1

Praktisi Hukum Desak Kapolri Usut Kasus Oli Palsu Usai Digerebek Kemendag

Kabar6-Praktisi Hukum Edi Hardum mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk segera memerintahkan jajarannya turun tangan terkait penggerebekan gudang oli palsu oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI di Gang Ambon Blok C Kelurahan Nerogtog, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang.

“Kapolda Metro Jaya atau Mabes Polri harus turun tangan. Kapolri harus perintahkan dua ini. Kemendag harus gandeng polisi,” tegas Edi melalui pesan singkat kepada wartawan, Kamis (4/5/2023) malam.

Ia mengatakan kasus tersebut bukan delik aduan, tetapi delik umum. Oleh karena itu, polisi harus segera bertindak karena hingga saat ini belum ada tersangka atau pelaku pemalsuan oli ilegal tersebut.

“Penggerebekan ini jangan hangat tahi ayam, kemudian main belakang. Pelaku harus dipenjara dan izin perusahaannya dicabut,” katanya.

“Kasus ini harus dibawa ke pengadilan dan hakim harus memvonis mereka bersalah, harus dibui karena jelas kesalahannya,” tambahnya.

Menurutnya, kasus pemalsuan pelumas ilegal ini merusak perekonomian negara. Endingnya masyarakat juga yang akan dirugikan dengan beredarnya oli palsu tersebut.

“Bisa-bisa investor asing tidak percaya dengan Indonesia karena banyak hal dipalsukan. Negara ini akan dikuasa mafioso oli palsu kalau tidak ditindak,” ujarnya.

Edi berharap pemerintah dan kepolisian harus tegas. “Tolak disuap penjahat ekonomi begini, kalau oknum terlibat harus sikat,” tandasnya.

**Baca Juga: Polsek Karawaci Gelar Halal Bihalal dan Santunan Anak Yatim

Diberitakan sebelumnya, Kemendag menggerebek gudang oli palsu yang oleh masyarakat kerap disebut sebagai pabrik oli Cipondoh pada Rabu, 12 April 2023 sore.

Tak sampai sepekan sepekan atau pada Senin 17 April 2023, Kemendag bersama Kejaksaan Agung, TNI, Polri dan Kementerian ESDM mengekspos hasil temuan produk pelumas ilegal tersebut.

Wakil Menteri Perdagangan, Jerry Sambuaga mengatakan pabrik tersebut tidak hanya memalsukan satu merek pelumas saja, melainkan berbagai merek yang terkenal di masyarakat.

“Mereka tidak punya SNI (standar nasional Indonesia), tidak punya NPB (nomor pendaftaran barang), dan tidak punya NPT (nomor pelumas terdaftar),” kata Jerry di lokasi pada Senin (17/4/2023).

Dari penggerebekan ditemukan 196.734 botol pelumas siap edar dan 1.153 drum pelumas yang belum dikemas. Ditaksir nilainya mencapai 16,5 miliar. (Oke)




Pengelolaan Aset Harus Bebas Dari Oknum ‘Nakal’, Praktisi Hukum Bakal Buka-bukaan

Kabar6- Pengelolaan aset daerah pada Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang harus terbebas dari tangan kotor oknum ‘Nakal’. Terutama, yang paling di sorot tentunya adalah aset-aset berupa tanah maupun gedung/bangunan milik Kota Tangerang, Rabu (12/10/2022).

Hal tersebut diungkapkan oleh Ahwil Ramli, seorang Praktisi Hukum di wilayah setempat, yang hingga kini masih terus memberikan pandangan kritisnya kepada setiap kebijakan Pemkot Tangerang.

“Banyak berpotensi dimainkan sama oknum. Jadi harus kita awasi bersama-sama. Belajar dari yang dulu-dulu, jangan sampai terulang, ada dugaan-dugaan permainan. Ada informasi lahan yang hilang dan sebagainya,” tegas Ahwil, saat berbincang santai bersama awak media di kawasan Puspemkot Tangerang, kemarin.

