1

Ketahui Sejumlah Gejala Palsu COVID-19

Kabar6-Pandemi COVID-19 hingga kini masih belum usai. Masyarakat terus waspada, menjaga kesehatan dan kebersihan, dan tetap update perihal info COVID-19 terkini.

Namun di satu sisi, ‘menelan’ terlalu banyak informasi, terlebih info yang kurang baik, ternyata juga memiliki dampak negatif bagi kesehatan.

Mengapa begitu? Melansir Popbela, hal ini bisa memicu keluhan fisik yang bisa diperparah emosi atau pikiran, yang dikenal dengan istilah psikosomatik. Saat menonton atau membaca berita mengenai virus Corona, Anda akan merasa cemas berlebihan takut terpapar virus tersebut. Tidak hanya itu, Anda juga merasa sesak napas secara tiba-tiba. Namun saat diperiksakan, Anda tidak terkena COVID-19.

Psikosomatik disebabkan karena dipicunya kadar stres berlebihan dalam tubuh. Rasa stres berlebihan inilah yang bisa menyebabkan sesak napas, jantung berdetak lebih cepat, perut terasa nyeri, hingga merasa demam.

Pengobatan psikosomatik sendiri bisa dikonsultasikan ke dokter. Jangan lupa juga, penting untuk menyaring dan membatasi informasi yang masuk.

Cari juga sumber informasi terpercaya agar tidak termakan hoaks. Pastikan juga untuk tetap menjaga kesehatan dan segera periksakan diri ke dokter jika merasa tidak sehat. ** Baca juga: Studi: Orang yang Tidak Gunakan Masker Lebih Cenderung Tidak Jaga Jarak

Psikosomatik bisa jadi penyebab orang yang sehat seolah-olah seperti sakit dan merasakan gejala COVID-19.(ilj/bbs)




Kurangi Baca Berita Tentang COVID-19 Disebut Bantu Redakan Stres dan Panik

Kabar6-Banyak orang yang stres sekaligus panik menghadapi pandemi COVID-19. Kecemasan yang ditambah dengan ‘ingatan buruk’ tentang COVID-19, salah satunya dapat membuat seseorang mengalami psikosomatik.

Diketahui, psikosomatik merupakan suatu kondisi atau gangguan ketika pikiran mempengaruhi tubuh, hingga memicu munculnya keluhan fisik.

Risiko seseorang mengalami psikosomatik, melansir CNN Indonesia, salah satunya adalah karena mereka telah disuguhi berita-berita mengenai pandemi COVID-19 lewat media, baik di TV maupun online. Ketika seseorang mendapat info yang bermakna dan terus menerus, maka akan disimpan di amigdala, pusat memori, yang juga merupakan pusat kecemasan.

Saat kelebihan beban, maka ia akan merespons dengan kecemasan seolah merasa ketakutan luar biasa akibat kondisi tersebut. Dan ini merupakan suatu tekanan untuk diri kita, otak, stres negatif, bisa jadi gejala psikosomatik.

Gejala yang dialami seseorang ketika mengalami psikosomatik di tengah pandemi ini juga mirip dengan gejala pasien COVID-19, seperti batuk, flu, demam, dan sesak napas. Meskipun mirip, gejala keduanya sebenarnya berbeda.

Nah, untuk membatasi waktu mengakses informasi mengenai COVID-19, disarankan agar Anda melakukan aktivitas lain seperti bekerja di rumah, bersih-bersih, berolahraga, dan lain sebagainya. Jadi jangan melulu fokus mendengarkan berita yang berkaitan dengan COVID-19. ** Baca juga: Kendalikan Berat Badan Selama Bekerja dari Rumah

Tetap waspada, tapi juga jangan terlalu panik.(ilj/bbs)




Cemas Berlebihan Bisa Sebabkan Sakit

Kabar6-Tidak hanya soal fisik yang prima, memiliki mental sehat juga menjadi kunci penting bagi Anda yang hidup di zaman serba cepat, modern, sekaligus kompetitif ini.

Kesehatan fisik menjadi utama untuk mengatasi tantangan cuaca dan perubahan iklim yang tak menentu, sementara kesehatan mental tak kalah penting yaitu agar bisa menjalani hidup dengan bahagia.

Salah satu hal yang harus dihindari, melansir She, adalah gejala psikosomatik terhadap tubuh. Gangguan psikosomatik diartikan sebagai penyakit fisik yang disebabkan karena aspek mental. Beberapa contoh penyakit yang bisa bertambah parah akibat faktor mental adalah penyakit maag, tekanan darah tinggi, dan penyakit jantung.

