehatan mental. Saat ini, banyak penelitian dilakukan untuk mengetahui bagaimana kaitan antara usus dan otak dan peranannya dalam menyebabkan gangguan mental.

Berikut adalah mekanisme yang mungkin penghubung antara makanan dan gangguan mental, mikroba (apakah itu mikroba yang baik maupun yang jahat) yang tinggal di saluran pencernaan, dipercaya para ilmuwan menjadi sarana komunikasi langsung antara usus dan otak dan mikroba ini memiliki peranan penting dalam menentukan kesehatan fisik maupun mental kita.

Saat Anda mengonsumsi makanan yang tidak sehat, dapat menyebabkan tumbuhnya bakteri jahat yang dapat merusak keseimbangan bakteri di dalam usus. ** Baca juga: Saat Tidak Sarapan, Berapa Jumlah Kalori yang Bakal Hilang?

Penelitian yang dilakukan terhadap tikus menunjukkan bahwa rusaknya keseimbangan mikroba dapat menimbulkan berbagai gangguan seperti perubahan kimia di otak, perubahan mood dan perilaku yang dapat berakhir menjadi depresi dan gangguan kecemasan (anxiety). (ilj/bbs)




Minimalisir Depresi dengan Camilan Sehat

Kabar6-Para peneliti mengungkapkan, sarapan yang sempurna dapat membantu mengalahkan depresi. Dan, sarapan yang dimaksud adalah mengonsumsi yoghurt.

Ya, yoghurt dapat menghindari Anda dari makanan tidak sehat. Yoghurt dikemas dengan berbagai jenis nutrisi. Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Scientific Reports menunjukkan bahwa probiotik ini juga dapat membantu memerangi depresi.

Penelitian yang dilakukan tim peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Virginia dan ditulis oleh Asisten Profesor Alban Gaultier, melansir Sindonews, mengatakan bahwa perawatan yang tersedia untuk menghilangkan gejala depresi tidak begitu baik karena bisa datang dengan banyak efek samping. Jadi, penting untuk memiliki pengobatan alternatif lain yang efektif.

Para peneliti mengekspos tikus pada tingkat stres yang lebih tinggi hingga mereka mulai menunjukkan gejala depresi. Kemudian mereka melakukan perbandingan tingkat bakteri sebelum dan sesudah. Mereka menemukan hubungan yang jelas antara tingkat bakteri usus dan kesehatan mental.

Terungkap bahwa tingkat Lactobacillus (bakteri usus ramah) dalam usus mempengaruhi tingkat metabolisme darah yang disebut kynurenine, yang terkait dengan perkembangan depresi. Ketika suplemen Lactobacillus ditambahkan dalam makanan mereka, mereka pulih secara instan.

Lactobacillus membantu menyeimbangkan kadar kynurenine dalam darah. Ketika tingkat Lactobacillus menurun di usus, Anda mulai melihat gejala-gejala depresi. ** Baca juga: Konsumsi Buah Bantu Redakan Stres

Penelitian ini masih pada tahap awal dan studi lebih rinci diperlukan dalam arah ini. Penelitian juga hanya diuji pada tikus dan kita hanya dapat mengamati gejala depresi karena mereka tidak dapat mengungkapkan bagaimana perasaan mereka.

Hingga saat itu Anda dapat minum yoghurt untuk meningkatkan suasana hati. Yoghurt juga efektif dalam menurunkan berat badan dan mengobati alergi musiman lainnya.(ilj/bbs)




Penelitian: Diet Tinggi Lemak Buruk Bagi Bakteri Usus

Kabar6-Sebuah penelitian yang melibatkan lebih dari 200 orang dewasa muda sehat usia 18-35 tahun di Tiongkok, menunjukkan bahwa makan terlalu banyak lemak, tidak baik bagi bakteri. Dalam penelitian tersebut, mereka ditugaskan untuk makan diet rendah, sedang dan tinggi lemak selama enam bulan.

Peneliti mengatakan, mereka yang berada dalam kelompok diet tinggi lemak mendapati perubahan yang tidak menguntungkan dalam kadar bakteri usus tertentu dan senyawa yang dihasilkan bakteri ini.

Perubahan seperti itu, melansir Sindonews, dapat menyebabkan dampak negatif dalam jangka panjang, seperti peningkatan risiko penyakit metabolik yakni diabetes tipe 2. Temuan ini sangat relevan bagi orang-orang di Tiongkok dan negara-negara lain, di mana diet semakin menjadi kebarat-baratan, dibandingkan dengan diet tradisional di wilayah tersebut. Temuan ini juga berlaku untuk orang-orang di negara maju seperti AS yang sudah memiliki diet dengan asupan lemak tinggi.

Namun penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memeriksa hal ini. Selain itu, penelitian tersebut jadi tidak jelas apakah berlaku untuk kelompok orang lain juga. Studi sebelumnya menunjukkan, diet manusia dapat mempengaruhi bakteri usus mereka dan obesitas telah dikaitkan dengan pengurangan jenis bakteri tertentu.

Dalam studi baru, peserta secara acak ditugaskan ke salah satu dari tiga kelompok diet yakni, kelompok rendah lemak yang mendapat 20 persen kalori harian dari lemak dan 66 persen dari karbohidrat, kelompok sedang-lemak yang mendapat 30 persen kalori harian dari lemak dan 56 persen dari karbohidrat dan kelompok lemak tinggi yang mendapat 40 persen kalori harian dari lemak dan 46 persen dari karbohidrat.

Sementara, jumlah total kalori dan jumlah protein dan serat dalam makanan peserta adalah sama untuk semua kelompok. Para peserta juga memberikan sampel darah dan tinja pada awal dan akhir penelitian. Pada akhir studi enam bulan, peserta dalam kelompok diet rendah lemak melihat peningkatan kadar bakteri baik yang disebut blautia dan faecalibacterium di bandingkan dengan level mereka pada awal studi. Sedangkan hasil yang berbeda ditunjukkan pada mereka yang berada dalam kelompok diet tinggi lemak. Di mana ditemukan penurunan kadar bakteri ini.

Bakteri blauta dan faecalibacterium membantu menghasilkan asam lemak yang disebut butyrate, yang merupakan sumber energi utama untuk sel-sel usus dan memiliki sifat anti-inflamasi. Para peneliti mengukur kadar butirat dalam sampel tinja peserta, mereka melihat bahwa mereka yang berada dalam kelompok rendah lemak telah meningkatkan kadar senyawa ini pada akhir penelitian, sementara mereka yang berada dalam kelompok lemak tinggi mengalami penurunan kadar. Terlebih lagi, selama penelitian, orang-orang dalam kelompok diet tinggi lemak mengalami peningkatan kadar bakteri yang disebut bacteroides and alistipes yang dikaitkan dengan diabetes tipe 2.

Orang-orang dalam kelompok diet tinggi lemak juga mengalami peningkatan kadar asam lemak rantai panjang, yang diduga merangsang peradangan dalam tubuh. “Dibandingkan dengan diet rendah lemak, konsumsi jangka panjang dari diet tinggi lemak tampaknya memiliki efek negatif, setidaknya bagi orang dewasa muda yang sehat di Tiongkok yang beralih ke diet yang lebih kebarat-baratan,” kata para peneliti.

Studi ini mencatat partisipan dalam ketiga kelompok diet menurunkan berat badan selama penelitian, dengan kelompok diet rendah lemak kehilangan berat badan paling banyak. Tidak jelas apakah penurunan berat badan dapat dikaitkan dengan beberapa perubahan yang terlihat pada bakteri usus peserta dan penanda metabolisme, sehingga penelitian di masa depan diperlukan untuk memperjelas hal ini. ** Baca juga: Beberapa Jenis Alergi yang Mungkin Belum Anda Ketahui

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Tentara Pembebasan Rakyat di Beijing dan Universitas Zhejiang di Hangzhou, Tiongkok.(ilj/bbs)




Benarkah Serangga Kandung Protein Tinggi?

Kabar6-Jika ikan, ayam, sapi, atau kambing sudah umum dijadikan bahan baku pembuatan salah satu menu makanan, beberapa tahun belakangan ini sejumlah negara memakai serangga yang diolah menjadi camilan lezat.

Serangga yang biasa dibuat sebagai makanan antara lain ulat, kalajengking, laba-laba, dan masih banyak lagi. Laporan PBB pada 2013, melansir WebMd, mengatakan bahwa serangga dapat memberi makan penduduk dunia yang terus bertambah, dengan efek yang lebih sedikit terhadap lingkungan dibanding makanan lain. Para peneliti juga menemukan bahwa serangga bergizi dan mudah dicerna, serta jarang menyebabkan terjadinya alergi.

Dalam studi lain, para peneliti dari University of Wisconsin di Madison menemukan bahwa protein pada jangkrik dapat meningkatkan bakteri alami usus (microbiome) dan meredakan peradangan. Mereka memberi makan 20 sukarelawan cricket protein (dimasukkan ke dalam muffin atau shake) untuk sarapan selama dua minggu. Lalu para peneliti mengambil sampel tinja dan darah pada awal dan pada akhir penelitian.

Hasilnya, bubuk kriket (jangkrik) ternyata meningkatkan pertumbuhan bakteri usus yang baik dan mengurangi indikator peradangan. “Selain daging, serangga juga memiliki nutrisi yang luar biasa berbeda,” kata Charlotte Payne, research associate dari University of Oxford, sekaligus penulis studi yang terbit di European Journal of Clinical Nutrition. Melansir Kompas, berikut penjelasannya:

1. Larva lebah vs daging sapi
Satu bola sarang lebah memiliki sekira 850 persen protein yang jumlahnya sama besar dengan satu garpu daging sapi.

2. Mealworm (larva kumbang) vs daging ayam
Satu ons larva kumbang memang tak memiliki banyak kalori, tapi setiap 3,5 ons mealworm ini memiliki sekira 247 kalori. Sementara 3,5 ons daging ayam hanya memiliki 152 kalori.

3. Ulat sutera vs daging sapi
Satu ulat sutera memiliki lemak jenuh yang sama dengan satu potong daging. ** Baca juga: Timbang Badan Tiap Hari Ternyata Bantu Turunkan Berat Badan

4. Jangkrik vs daging ayam
Serangga yang satu ini sangat renyah, memiliki kandungan sodium tinggi dan baik dibandingkan daging ayam.

Penasaran mencoba kuliner berbahan dasar serangga? (ilj/bbs)