Menurutnya, berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kota Tangerang Nomor 10 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah dalam Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 11 dinyatakan bahwa Barang Milik Daerah adalah semua barang milik Pemerintah Kota Tangerang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.

**Baca Juga: Fasilitas di Taman Potret Kota Tangerang Rusak Parah

“Selanjutnya, dalam pasal 1 ayat 13 disebutkan bahwa Pengelolaan Barang Milik Daerah adalah rangkaian kegiatan dan tindakan terhadap Barang Milik Daerah yang meliputi perencanaan, penentuan, kebutuhan, penganggaran, standarisasi barang dan harga, pengadaan, penyimpanan, penyaluran, inventarisasi, pengendalian, pemeliharaan, pengamanan, pemanfaatan, perubahan status hukum/penilaian serta penatausahaannya,” terangnya.

Kemudian, kata Ahwil, berdasarkan Perda Nomor 5 Tahun 2017 Tentang Penyerahan Prasarana, Sarana Dan Utilitas Perumahan, dalam Bab IV Penyediaan Prasarana, Sarana, Utilitas pasal 5 ( 1) disebut kan bahwa ‘ Setiap Penyelenggara dalam melakukan pembangunan perumahan wajib menyediakan Prasarana, Sarana, Utilitas dengan proporsi 40 % ( empat puluh persen ) dari luas tanah yang dikembangkan sesuai dengan rencana tapak yang disetujui oleh pemerintah daerah dan kemudian penyediaannya diatur dengan Peraturan Walikota. Lebih lanjut di Bab VI pasal 12 pengembang wajib menyediakan lahan TPU sebesar 2 % dari luas lahan sesuai dengan rencana tapak yang disetujui.

“Perda tersebut diatas mewajibkan sensus aset sesuai pedoman yang sudah ditetapkan. Selain itu ditekankan bahwa apabila Pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah ( SKPD ) tidak melakukan pencatatan atau sensus aset daerah, maka dapat dikenakan sanksi-sanksi yang berlaku,” jelas dia.

Timbulnya permasalahan aset di kota Tangerang, khususnya terkait dengan Fasos Fasum banyak terjadi pada masa lalu, karena aturan yang berlaku sebelum terbitnya Perda Nomor 5 Tahun 2017 Tentang Penyerahan Prasarana, Sarana Dan Utilitas Perumahan tidak memberikan kewenangan Pemkot Tangerang untuk melakukan penagihan Fasos Fasum yang menjadi kewajiban pengembang.

“Maka terkadang hal tersebut dimanfaatkan oleh oknum pengembang untuk memanfaatkan Fasos Fasum tersebut tanpa adanya izin atau kerjasama dengan Pemkot Tangerang. Selain itu masih banyak aset-aset Pemkot Tangerang yang belum tercatat atau belum dilengkapi data – datanya dan bahkan terdapat aset yang sudah tercatat pun terkadang masih dikuasai pihak lain,” ungkapnya.

Ahwil menambahkan, terkadang juga permasalahan lain yang tidak kalah pentingnya adalah pencatatan yang dilakukan, tetapi belum terintegrasi dengan data di Badan Pertanahan Nasional ( BPN ).

“Sehingga dapat terjadi tanah Fasum atau Fasos dari pengembang untuk Pemkot Tangerang namun kepemilikannya berubah menjadi milik pihak lain,” pungkasnya.

Ditanya soal modus yang kerap terjadi, Ahwil dengan gamblang menjelaskan, bahwa itu biasanya terjadi terhadap aset berupa Fasos atau Fasum, baik yang belum diserahkan oleh pengembang ataupun yang sudah diserahkan, namun belum resmi tercatat di Pemkot Tangerang. Dimana, tiba-tiba muncul atau beralih status atas hak tanah kepada pihak lain.

