oleh

Penegakan HAM oleh Komisi di Tengah Kasus Rohingya

image_pdfimage_print

Kabar6- Kasus Rohingya yang singgah di Aceh merupakan contoh nyata bagaimana pemenuhan hak asasi manusia (HAM) oleh negara masih mengandung kelemahan. Para pengungsi Rohingya telah melarikan diri dari kekerasan dan diskriminasi di Myanmar, namun kini berada dalam situasi yang sulit di Aceh.

Secara hukum, Indonesia seharusnya memberikan perlindungan dan mengakui status pengungsi para Rohingya sesuai aturan internasional. Namun, pemerintah Aceh belum mampu menampung mereka dengan baik dan meminta bantuan UNHCR. Hal ini menunjukkan keterbatasan kapasitas negara dalam memenuhi hak-hak dasar para pengungsi.

Sementara itu, secara by omission, pemerintah Indonesia juga gagal mencegah para pengungsi Rohingya kabur dari kamp-kamp pengungsian di Bangladesh. Ketiadaan pengawasan yang memadai memungkinkan mereka masuk ke Aceh secara diam-diam. Hal ini melanggar hak mereka atas perlindungan, keamanan, dan kehidupan yang layak sebagai pengungsi.

Untuk itu, Indonesia perlu memperbaiki sistem dan regulasi terkait penanganan pengungsi, termasuk kerja sama dengan UNHCR. Pemerintah harus mampu mencegah terjadinya pelanggaran HAM baik secara by commission maupun by omission. Selain itu, diperlukan kebijakan yang komprehensif untuk menangani akar permasalahan pengungsi Rohingya secara humanis dan bermartabat.

Dengan demikian, kasus ini dapat menjadi pembelajaran bagi pemerintah untuk memperbaiki pendekatan dalam memajukan dan memenuhi HAM di Indonesia, sesuai dengan visi negara sebagai pelindung hak asasi manusia universal

• Pemerintah Indonesia dapat mengusulkan solusi dan bantuan kepada pemerintah Myanmar agar tercipta keamanan dan kesejahteraan bagi suku Rohingya.
• Indonesia dapat menjadi juru bicara bagi suku Rohingya di forum internasional untuk meningkatkan kesadaran tentang pelanggaran HAM yang terjadi.
• Dapat membuka pintu kerja sama antara Indonesia dan Myanmar dalam berbagai bidang.
• Pemerintah Indonesia harus berhati-hati agar tidak menimbulkan gesekan dengan Myanmar sehingga dapat merusak hubungan bilateral kedua negara.
• Bantuan dan solusi yang diajukan harus dilakukan secara diplomatis dan menghormati kedaulatan Myanmar

Sebagai contoh, pemerintah Indonesia dapat mengundang delegasi dari organisasi hak asasi manusia internasional untuk meninjau langsung kondisi suku Rohingya di Myanmar. Kehadiran delegasi internasional dapat meningkatkan tekanan terhadap pemerintah Myanmar untuk menghormati dan melindungi hak-hak dasar suku Rohingya.

Pemerintah Indonesia juga dapat mengajukan program bantuan kemanusiaan secara langsung kepada suku Rohingya, seperti menyediakan makanan, obat-obatan, dan peralatan kebutuhan pokok. Program bantuan tersebut dapat diajukan secara bersama-sama oleh negara-negara ASEAN lainnya untuk menunjukkan dukungan bersama terhadap suku Rohingya.

Langkah-langkah seperti ini dapat menunjukkan solidaritas dan kepedulian Indonesia terhadap nasib suku Rohingya secara praktis, tanpa menimbulkan gesekan dengan pemerintah Myanmar.
Selain itu, dari sekian banyaknya kasus yang melibatkan masuknya pengungsi Rohingya ke Aceh, pernyataan Kapolda Aceh Irjen Achmad Kartiko menggambarkan situasi yang kompleks dan menantang.

Pengakuan bahwa pengungsi menggunakan kapal yang dimiliki oleh warga Bangladesh dan membayar sejumlah uang untuk masuk ke Indonesia menunjukkan adanya aktivitas penyelundupan manusia.

**Baca Juga: Kejurnas Panjat Tebing Piala Wali Kota Tangerang 2023 Sukses Digelar

Langkah-langkah yang diambil oleh aparat kepolisian, seperti penyelidikan terhadap jaringan penyelundupan manusia dan upaya untuk menggagalkan penyelundupan di Aceh Timur, mencerminkan respons pemerintah terhadap masalah ini. Namun, dalam menyikapi kasus ini, penting untuk menganalisis dua aspek utama: by commission (melalui tindakan) dan by omission (melalui kelalaian).

Dari segi by commission, tindakan aparat kepolisian, termasuk penyelidikan terhadap praktik penyelundupan manusia, adalah langkah-langkah positif. Menangkap warga Bangladesh yang diduga terlibat dalam membawa pengungsi Rohingya ke Indonesia adalah respons yang tepat terhadap pelanggaran hukum. Pemerintah Aceh, dengan menggagalkan upaya penyelundupan di Aceh Timur, juga menunjukkan komitmen dalam menangani masalah ini secara tegas.

Namun, dari segi by omission, masih terdapat kekurangan dalam melindungi hak asasi manusia para pengungsi. Tidak memberikan status pengungsi resmi kepada mereka meninggalkan mereka dalam kondisi hukum yang tidak pasti. Hal ini dapat merugikan mereka dalam jangka panjang, termasuk akses terhadap layanan dasar dan hak-hak yang seharusnya mereka nikmati sebagai manusia.

Pernyataan Kapolda Aceh tentang antisipasi terhadap konflik sosial antara masyarakat lokal dan pengungsi menyoroti sensitivitas situasi tersebut. Meskipun tindakan atas dasar kemanusiaan untuk memberikan pertolongan kepada pengungsi penting, tetapi upaya lebih lanjut untuk mengintegrasikan mereka dengan masyarakat setempat perlu ditingkatkan. Ini mencakup langkah-langkah untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai situasi para pengungsi dan membuka dialog untuk mengatasi potensi konflik.

Dengan adanya kasus Etnis Rohingya ini menegaskan perlunya peningkatan dalam pemenuhan HAM terkait pengungsi Rohingya di Indonesia. Pemerintah perlu meningkatkan kapasitasnya dalam menangani krisis ini dengan memperbaiki regulasi, meningkatkan kerja sama internasional, dan mengambil langkah-langkah komprehensif untuk menangani akar permasalahan pengungsi Rohingya secara humanis dan bermartabat.

Kasus ini juga dapat menjadi pembelajaran bagi Indonesia untuk memperbaiki pendekatan dalam memajukan dan memenuhi HAM sesuai dengan visi negara sebagai pelindung hak asasi manusia universal.(*)

Penulis: Fatikah Dwiyanti-221010200898

S1 Ilmu Hukum, Universitas Pamulang

Sumber : e-journal.uajy.ac.id , antaranwes.com

Print Friendly, PDF & Email