Gejala psikosomatik bisa timbul dari rasa cemas yang berlebihan. Kecemasan itu kemudian menyebabkan gejala fisik meningkat akibat aktivitas impuls saraf dari otak ke berbagai bagian tubuh juga meningkat.

Diketahui, otak dapat mempengaruhi beberapa sel dalam sistem kekebalan tubuh hingga bisa memunculkan penyakit. Karena itulah, dalam penanganan medis beberapa penyakit, dokter selalu menekankan pentingnya menjaga kondisi mental untuk tidak stres, cemas, maupun depresi.

Sampai batas tertentu, penyakit psikosomatik, yang melibatkan pikiran dan fisik, bisa dihindari dengan berpikiran positif. Karena bagaimanapun juga, ada aspek mental dari penyakit fisik yang muncul. Demikian pula sebaliknya. ** Baca juga: Kenali Tahapan Tidur Agar Dapatkan Waktu Istirahat Berkualitas

Jadi, seimbangkan antara kesehatan fisik dan mental selama menjalankan aktivitas harian.(ilj/bbs)




India Tawarkan Kursus Bersertifikat untuk Tangani Orang Kesurupan

Kabar6-Sebuah universitas bergengsi di India bernama Banaras Hindu University (BHU) yang berada di kota utara Varanasi, menawarkan kursus bersertifikat untuk mengajarkan dokter bagaimana memperlakukan orang yang mengaku melihat atau dirasuki oleh hantu (kesurupan).

BHU membuka kursus itu selama enam bulan yang akan dimulai pada Januari mendatang. Para pejabat, melansir Sindonews, mengatakan bahwa kursus itu akan fokus pada gangguan psikosomatik yang sering membingungkan dengan kejadian paranormal. Kursus ini akan diadakan oleh Fakultas Ayurveda, sistem pengobatan dan penyembuhan Hindu kuno.

Seorang pejabat BHU mengungkapkan, unit terpisah Bhoot Vidya (Studi Hantu) telah didirikan di universitas. “Bhoot Vidya terutama berurusan dengan gangguan psikosomatis, penyakit yang disebabkan oleh alasan yang tidak diketahui dan penyakit pikiran atau kondisi psikis,” jelas Yamini Bhushan Tripathi, dekan fakultas Ayurveda.

Terapi Ayurvedic umumnya meliputi obat-obatan herbal, perubahan pola makan, pijat, pernapasan, dan bentuk olahraga lainnya.

Menurut sebuah studi pada 2016 oleh Institut Nasional Kesehatan Mental dan Neuroscience (Nimhans), hampir 14 persen orang India sakit mental. Dan pada 2017, WHO memperkirakan bahwa 20 persen orang India mungkin menderita depresi pada satu titik dalam hidup mereka.

Tetapi ada kurang dari 4.000 profesional kesehatan mental di negara dengan 1,3 miliar penduduk ini dan ada sedikit kesadaran tentang masalah ini.

Juga, karena stigma sosial yang meluas, hanya sedikit yang mencari bantuan atau perawatan profesional dan banyak orang India, terutama di daerah pedesaan dan miskin, mengunjungi paranormal dan dukun dengan harapan bahwa mereka akan membantu menyembuhkan penyakit mental mereka.

Berita bahwa BHU yang dikelola pemerintah akan memulai kursus Bhoot Vidya mengundang kontroversi di dunia maya. Beberapa netizen menunjukkan bahwa pengobatan dan rehabilitasi adalah metode yang lebih tepat untuk menangani masalah kesehatan mental.

“BHU memulai kursus tentang BhootVidya. Menurut saya penyakit mental yang parah dan kronis dirawat dengan baik dengan obat-obatan modern dan rehabilitasi yang tepat. Intervensi awal oleh kedokteran modern adalah satu-satunya harapan mereka,” kata seorang netizen. “Untuk penyakit pikiran yang ringan, buka hati dan jiwa dengan lebar untuk semua.”

Sejumlah netizen bahkan bertanya-tanya apakah pengobatan itu bisa lebih baik. “Bhoot Vidya kursus sertifikat enam bulan akan mengajarkan pengobatan untuk gangguan psikosomatis dan penyakit yang disebabkan oleh ‘hantu’ akan diajarkan kepada dokter,” kata seorang netizen.

Tetapi sebagian besar mencemooh pengumuman itu dan beberapa bahkan menggunakannya untuk mempertanyakan prioritas pemerintah India. “Jadi, hantu itu nyata, kata BHU!” seru seorang netizen.

Bagaimana menurut Anda?(ilj/bbs)