oleh

Pesta Demokrasi 2024, Sukardin : Narasi Kalah sama Nasi

image_pdfimage_print

Kabar6- Pesta demokrasi yang digelar pada 14 Februari 2024 silam, meninggalkan banyak pekerjaan rumah atau PR bagi penyelenggara Pemilihan Umum (Pemilu) dan seluruh pemangku kepentingan di tanah air.

PR yang cukup menyesakkan dada para peserta pemilu itu, tentunya tidak boleh dibiarkan berlarut-larut dan harus segera diselesaikan.

Jika tidak, maka hal itu akan menjadi bom waktu yang sewaktu-waktu bakal meledak dan menghancurkan negeri kita tercinta.

“Pemilu 2024, merupakan pemilu paling buruk sepanjang sejarah, karena prosesnya dijalankan secara ugal-ugalan,” ungkap Ketua DPD Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Kabupaten Tangerang, Sabtu (13/04/2024).

Praktisi hukum, yang juga turut menjadi Calon Anggota Legislatif atau Caleg DPRD Provinsi Banten Daerah Pemilihan Kabupaten Tangerang A ini menceritakan pengalamannya selama mengikuti pemilu perdana.

Secara gamblang ia memaparkan kebrobrokan penyelenggara pemilu di Kabupaten Tangerang, saat hadir sebagai pemateri dalam diskusi publik bertajuk “Kupas Tuntas Putusan Bawaslu Kabupaten Tangerang Nomor : 005/LP/ADM/.PL/BWSL.KAB/11.08/III/2024, yang digelar Lembaga Bantuan Hukum Suka Keadilan Indonesia di Teras Cafe’ Tigaraksa, pada Jumat, 05 April 2024 lalu.

Pilpres dan Pileg serentak tahun ini cukup membuat dada sesak, kepala puyeng, serta badan panas dingin.

Bagaimana tidak, praktik money politic atau yang lebih dikenal masyarakat awam dengan istilah serangan fajar tampak dengan bebas dilakukan para Caleg mulai dari tingkat DPR-RI, DPRD Provinsi, hingga DPRD Kabupaten/Kota.

Besaran serangan fajar yang dibagikan Caleg ke warga selaku pemilik suara pun bervariasi mulai dari Rp20 ribuan hingga mencapai Rp100 ribuan per suara.

“Mirisnya, para penyelenggara pemilu baik KPU maupun Bawaslu, khususnya di wilayah Kabupaten Tangerang, memilih diam tanpa melakukan upaya pencegahan terhadap aksi kotor yang dilakukan para Caleg. Mereka terkesan mengamini pelanggaran hukum yang terjadi di depan matanya,” katanya.

Tak hanya itu, aksi kecurangan dengan cara melakukan penggelembungan suara yang diduga melibatkan oknum penyelenggara pemilu juga terjadi pada pemilu 2024.

**Baca Juga: Rekayasa Lalu Lintas di Jalur Wisata Banten, One Way Akan Diterapkan

Hal itu, semakin menambah panjang bobroknya sistem penyelenggaraan pemilu, dimana para penyelenggara seharusnya dituntut untuk bersikap netral dan menjadi wasit dalam mengawasi jalannya pertandingan.

Fakta yang terjadi di lapangan, alih-alih menghukum para pemain curang dengan mengeluarkan kartu merah, si wasit justru malah ikut bermain dengan membantu memuluskan aksi kecurangan tersebut.

“PR ini harus segera dicarikan solusinya. Bila perlu seluruh Komisioner KPU dan Bawaslu yang bermasalah di daerah ini harus diganti sebelum perhelatan Pilkada serentak pada 27 November 2024 mendatang. Jika tidak, maka kita semua jangan berharap bisa mendapatkan calon pemimpin yang berkualitas dan amanah, karena diprediksi Pilkada nanti akan lebih garang dari Pilpres dan Pileg,” ujarnya.

Berkaca dari Pilpres dan Pileg kemarin, Pragmatisme pemilih pada Pilkada nanti dapat dipastikan makin gahar.

“Sehebat apapun para calon kepala daerah menyuguhkan Narasi atau program, pada ujungnya tetap akan kalah sama Nasi,” jepasnya.

Artinya, saran dia, para penyelenggara pemilu dalam hal ini dituntut wajib mempunyai kemampuan dalam memitigasi, mencegah, mengeksekusi, serta memberikan edukasi politik kepada masyarakat agar hal-hal yang merusak proses demokrasi bisa diantisipasi sejak dini.

“Pembenahan dan perbaikan akhlak para penyelenggara pemilu juga harus dilakukan secara komprehensif, supaya daerah ini bisa memiliki pemimpin berkualitas, amanah dan jujur, sehingga mampu membawa Kabupaten Tangerang kedepan semakin Gemilang,”.(Tim K6)

Print Friendly, PDF & Email