oleh

Dedikasi KH. Romdin di Tengah Keterbatasan Biaya

image_pdfimage_print

Kabar6-Bagi warga Kabupaten Tangerang, nama KH Romdin tidak asing. Dia adalah pendiri Pesantren Hikmah Syahadah, di Kampung Kadondong, Desa Pasir Nangka, Kecamatan Tigaraksa.

Di Pondok itu, ribuan pecandu narkoba, orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), dan anak nakal bisa disembuhkan dengan metode sipritual dan terapi yang disebut ‘Terapi Telunjuk Petir’ yang dipelajarinya melalui ilmu hikmah.

Tapi, tidak sedikit dia harus mencari uang pinjaman untuk memberikan makan santrinya itu karena ada santri yang hanya diantarkan saja oleh keluarganya atau santri tidak tahu keluarganya. Hebatnya dia tetap mengobati santrinya yang saat ini berjumlah 50 0rang.

Jam menunjukan pukul 15.30 WIB saat tiba di Pesantren Hikmah Syahadah atau berjarak 5 kilometer dari Pusat Pemerintaha Kabupaten (Puspemkab)Tangerang.
ketika bertanya KH Romdin, Agus (27) santri yang ditemui tampak begitu bersemangat mengatar wartawan untuk bertemu dengan pendiri pesantren yang berdiri sejak 1998.

Setelah menunggu sekitar 30 menit, KH Romdin dengan keluar sambil meyalami dan bertanya dari mana. Setelah tahu yang datang wartawan, KH Romdin mengajak untuk berkeliling pesantren Dalam bilik yang tidak terlalu besar, ada sekitar 27 kamar, masing-masingnya dapat dihuni 2-3 orang.

Setiap blok dibagi berdasarkan kategori penderita berat, sedang, dan yang sudah membaik. Bilik tersebut dilengkapi dengan jeruji besi agar santri tidak kabur.
KH Romdin menerangkan, mereka digiring masuk ke kamar setiap malam usai melaksanakan salat Isya berjamaah di musala pesantren. Para pasien baru, dipisahkan agar mereka tak saling mempengaruhi.

“Kalau yang rawan (penderita berat) dimasukin ke kamar. Misalkan pengguna narkoba yang baru. Karena pasti dia itu kabur karena pengen konsumsi obat,” kata KH Romdon kepada Kabar6.com.

Untuk santri baru itu, satu orang menempati satu kamar isolasi. Pihak pesantren khawatir, mereka dinilai berbahaya karena bisa bekerja sama dengan santri lama yang keadaannya sudah membaik.

“(Santri baru) membahayakan, dan bisa juga mereka kerja sama. Anak-anak begitu kan walaupun fisiknya sembuh, mentalnya kan belum tentu sembuh. Kalau ada kesempatan kabur nanti kabur. Santri lama bisa terpengaruh (santri) yang baru,” tuturnya.

Untuk mengobati santri itu, ada dua metode yang dilakukan, yakni metode sipritual dan terapi yang disebut ‘Terapi Telunjuk Petir’.

Menurutnya, seseorng jadi pecandu narkoba, orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), dan nakal itu karena awalnya iman kepada Allah SWT tipis. Untuk itu, Ia memberikan sipritual agar santrinya kembali kepada jalan Alllah.

“Kemudian untuk metode terapi telunjuk petir. Usai salat ashar berjamah santri dipersiapkan untuk menjelani terapi. Nanti lihat saja,” ujarna.

Setelah salat ashar, KH Romdon membuka baju koko dan peci yang dikenakannya sewaktu salat. Tersisa sarung dengan motif kotak-kotak berwarna biru, Ferdi berlutut di barisan salat paling depan.

Sambil memegang segelas air bening, KH Romdin pun memulai ritualnya dengan membacakan doa dan berpesan kepada santrinya itu agar tidak menahan sakit. Dia mengatakan, hal itu bisa membuat Ferdi tak sadarkan diri.

”Ulah (jangan) ditahan, ulah cicing bae (jangan diam saja) nanti pingsan kamu,” kata KH Romdin yang langsung dijawab dengan anggukan salah seorang santri bernama Ferdi.

Air ramuan disiram perlahan-lahan ke kepala klien, lalu diikuti usapan tangan ustaz di atas rambut. Keduanya tak banyak bicara. Prosesi terapi terus berlanjut hingga telunjuk KH Romdin mulai menekan titik-titik syaraf di tubuh Ferdi.

Pijatan satu jari tersebut cukup keras membentuk garis lurus ke bawah. Air ditumpahkan lagi ke badan bagian depan dan belakang hingga basah dan licin.
”Bangun, berdiri,” seru KH Romdin. Gerakan Terapi Telunjuk Petir diulang-ulang hingga sekitar 15 menit. Meski tak menjerit, Ferdi terlihat mengernyitkan dahi sepanjang pengobatan tersebut.**Baca juga: Awas! Jalan Munjul Licin Akibat Tertutup Tanah.

Bibirnya pun sesekali meringis. Terapi selesai, mereka saling bersalaman dan tersenyum. ”Jadi maksudnya supaya peredaran darahnya lancar. Kemungkinan kan mereka suka pada meriang, meler, panas dingin, sebenarnya untuk menghilangkan itu,” tukasnya.(Vee)

Print Friendly, PDF & Email