oleh

Ketimpangan Menjadi Ancaman Bagi Ekonomi Indonesia, Akar Masalah dan Bagaimana Mengatasinya?

image_pdfimage_print

Kabar6-Ketimpangan ekonomi di Indonesia semakin mencolok. Menurut riset CELIOS, kekayaan 50 orang terkaya di Indonesia meningkat tiga kali lipat, sementara sekitar 9 juta orang dari kelas menengah terancam jatuh ke dalam kemiskinan.

Ini menimbulkan pertanyaan besar: apa yang menyebabkan ketimpangan ini, dan apakah kebijakan pemerintah, baik fiskal maupun moneter, berperan dalam memperburuk situasi?

Penyebab Meningkatnya Ketimpangan

**Baca Juga: Teknologi Dr Lukman Gunarto Sukses Naikan Bobot Sapi Per Hari 2,5 Kg

Salah satu penyebab utama ketimpangan yang semakin lebar adalah akses yang tidak merata terhadap sumber daya ekonomi dan investasi. Kelompok kaya memiliki akses lebih besar ke sektor-sektor yang menguntungkan, seperti properti, saham, dan teknologi, yang mengalami lonjakan selama beberapa tahun terakhir.

Di sisi lain, kelas menengah lebih rentan terhadap guncangan ekonomi, seperti pandemi dan inflasi, karena mereka bergantung pada pendapatan tetap yang tidak tumbuh secepat biaya hidup.

Kebijakan moneter seperti suku bunga rendah dan likuiditas yang melimpah cenderung lebih menguntungkan para investor besar.

Mereka bisa mendapatkan kredit murah dan berinvestasi di pasar modal, yang memberi mereka keuntungan lebih. Di sisi fiskal, kebijakan pajak yang tidak cukup progresif dan insentif yang lebih banyak diberikan kepada korporasi besar juga berperan dalam memperlebar kesenjangan ekonomi.

Kebijakan ini memberikan lebih banyak keuntungan kepada kelompok kaya, sementara kelas menengah menghadapi beban biaya hidup yang terus meningkat.

Kebijakan yang Menguntungkan Orang Kaya

Beberapa kebijakan di masa Presiden Jokowi secara tidak langsung lebih menguntungkan kelompok kaya.

Salah satunya adalah Tax Amnesty yang memberikan kesempatan kepada orang-orang kaya untuk merepatriasi aset mereka dengan tarif pajak yang rendah, memberikan keuntungan besar bagi pemilik modal.

Selain itu, insentif fiskal untuk perusahaan besar dan proyek infrastruktur juga lebih menguntungkan mereka yang memiliki akses ke proyek-proyek besar, sementara kelas menengah dan bawah belum merasakan manfaat yang signifikan dari kebijakan ini.

Subsidi energi, terutama BBM, juga sering kali dinikmati oleh kelompok yang lebih kaya, karena mereka memiliki kendaraan lebih banyak dan konsumsi energi yang lebih besar.

Subsidi semacam ini, meskipun seolah-olah bertujuan membantu semua orang, pada kenyataannya lebih menguntungkan kelompok dengan konsumsi yang lebih tinggi.

Apakah Kebijakan ‘Tax the Rich’ Bisa Jadi Solusi?

Kebijakan Tax the Rich dapat menjadi solusi yang efektif untuk mengurangi ketimpangan ekonomi.

Dengan menerapkan pajak yang lebih progresif terhadap kelompok kaya, pemerintah bisa meningkatkan pendapatan yang dapat dialokasikan untuk program-program sosial, pendidikan, dan kesehatan, yang lebih bermanfaat bagi kelompok menengah dan bawah.

Namun, kebijakan ini harus dilakukan dengan hati-hati. Ada risiko bahwa jika kebijakan pajak terhadap kelompok kaya dianggap terlalu membebani, mereka bisa melarikan dananya ke negara-negara seperti Singapura yang menawarkan insentif pajak lebih rendah.

Untuk menghindari hal ini, pemerintah perlu menciptakan iklim perpajakan yang adil, stabil, dan memberikan insentif bagi investasi domestik.

Kebijakan lain, seperti rencana menaikkan PPN menjadi 12%, justru bisa memperburuk situasi karena akan menambah beban bagi masyarakat menengah dan bawah.

Kebijakan ini sebaiknya dibatalkan atau setidaknya ditinjau ulang, karena lebih banyak merugikan kelompok yang sudah berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.

Melemahnya Kelas Menengah: Tanda Bahaya Ekonomi?

Fenomena melemahnya kelas menengah atau “bolong di tengah” adalah tanda bahwa ekonomi Indonesia sedang menghadapi masalah serius.

Kelas menengah adalah pilar pertumbuhan ekonomi, karena mereka berkontribusi besar dalam konsumsi dan investasi. Jika kelas menengah terus tertekan oleh kenaikan biaya hidup dan pendapatan yang stagnan, ekonomi kita akan kehilangan salah satu motor penggerak utamanya.

Kondisi ini adalah tanda bahwa kebijakan ekonomi belum berhasil menciptakan pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan.

Berapa Besar Pengaruh Spending terhadap Pertumbuhan Ekonomi?

Spending atau belanja masyarakat memiliki dampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, karena konsumsi rumah tangga adalah salah satu komponen terbesar dalam PDB.

Namun, dorongan untuk berbelanja hanya akan efektif jika daya beli masyarakat terjaga.

Dalam kondisi saat ini, daya beli kelompok menengah dan bawah tertekan oleh inflasi dan peningkatan biaya hidup, sehingga anjuran BI agar masyarakat berbelanja lebih banyak tidak akan berdampak signifikan tanpa langkah-langkah untuk memperkuat daya beli mereka.

Faktor-Faktor yang Menunjang Pertumbuhan Ekonomi

Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, ada beberapa faktor utama yang perlu diperhatikan:

Investasi produktif: Investasi baik dari dalam maupun luar negeri yang masuk ke sektor-sektor produktif sangat penting.

Penguatan daya beli: Peningkatan pendapatan riil masyarakat dan pengendalian inflasi pada kebutuhan pokok.

Infrastruktur berkualitas: Pembangunan infrastruktur yang mendukung produktivitas ekonomi, bukan hanya proyek mercusuar.

Kestabilan politik dan hukum: Menciptakan lingkungan yang kondusif untuk investasi dan pertumbuhan bisnis.

Rekomendasi Kebijakan untuk Mencapai Pertumbuhan Ekonomi 5-8%

Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi di atas 5% atau bahkan mendekati 8%, pemerintah perlu menerapkan reformasi struktural yang serius.

Ini termasuk penyederhanaan birokrasi, peningkatan efisiensi ekonomi, dan dorongan untuk inovasi teknologi. Penguatan sektor UKM juga penting, mengingat mereka adalah tulang punggung ekonomi nasional.

Selain itu, pemerintah harus mendorong kebijakan fiskal yang progresif dengan memberlakukan pajak yang adil bagi kelompok kaya, sambil memastikan bahwa program-program sosial terus mendukung penguatan daya beli masyarakat.

Dalam kesimpulannya, pemerintah harus lebih cermat dalam merumuskan kebijakan ekonomi yang inklusif, yang tidak hanya menguntungkan kelompok kaya tetapi juga memberikan kesempatan kepada kelas menengah dan bawah untuk bangkit. (Achmad Nur Hidayat (Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta)