1

Demi Suntik Vaksin COVID-19, Bocah 12 Tahun di Belanda Seret Ayahnya ke Pengadilan

Kabar6-Seorang bocah laki-laki berusia 12 tahun asal Groningen, Belanda, terpaksa harus menyeret ayahnya ke pengadilan agar diberi izin suntik vaksin COVID-19. Bagaimana hal itu bisa terjadi?

Berawal ketika bocah yang tak disebutkan namanya itu ingin menjenguk sang nenek yang sedang sakit kanker paru-paru metastik parah. Bocah itu berpikir, akan lebih aman terutama bagi sang nenek, jika saat datang menjenguk dalam kondisi dirinya sudah disuntik vaksin COVID-19.

Berdasarkan dokumen pengadilan, melansir vigourtimes, ayah dari bocah tadi ternyata tak mengizinkan anaknya menerima vaksin COVID-19. Karena itulah, si bocah membawa perkara ini ke ranah hukum dan menyeret ayahnya ke pengadilan yang nantinya akan memutuskan.

Menurut peraturan hukum di Belanda, anak-anak berusia 12 tahun ke atas bisa divaksinasi jika kedua orangtuanya menyetujui. Jika orangtua tidak setuju maka kasusnya bisa dibawa ke pengadilan dan hukum menentukan bahwa hakim harus memutuskan demi kepentingan terbaik anak. ** Baca juga: Ratusan Kera di Thailand Akhirnya Dikebiri Massal Usai Teror Warga

Dalam kasus ini, kedua orangtua si bocah diketahui sudah berpisah. Sang ibu memperbolehkan putranya untuk divaksin, sementara pihak ayah tidak tak mengizinkan. Pada dokumen pengadilan tercatat, si anak merasa kesulitan untuk berkomunikasi dan berdiskusi soal ini dengan sang ayah, dan sebagai anak ia merasa permohonan yang diajukan tak didengar.

Perjuangan yang tak sia-sia, Hakim Bart Tromp dari Pengadilan Distrik Groningen mengabulkan keinginan sang bocah agar bisa divaksin COVID-19. Hakim Tromp mencatat, meskipun risiko keparahan infeksi COVID-19 pada anak-anak lebih rendah ketimbang orang dewasa, tetap saja anak-anak masih bisa terinfeksi COVID-19 yang berkepanjangan.

Menurut pengadilan, kekhawatiran sang ayah tentang efek samping jangka panjang terhadap vaksin dinilai kurang memiliki dasar faktual. Hakim Tromp memerintahkan agar bocah itu dapat segera divaksin sebelum ayahnya bisa mengajukan banding.(ilj/bbs)




COVID-19 Bukan yang Pertama Kali, Ini 5 Pandemi Paling Mematikan di Dunia

Kabar6-Pandemi adalah wabah penyakit yang terjadi serempak di mana-mana, meliputi daerah geografis yang luas (seluruh negara/benua). Dengan kata lain, penyakit ini sudah menjadi masalah bersama bagi seluruh warga dunia.

Dan saat ini dunia tengah berjuang melawan pandemi virus COVID-19 yang sudah banyak menelan korban jiwa. Namun tahukah Anda, pandemi ini bukanlah yang pertama kali melanda dunia. Sepanjang sejarah, melansir Okezone, terdapat juga pandemi lainnya yang menyebabkan ratusan hingga jutaan orang meninggal dunia. Apa saja pandemi paling mematikan di dunia?

1. SARS (2002)
Sindrom Pernapasan Akut Parah (SARS) pertama kali dilaporkan di Guangdong, Tiongkok, pada Februari 2003. Namun para ahli mempercayai, virus itu muncul pada awal November 2002. Setelah beberapa bulan, virus tersebut menyebar ke seluruh negara di Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropa, dan Asia.

Akibatnya, sebanyak 8.098 orang di seluruh dunia terrinfeksi dan menewaskan 774 orang. Penyakit ini menyebabkan demam tinggi, nyeri tubuh, dan batuk kering yang kemudian menyebabkan pneumonia dalam beberapa kasus.

2. AIDS (1981)
Kasus pertama dilaporkan pada 1981. Sejak itu, HIV telah menyebar secara global. Virus ini telah menginfeksi lebih dari 65 juta orang. Masih belum ada obat yang diketahui untuk penyakit ini. Namun sudah ada pengobatan yang menjaga agar virus tetap terkendali sehingga memungkinkan orang untuk hidup lebih lama.

3. Flu Hong Kong (1968)
Pertama kali muncul di Hongkong pada 1968. Penyakit ini disebabkan oleh virus H3N2 yang merupakan turunan dari virus H2N2 . Meskipun relatif tidak mematikan, virus ini sangat menular. Flu Hong Kong menyebar dengan cepat ke Amerika Serikat, Inggris, dan negara-negara Eropa. Virus ini mengakibatkan satu juta orang meninggal dunia.

4. Flu Spanyol (1918)
Flu Spanyol dianggap yang paling mematikan dalam sejarah. Penyakit ini menginfeksi 1/3 populasi dunia dan membunuh 20-50 juta orang di seluruh dunia. Penyakit ini datang dalam tiga gelombang. ** Baca juga: Gara-gara Potong Rambut, Pasutri Asal AS Kehilangan Nyawa

Gelombang pertama seperti flu biasa. Gelombang kedua dapat menyebabkan kematian dalam beberapa jam atau beberapa hari setelah timbulnya gejala. Gelombang ketiga dinilai sebagai kasus yang juga mematikan dan menambah lebih banyak korban meninggal dunia.

5. Flu Rusia (1889)
Flu ini muncul pertama kali di St Petersburg. Kemudian, menyebar ke seluruh Eropa bahkan pernah menginfeksi para pemimpin dunia terkemuka. Jenis ini dianggap sebagai subtipe virus H2N2, meskipun penemuan baru menunjukkan bahwa penyebabnya menjadi subtipe virus H3N8. Diperkirakan satu juta orang meninggal dunia karena flu Rusia.

Semoga pandemi yang merenggut banyak nyawa penduduk dunia segera berakhir dan tak terulang lagi.(ilj/bbs)




Gara-gara Potong Rambut, Pasutri Asal AS Kehilangan Nyawa

Kabar6-Kisah mengenaskan dialami pasangan suami istri (pasutri) asal Chicago, Amerika Serikat (AS), bernama Mike dan Carol Bruno. Selama pandemi COVID-19, mereka benar-benar menjaga kesehatan, termasuk tidak mengadakan pertemuan keluarga tradisional besar yang biasanya rutin dilakukan.

Mike dan Carol yang telah menikah selama 59 tahun itu hanya berkomunikasi lewat telepon atau video call dengan keluarga, meskipun tempat tinggal mereka jaraknya tidak jauh. Namun semua itu seperti sia-sia karena keduanya meninggal dunia akibat COVID-19. Bagaimana bisa?

Berawal ketika Carol datang ke apartemen sang anak, Joseph, bersama anak perempuannya, dan saudara perempuan Joseph, untuk memotong rambut. Sebelum kunjungan, melansir Foxnews, saudara perempuannya yang bekerja di salon telah mengikuti tes COVID-19 yang hasilnya negatif. Dia juga telah dikarantina selama tiga hingga empat hari. Sepanjang kunjungan yang berlangsung sekira 40 menit, Joseph mengenakan masker dan menghindari pelukan. Mereka juga memastikan Carol duduk di samping jendela yang terbuka sebagai tindakan pencegahan ekstra.

Sehari setelah kunjungan, saudara perempuan Joseph mulai menunjukkan gejala COVID-19. Tak berapa lama, Joseph dan ibunya pun mulai merasa tidak enak badan. Carol segera dilarikan ke rumah sakit. Karena kondisinya membaik, Carol lantas pulang ke rumah. Namun dua hari kemudian, Carol kembali ke rumah sakit dan harus dipasang ventilator.

Sama halnya, Mike juga jatuh sakit, mulai mengalami gejala dan dirawat di rumah sakit sekira dua minggu. Sehari setelah Mike dipasang ventilator, Carol meninggal dunia. Sembilan hari kemudian, Mike pun menyusul.

“Saya pikir hal yang memberi kami kedamaian adalah mengetahui bahwa ayah saya tidak tahu ibu saya meninggal,” kata Joseph. ** Baca juga: Salon di India Harus Bayar Denda Sekira Rp3,8 Miliar Karena Salah Potong Model Rambut

Ya, kita tidak pernah tahu dari mana virus Corona itu didapat.(ilj/bbs)




Bukan Wuhan, Ilmuwan Tiongkok Sebut COVID-19 Pertama Kali Muncul di AS

Kabar6-Tim ilmuwan Tiongkok berpendapat bahwa kasus pertama COVID-19 muncul pertama kali di Amerika Serikat (AS). Hal itu diketahui dengan menggunakan model matematika.

Menurut tim ilmuwan, melansir rt, penyakit yang disebabkan oleh virus Corona itu muncul antara April dan November 2019 di timur laut AS, jauh sebelum wabah di Wuhan. “Hasil perhitungan menunjukkan bahwa epidemi COVID-19 di Amerika Serikat memiliki probabilitas tinggi untuk mulai menyebar sekitar September 2019,” demikian keterangan dalam makalah setebal 14 halaman, sebuah repositori yang dioperasikan oleh National Science Library Akademi Ilmu Pengetahuan Tiongkok.

Makalah ini ditulis oleh Zhouwang Yang, Yunhe Hu, dan Zhiwei Ding dari University of Science and Technology of China, dan penulis koresponden Tiande Guo dari Akademi Ilmu Pengetahuan China.

Tim ilmuwan berangkat untuk menyimpulkan waktu asal pandemi berdasarkan metode berbasis data dan model hybrid. Dalam makalah disebutkan, “Mereka memodelkan tingkat tes positif agar sesuai dengan tren aktual dan menggunakan estimasi kuadrat terkecil untuk mendapatkan parameter model yang optimal, sebelum menerapkan estimasi kepadatan kernel untuk menyimpulkan waktu asal pandemi dengan probabilitas keyakinan spesifik.”

Keempat peneliti juga mengklaim, serangkaian penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa Amerika Serikat, Spanyol, Prancis, Italia, Brasil, dan negara-negara lain telah diserang oleh virus corona sebelum wabahnya di Tiongkok.

Secara resmi, kasus pertama COVID-19 terdaftar di AS pada 20 Januari 2020 atau sekira sebulan setelah wabah di kota Wuhan. Para peneliti Tiongkok berpendapat, ada kemungkinan 50 persen dari kasus pertama di 11 negara bagian AS dan Distrik Columbia sebelum itu atau pada awal April 2019 di Rhode Island dan hingga akhir November tahun itu di Delaware.

Sampel mereka sebagian besar terdiri dari negara bagian timur laut AS yaitu Massachusetts, Vermont, New Hampshire, Connecticut, Rhode Island, New York, New Jersey, Delaware, Pennsylvania, Maryland dan Virginia, dengan Michigan dan Louisiana dilemparkan ke dalam sebagai campuran.

Sebagian besar makalah berfokus pada Maryland, lokasi Fort Detrick, pangkalan Angkatan Darat AS yang digunakan untuk meneliti senjata biologis selama Perang Dingin, dan sekarang menjadi tempat program pertahanan biologis AS. ** Baca juga: Pria di AS Tewas dengan Cara Sama Seperti Orang yang Mendonorkan Jantung Kepadanya

Meskipun makalah tersebut tidak secara khusus menyebutkan Fort Detrick, beberapa pejabat Tiongkok telah berulang kali menyatakan bahwa virus itu mungkin berasal dari sana, untuk melawan spekulasi AS bahwa virus itu berasal dari penelitian gain-of-function pada virus kelelawar, yang dilakukan di Institut Virologi Wuhan (WIV).

Apa yang disebut hipotesis ‘kebocoran lab’ berfokus pada pendanaan Institut Kesehatan Nasional AS yang diberikan kepada organisasi nirlaba bernama EcoHealth Alliance, bermitra dengan WIV untuk melakukan penelitian virus Corona kelelawar.(ilj/bbs)




Kesal Disuruh Pakai Masker, Pria Jerman Tembak Kasir Pom Bensin

Kabar6-Tidak terima lantaran disuruh memakai masker, seorang pria Jerman menembak mati kasir muda sebuah pompa bensin di kota Idar-Oberstein, Jerman barat.

Pihak berwenang Idar-Oberstein, melansir Yahoo, mengeluarkan pernyataan yang mengonfirmasi bahwa pria berusia 49 tahun itu ditahan setelah dicurigai melakukan penembakan yang terjadi pada 18 September lalu. Penegak hukum mengatakan, tersangka pertama kali memasuki pompa bensin sebelum pukul 20.00 waktu setempat pada Sabtu untuk melakukan pembelian. Saat itu, korban meminta pria tadi untuk mengenakan masker wajah.

Setelah terlibat percekcokan, pria itu pergi dan kembali dua jam kemudian dengan mengenakan masker medis dan kemudian melepaskan tembakan fatal ke pelayan berusia 20 tahun yang bekerja di stasiun pengisian gas tersebut.

Selanjutnya, pelaku melarikan diri dari tempat kejadian, yang lantas memicu operasi perburuan besar-besaran sepanjang malam, namun tidak membuahkan hasil. Tetapi pada Minggu pagi, pria itu menyerahkan diri ke kantor polisi, di mana dia kemudian ditangkap.

Ketika ditanya tentang motif pembunuhannya, pria itu mengaku bahwa pandemi virus Corona adalah beban berat baginya dan dia menolak tindakan anti-virus. Pria yang tidak disebutkan namanya itu menjelaskan, dia melihat petugas sebagai pihak yang bertanggung jawab atas situasi itu secara keseluruhan, karena dia telah menegakkan aturan.

Senjata pembunuh yang diduga, serta senjata dan amunisi lainnya, ditemukan saat penyisiran di rumahnya, namun, asal senjata itu masih belum ditentukan. ** Baca juga: Ini Enam Rumah yang Disebut Paling Mahal di Dunia

Sementara itu, Facebook diketahui menyensor halaman milik gerakan anti-lockdown ‘Querdenken’ Jerman, dengan alasan bahwa konten tersebut melanggar kebijakannya dan dikoordinasikan untuk ‘mendorong kerusakan sosial yang parah’.(ilj/bbs)




Stres Akibat Lockdown, Napi di Australia yang Kabur 30 Tahun Lalu Kembali ke Penjara

Kabar6-Setelah hampir 30 tahun hidup dalam pelarian, seorang narapidana (napi) bernama Darko ‘Dougie’ Desic (64) akhirnya menyerahkan diri ke pihak berwajib untuk dijebloskan lagi ke penjara di Australia.

Bukan karena lokasi persembunyiannya sudah terlacak, melansir Telegraph, Desic terpaksa memilih kembali ke tahanan setelah tersiksa alias stres dengan kondisi lockdown. Desic dijatuhi hukuman penjara pada 1990-an setelah didakwa dengan dua tuduhan menanam tanaman terlarang. Namun setelah menjalani hukuman lebih dari satu tahun, pria itu diduga menggunakan gergaji besi dan pemotong baut untuk keluar dari lembaga pemasyarakatan Grafton antara pukul 19.00 dan keesokan harinya pukul 07.00 waktu setempat.

Polisi tidak pernah menemukan jejak Desic, sampai pria itu menyerahkan diri kepada ke kantor polisi Dee Why di Sydney. Desic didakwa melarikan diri dari tahanan yang sah dan muncul di Pengadilan Lokal Pusat pada Selasa, 14 September 2021. Dia secara resmi ditolak jaminan pembebasan, dan dijadwalkan muncul kembali di pengadilan yang sama akhir bulan ini.

Tapi sejak itu, komunitas Northern Beaches, Sydney, telah merangkul Desic dengan menggalang dana melalui situs GoFundMe. ** Baca juga: Wanita Ini Usir Sang Suami dari Ruang Bersalin Karena Bikin Panik dengan Tangisannya yang Terlalu Keras

Masyarakat menilai, Desic layak mendapatkan kesempatan kedua dalam hidupnya. Sejauh ini, aksi penggalangan dana telah terkumpul lebih dari US$14 ribu.

Kepada polisi, Desic mengatakan bahwa dia telah bertahan selama 29 tahun di pantai utara Sydney dengan bekerja sebagai buruh, melakukan apa saja untuk uang tunai. Namun, lockdown terkait pandemi COVID-19 telah membuatnya bangkrut dan kehilangan tempat tinggal, hingga akhirnya dia memutuskan untuk menyerahkan diri setelah sekian lama.

Polisi menjelaskan, Desic yang lahir di negara bekas Yugoslavia khawatir dia akan dideportasi ke negara asalnya, di mana dia akan dihukum berat karena menghindari dinas militer.

Siapa sangka lockdown bisa menyadarkan seorang napi untuk kembali ke penjara setelah 30 tahun melarikan diri.(ilj/bbs)




Kasihan, Wanita Malaysia yang Positif COVID-19 Terpaksa Melahirkan Seorang Diri dalam Ruang Isolasi

Kabar6-Malang benar nasib seorang wanita di Johor, Malaysia, ini. Bagaimana tidak, wanita yang saat itu tengah dalam kondisi hamil sekaligus positif COVID-19 ini, terpaksa melahirkan seorang diri dalam ruang isolasi karena tak ada yang membantunya.

Dinas Kesehatan Negara Bagian Johor (JKNJ) tengah menyelidiki kasus tersebut setelah kisahnya menjadi viral di Facebook. Menurut laporan, melansir Worldofbuzz, wanita berumur 36 tahun yang tak disebutkan namanya itu terpaksa melahirkan sendiri setelah permintaan tolongnya ke staf rumah sakit diabaikan.

Kepala JKNJ bernama Aman dalam pernyataan mengungkapkan, dinas akan melakukan penyelidikan lebih rinci atas insiden tersebut, serta mengambil tindakan yang diperlukan. Pasien tersebut diketahui memiliki usia kehamilan 39 minggu.

“Pasien tiba di ruang pemeriksaan pada 23 Juli pukul 05.33 karena mengalami tanda-tanda awal persalinan. Dia kontak dekat dengan suaminya yang positif COVID-19. Pasien diperiksa oleh petugas medis dan dia dalam tahap awal persalinan (pembukaan 3cm) lalu dimasukkan ke ruang isolasi pada pukul 10.18 sambil menunggu hasil tes COVID-19. Pasien lalu ditempatkan di ruang bersalin dengan pintu kamar tertutup karena dinyatakan positif COVID-19 dan ruangannya cukup jauh dari tempat perawat,” jelas Aman.

Petugas medis dan perawat mengenakan APD dan terakhir memeriksanya pukul 16.26. Mereka memutuskan untuk melakukan prosedur operasi cesar karena pasien dinyatakan positif COVID-19. ** Baca juga: Tidak Merasa Hamil, Seorang Wanita di Selandia Baru Terkejut Karena Dirinya Tiba-tiba Melahirkan

Namun wanita itu  melahirkan lebih dulu sebelum tindakan operasi, yakni enam jam dari perkiraan semula. “Pasien melahirkan sendirian dan bayinya ditemukan di tempat tidur,” kata Aman.(ilj/bbs)




Ketimbang Divaksin, Nyaris 70 Persen Warga AS Pilih Keluar Kerja

Kabar6-Sebuah jajak pendapat terbaru menunjukkan, hampir 70 persen warga Amerika Serikat (AS) yang belum divaksinasi lebih memilih berhenti dari pekerjaan mereka ketimbang tunduk pada aturan wajib vaksinasi.

Jajak pendapat ini terungkap saat survei lain menunjukkan bahwa lebih dari 50 persen perusahaan merencanakan persyaratan wajib vaksin pada akhir tahun. Melansir Sindonews, sekira 35 persen dari 1.066 individu yang belum divaksinasi, yang disurvei Washington Post dan ABC News pekan lalu, mengatakan mereka akan meminta pengecualian berdasar agama atau medis jika majikan mereka mengadopsi kewajiban vaksin, sementara 42 persen mengatakan mereka akan berhenti kerja.

Ketika ditanya apa yang akan mereka lakukan jika tidak ada pengecualian yang tersedia, mayoritas memilih untuk bergabung dengan 42 persen itu. Mereka yang akan berhenti kerja jika diperintahkan untuk vaksin mencapai 67 persen. ** Baca juga: Pertikaian Polisi dan Remaja Bersenjata Terhenti Karena Seorang Wanita Tanpa Busana Lewat Kendarai Mobil Golf

Menurut survei Willis Towers Watson pekan lalu, lebih dari setengahnya, yaitu 52 persen, mengatakan mereka berencana memiliki setidaknya satu persyaratan vaksinasi pada kuartal terakhir pada 2021. Survei itu ditujukan kepada 961 perusahaan, mempekerjakan total hampir 10 juta orang.

Sementara warga AS yang tidak divaksinasi tidak terlalu tertarik untuk melakukan vaksinasi, sekira 52 persen warga Amerika pada umumnya menyetujui bisnis mengharuskan karyawan mereka untuk divaksinasi, dengan 44 persen menentang gagasan tersebut.

Perdebatan tentang wajib vaksinasi semakin keras dalam beberapa pekan terakhir, ketika pemerintah mencoba kebijakan itu. Hal yang mengejutkan banyak orang, American Civil Liberties Union mengklaim, vaksinasi wajib sebenarnya mendukung kebebasan sipil dan bahwa hak atas otonomi tubuh tidak ‘mutlak’.

Diketahui, AS bukanlah satu-satunya negara yang memperingatkan warganya bahwa vaksinasi akan segera menjadi prasyarat untuk kegiatan sehari-hari dan rekreasi. Menteri vaksin Inggris mengumumkan,’paspor vaksin’” akan diperlukan untuk memasuki tempat-tempat tertentu mulai akhir bulan.

Di Prancis, sekira 200 demonstrasi diadakan untuk menentang ‘kartu kesehatan’ yang merupakan bukti wajib vaksinasi, harus dibawa untuk mengunjungi restoran, teater, bioskop dan pusat perbelanjaan atau untuk bepergian dengan kereta jarak jauh.

Israel, Irlandia, dan Siprus semuanya juga baru-baru ini mengadopsi mekanisme kontrol serupa.(ilj/bbs)




Terhindar dari COVID-19, Anggota Parlemen di India Ini Klaim Karena Minum Urine Sapi

Kabar6-Anggota parlemen di India dari partai berkuasa Bharatia Janata Party (BJP) bernama Pragya Singh Thakur, mengklaim dirinya sembuh dari COVID-19 setelah minum urine sapi. Thakur menyebut, urine sapi bisa menyembuhkan semua penyakit menular.

Klaim tadi, melansir Mashable, keruan saja membuat masyarakat semakin dibuat bingung, terlebih Thakur juga meyakinkan kalau klaimnya itu didukung oleh bukti ilmiah.

