Kabar6–Komisi III DPRD Banten menilai pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor pajak penggunaan air permukaan belum maksimal.
Hal itu terungkap dalam rapat koordinasi (rakor) evaluasi pelaksanaan APBD 2019 dan rencana kerjas 2020 antara Komisi III dengan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Banten di DPRD Banten, KP3B, Kota Serang, Kamis (20/2/2020).
Ketua Komisi III DPRD Banten, Gembong R Sumedi mengatakan, berdasarkan hasil rapat terungkap jika permasalahan utama minimnya PAD dari sektor air permukaan lantaran banyak perusahaan yang belum mempunyai Surat Izin Penggunaan Air Permukaan (SIPAP) dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (KemenPUPR).
“Masalahnya di KemenPUPR, karena mereka yang mengeluarkan izin. Ada yang bertahun-tahun belum beres. Kita mengimbau kementerian untuk memberikan (izin). Kenapa sih harus dipersulit, kan ini demi kemaslahatan masyarakat. Daripada nyedot air tapi nggak bayar pajak. Saya juga nggak ngerti kendalanya ini,” kata Gembong usai rakor.
Gembong mengaku, ke depan pihaknya juga akan meminta penjelasan terkait lamanya proses pembuatan SIPAP. “Nanti Komisi III akan komunikasi ke kementerian,” katanya.
Terkait potensi PAD yang didapat dari pajak permukaan air sebesar Rp39,9 miliar pada 2020, politisi PKS itu menilai, target yang dipasang Bapenda masih sedikit. Dirinya juga mencontohkan Jawa Barat dimana target satu Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Pajak untuk air permukaan sebesar Rp27 miliar.
“Rp39 miliar itu sedikit. Potensi kita jauh dari Jawa Barat dimana satu UPT menargetkan Rp27 miliar. Bayangkan UPT Jabar saja punya 27 kabupaten/kota. Makanya kalau SIPAP itu bisa kita maksimalkan pasti lebih besar,” ujarnya.
Wakil Ketua Komisi III, Ade Hidayat menilai, persoalan pajak dari air permukaan merupakan masalah klasik. Bahkan dirinya melihat masalah tersebut dibiarkan lama.
“Ini masalah klasik. Dari dulu berjalan dan dibiarkan. Setelah air permukaan jadi kewenangan provinsi enggak dibereskan sehingga jadi masalah. Air kita disedot sementara uangnya enggak masuk. Dan saya tanya alasannya karena SIPAP nya belum ada,” kata Ade.
“Dalam konteks ini sesuai aturan yang berlaku seharusnya wajib pajak (WP) kalau sudah menggunakan air permukaan maka wajib untuk membayar pajak. Kalau menggunakan belum punya izin maka temuan dan kasus hukum. Diungkap bahwa ada orang yang menggunakan air belum punya izin tapi tidak bayar pajak,” sambungnya.
Pria yang akrab disapa Ahi itu meminta, Pemprov Banten melalui Bapenda untuk tegas dengan menutup suplai air ke perusahaan sebelum mempunyai SIPAP.
“Kalau nggak bisa tutup saja dulu sampai SIPAP nya selesai baru digunakan,” katanya.
Sementara, Kepala Bapenda Banten, Opar Sochari mengatakan, pihaknya sudah mendorong KemenPUPR untuk segera menerbitkan SIPAP. Ia menilai, potensi PAD air permukaan cukup besar. “Dari 168 WP kita tergtakn hampir Rp 40 miliar,” katanya.
Senada, Kabid Pendapatan pada Bapenda Banten, Abadi W mengatakan, jumlah WP air pemrukaan sebanyak 168 perusahaan dengan potensi PAD mencapai Rp 39,9 miliar.**Baca juga: Pilkada Serentak, Demokrat Banten Belum Tentukan pilihan.
“Untuk realisasi bulan kemarin kita sudah Rp5,5 miliar. Soal SIPAP juga tadi kita undang Dinas PUPR Banten, KemenPUPR dan Balai Besar Wilayah Sungai Ciujung, Cidanau dan Cidurian (BBWSC3) dan Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSC2) untuk koordinasi,” kata Abadi.(Den)