“Peralihan tersebut biasanya dimulai dari penawaran atau keinginan oleh pihak swasta yang mengetahui situasi atas Fasos Fasum tertentu dan kemudian pihak swasta tersebut mengajak, membujuk atau menyuap oknum aparat kelurahan untuk membuat dokumen atau surat keterangan palsu,” bener Ahwil.

Tanah Fasos atau Fasum tersebut, lanjut Ahwil, sengaja diduduki terlebih dahulu dan beberapa tahun kemudian pihak swasta yang menduduki mengajukan permohonan sertifikat kepada BPN dengan bukti kepemilikan girik atau leter C yang (diduga) dipalsukan oleh oknum aparat kelurahan.

Meskipun, permohonan tersebut di BPN tentu juga akan diteliti terlebih dahulu dengan melihat ke lokasi untuk mengecek penguasaan lahan oleh pemohon dan pengukuran luas tanahnya.

Berdasarkan girik atau leter C dan form permohonan yang juga diketahui dan ditandatangani oleh aparat kelurahan setempat pihak BPN akan menerbitkan sertifikat hak atas tanah kepada pemohon.

“Modus lainnya adalah terjadinya perubahan posisi tanah berupa Fasos atau Fasum dari penyerahan awal dengan kondisi terkini, hal ini dimungkinkan terjadi akibat tidak dilakukannya pencatatan aset pada saat penyerahan awal dari pengembang oleh pihak Pemkot Tangerang,” katanya.

Sehingga seiring dengan perjalanan waktu serta terjadinya kenaikan harga tanah pada posisi tertentu membuat pengembang atau pengelola melakukan perubahan letak tanah Fasos Fasum tersebut.

“Nanti lah ya, dilain kesempatan, saya buka dan kasih lihat hasil kajian lama kami. Disitu ada semua, temuan kasus-kasus dugaan hilang ataupun beralihnya Fasos Fasum ke pihak lain,” pungkasnya dengan senyum ramah.

Sayangnya, belum ada satu pun pejabat di Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Kota Tangerang, sebagai salah satu instansi terkait aset daerah, yang berkenan ditemui dan dikonfirmasi.

“Kalau untuk bahan media, punten ya bang, dengan sangat, mesti seijin pimpinan atau via humas,” ujar Nandung, Kabid Aset pada DPKD Kota Tangerang, saat dikonfirmasi melalui akun WhatsApp pribadinya.

Demikian juga Kapala DPKD Kota Tangerang, Tatang Sutisna, yang juga belum dapat ditemui karena masih dalam kesibukan pekerjaannya.

“Maaf, saya masih banyak kegiatan. Coba sore yah,” jawabnya. (Tim K6)




Praktisi Hukum Sebut PT BLP Agung Intiland Terancam Bisa Dicabut Izin Lokasinya

Kabar6.com

Kabar6-Pakar Hukum Agraria Alwanih mengamati pengembang yang dinilai tidak konsisten melaksanakan izin lokasi yang sudah diberikan Pemerintah Kabupaten Tangerang dalam progress pembangunan dan pembebasan lahannya.

Diketahui sebelumnya, PT Bangun Laksana Persada (BLP) Agung Intiland sebagai pengembang di wilayah Pantura yang tengah disorot DPRD Kabupaten Tangerang lantaran diduga tidak mematuhi aturan yang berlaku. Dimana tidak konsisten menjalankan luas 1.650 hektar izin lokasi.

Alwanih mengatakan jika izin lokasi hanya merupakan ploting untuk pengembang melakukan rencana aktivitas komersil. Apabila tidak dijalankan dengan baik maka konsekuensinya penindakan tegas dari pejabat berwenang.

“Izin lokasi kan bagian sifatnya administratif dalam hal peruntukan penataan ruang. Jadi kalau pengembang tidak bisa melaksanakan itu, harus diberikan evaluasi oleh Bupati/Walikota. Sanksinya bisa penangguhan, pengecilan dan atau pencabutan izin lokasi tersebut,” ujar Alwanih saat berbincang dengan wartawan, Jum’at (2/4/2021).

“Jika tidak konsisten melaksanakan amanat Izin Lokasi bisa disebut mafia perizinan,” sambungnya.

Praktisi hukum ini pun menyayangkan pratek dilapangan terhadap penerima izin lokasi tidak diimbangi pengawasan yang berkelanjutan. Padahal, kata Alwanih, sudah jelas ketentuan di SK (Surat Keputusan) Izin Lokasi harus meberikan laporan per tiga bulan sampai tiga tahun.

“Itu wajib evaluasi, kalau tidak ada laporan harusnya Pemerintah Daerah memberikan sanksi, karena itu melalui kajian yang panjang dari tingkat RT sampai Dinas terkait untuk menyerahkan rekomendasi kepada Kepala Daerah dan tata guna tanah dari BPN untuk memberikan izin lokasi. Kalau tidak sanggup melakukan kegiatan itu juga tidak berhak mengklaim perolehan hak atas tanah hanya untuk pengembang tersebut,” ucapnya.

“Izin lokasi kan cikal bakal project cita-cita pengembang untuk membangun kawasan sekian hektar. Nanti kan ada konsukeunsi pada tata ruang daerah, apakah nanti ada fasilitas jalan, dan fasilitas umum lainnya yang diberikan kepada Pemda melalui pengembang. Kalau tidak berjalan, ada hak Pemda yang hilang potensinya,” papar Alwanih.

Lanjutnya, bahwa izin lokasi yang dimiliki pengembang semua nanti bermuara kepada tata ruang yang baik agar tidak berdampak kepada lingkungan yang negatif. Hal tersebut sangat berpengaruh juga pada perencanaan tata ruang wilayah yang disepakati kepala Daerah bersama DPRD.

“Artinya pengembang harus konsisten,” tutur Alwanih.

Disisi lain, akdemesi di salah satu Perguruan Tinggi Swasta Jakarta ini menyebutkan masyarakat berhak menolak atau mengalihkan untuk menjual tanah yang dimiliki kepada pihak lain. Bahkan bisa mengajukan gugatan ke PTUN.

“Gak ada masalah. Kan baru sebatas izin lokasi bukan hak keperdataan atau menghilangan hak keperdataan seseorang. Izin lokasi itu sifatnya membangun untuk membeli bukan untuk perolehan hak selagi pengembang lain konsisten. Masyarakat juga berhak mengajukan PTUN terhadap SK Izin Lokasi yang diberikan jika merasa keberatan,” pungkasnya.

Sementara itu, Ketua DPRD Kabupaten Tangerang Kholid Ismail membenarkan dua dari satu perusahaan pengembang bernama PT BLP Agung Intiland tengah menjadi sorotan pihaknya.

Kholid menilai pengembang tersebut terkesan tidak konsisten melaksanakan izin lokasi yang sudah diberikan Bupati Tangerang demi tujuan membantu mewujudkan pembangunan Daerah.

“Kita harapkan jangan sampai SK Izin Lokasi hanya dibuat jadi bahan yang tanggung melakukan pembangunan,” ujar Kholid saat dikonfirmasi.

Menurut ex Aktivis Lingkungan ini pihak pemerintah Daerah tidak salah memberikan kebijakan izin lokasi. Namun, pihak perusahaan tersebut yang tidak menfaatkan dengan baik.

**Baca juga: Kwarda Banten Apresiasi Pemkab Tangerang Bangun GSG Kwarcab Pramuka

“Kami DPRD meminta Pemda untuk memutuskan secepatnya tidak perlu menunggu masa berlaku SK Izin Lokasi habis. Menimbang butuh kepastian investasi, jika tidak kuat modal untuk dilanjutkan jangan dipaksakan,” ungkapnya.

“Karena dengan begitu akan menghambat investor yang akan masuk melakukan pembangunan dan atau yang sudah berjalan,” tandas Politisi PDI Perjuangan.(Han)