“Begitu banyak peneliti mengatakan urine sapi adalah antibiotik. Setelah penelitian, kami mendapati bahwa minum urine sapi bisa menyembuhkan semua penyakit menular,” kata Thakur.

Lebih lanjut, Thakur mengaku minum urine sapi setiap hari, yang disebutnya mengandung asam sehingga berkhasiat baik bagi tubuh. “Itu juga bisa membersihkan paru-paru dan menyelamatkan saya dari infeksi COVID-19. Saya tidak minum obat apa pun untuk melawan COVID tapi saya selamat,” ungkapnya.

Saat disinggung pihak yang melakukan penelitian, Thakur mengatakan bahwa peneliti dari Jerman yang membuktikannya. Pernyataan yang mengatasnamakan penelitian itu sontak mendapat kecaman luas. Hal ini karena posisinya sebagai wakil rakyat bisa menyesatkan banyak orang, dan mengancam nyawa mereka yang mungkin mengikuti nasihat Thakur minum urine sapi.

“Jika ada yang ingin meminumnya bisa datang ke saya dan akan meresepkan dosis urine yang diperlukan,” pinta Thakur. ** Baca juga: Bukan Hal Baru, Sertifikat Vaksin Ternyata Sudah Ada Sejak Khalifah Utsmaniyah 1908

Diketahui, ini bukan kali pertama Thakur dihujat. Sebelumnya, wanita itu juga dicela setelah mengklaim urine sapi menyembuhkan kanker payudaranya. Dia lalu merekomendasikan orang-orang untuk meminumnya.

Namun syaratnya, urine harus berasal dari sapi yang benar-benar terjaga pakannya, yaitu hanya memakan tumbuhan atau rerumputan dari hutan. Setelah itu, urine disaring dengan kain sebelum diminum.

Berminat mencoba? (ilj/bbs)




Kabur dari Rumah Sakit, Pasien COVID-19 di Malaysia Jalan-jalan ke Mal Bersama Sang Kekasih

Kabar6-Peristiwa menghebohkan dibagikan petugas medis Klinik Kesihatan Sungai Chua, Kajang, bernama Faizul Azim dalam akun Facebook miliknya. Dikisahkan, seorang pasien COVID-19 kabur dari rumah sakit di Kajang, Malaysia, hanya untuk berbelanja di mal dengan tunangannya.

Kisah yang kemudian menjadi viral ini, melansir worldofbuzz, berawal ketika pasien pria berusia 24 itu kabur untuk pulang ke rumah karena sang ibu sakit diabetes. Dia berbohong kepada ibunya dengan menyebut sudah diperbolehkan pulang oleh rumah sakit karena hasil tes menunjukkan negatif. Setelah itu, ria yang tak diungkap identitasnya tadi pergi bersama tunangannya berbelanja di Plaza Metro Kajang. Kepada tunangan, pria itu juga mengaku sudah diperbolehkan pulang oleh pihak rumah sakit.

Namun tak lama, polisi dan petugas kesehatan mendatangi rumah pria tersebut untuk mencarinya. Sontak saja, ibu pria itu kaget mengetahui anaknya kabur. Petugas, termasuk Azim, lalu memburu pria tersebut ke Metro Kajang dan mendapatinya sedang makan di sebuah restoran cepat saji.

Netizen pun heboh, dan mengungkapkan kemarahan atas ulah pria tersebut dalam kolom komentar Facebook. Bahkan, tidak sedikit yang meminta pria itu dihukum berat karena perbuatannya mengancam kesehatan bahkan nyawa orang lain. ** Baca juga: Li, Wanita Asal Tiongkok Klaim Dirinya Sudah 40 Tahun Tidak Tidur

Rupanya, kejadian ini bukan kasus pertama pasien terinfeksi virus Corona kabur dari rumah sakit. Seorang pasien pria melarikan diri dari Rumah Sakit Kedah setelah dirawat selama enam hari.(ilj/bbs)