Jenis Makanan yang Perlu Dijadikan Prioritas Selama Masa Pandemi

Kabar6-Saat ini sudah banyak orang yang lebih memperhatikan pola hidup demi menjaga imunitas tubuh lebih optimal. Salah satunya untuk melindungi diri dan keluarga dari penularan COVID-19.

Gaya hidup sehat mencakup dari olahraga, tidur yang cukup, pengendalian stres, dan makanan yang bergizi. Semuai itu menjadi faktor penting untuk menjaga imunitas tubuh.

Menurut penulis buku ‘Fiber Fueled: The Plant-Based Gut Health Program for LosingWeight, Restoring Health, and Optimizing Your Microbiom’ bernama Will Bulsiewicz, MD, melansir Femina, 70-80 persen sistem imun berada di perut. Ia yakin, cara terbaik untuk menjaga imunitas tubuh adalah dengan mengoptimalkan mikroba di perut.

Cukup makan bukan berarti asal banyak atau sebaliknya terlalu sedikit. Perhatikan juga jenis dan nutrisi yang terkandung dalam makanan yang Anda konsumsi. Lantas, jenis makanan apa yang baik untuk mendukung imunitas tubuh? Ada sejumlah makanan yang perlu dijadikan prioritas selama masa pandemi:

1. Sayuran tertentu
Sayuran hijau yang dimaksud antara lain bayam, kale, kelor, dan daun papaya. Namun sayuran yang kaya pati seperti kentang, jagung, dan butternut squash, tidak termasuk di dalamnya.

Kol, daun bawang, bawang bombai, bawang putih, dan jamur, meski bukan termasuk sayuran hijau, termasuk bahan makanan yang disarankan. Begitu juga wortel. Bahan makanan berwarna jingga ini kaya akan vitamin A.

Menurut penelitian yang dimuat dalam Journal Clinical Medicine (Sepetember 2018), vitamin A memiliki peran penting dalam menjaga daya tahan tubuh.

2. Lebih banyak protein
Ini artinya lebih banyak konsumsi ikan, tempe, tahu, daging sapi, daging unggas, dan polong-polongan.

3. Ikan kaya lemak
Selain vitamin C, nutrisi mikro yang penting bagi imunitas tubuh antara lain vitamin A, D, dan seng. Tiga yang disebutkan belakangan bisa sekaligus didapat dalam ikan kaya asam lemak seperti salmon, tuna, ikan kembung, herring, dan mackerel.

Selain itu ikan adalah adalah sumber protein yang baik. Jika Anda vegetarian, bisa menggantinya dengan jamur. ** Baca juga: Penelitian Ungkap 5 Tipe Kepribadian dan Kecenderungan Penyakit yang Bakal Diderita

Pilihan makanan yang tepat dapat membantu Anda menjaga imun tubuh lebih maksimal.(ilj/bbs)




Rombongan Sirkus di Jermah Terpaksa Jual Kotoran Singa untuk Menyambung Hidup

Kabar6-Pandemi COVID-19 membuat banyak sektor harus mengurangi, bahkan menghentikan kegiatan normal mereka. Termasuk juga sektor hiburan, terutama yang berpotensi menimbulkan kerumunan orang, sehingga tidak mentaati social distancing.

Sama seperti yang dialami rombongan sirkus Krone di Munich, Jerman. Pandemi ini, melansir todayonline, membuat mereka harus banting setir menjual kotoran singa. Hal ini dilakukan karena sirkus Krone tak bisa mendapatkan pemasukan selama pandemi COVID-19. Rencana untuk berkeliling 30 kota di Jerman dan Austria sepanjang tahun ini pun gagal.

Padahal, rombongan sirkus yang sudah berusia 115 tahun itu harus menghidupi 400 pegawai dan 250 hewan, dengan 26 di antaranya singa dan macan. Akhirnya, sebuah terobosan pun dibuat, mereka menjual kotoran singa dalam botol-botol selai.

Pemilik sirkus Krone sekaligus pawang singa bernama Martin Lacey, menjamin kotoran singa itu memiliki manfaat besar. “Saya diberitahu bahwa alat ini menjauhkan binatang dari kebun,” kata Lacey.

Lacey mengatakan, kotoran singa itu tak cuma bermanfaat untuk mengusir binatang dan hama di kebun rumah, namun juga tetangga yang mengganggu. “Taruh kotoran itu di kebun, dijamin tetangga bakal menjauh,” ujar Lacey kemudian tertawa. ** Baca juga: Seekor Macan Tutul Berjalan Santai di Tengah Tamu Restoran di Afrika Selatan

Untuk mendapatkan kotoran singa, pembeli hanya merogoh kocek Rp87 ribu per botol. Dan, hasil penjualan kotoran singa itu digunakan untuk menghidupi hewan-hewan di sirkus tersebut.(ilj/bbs)




Meeting Online Secara Berlebihan Berdampak pada Kesehatan Mental?

Kabar6-Selama pandemi COVID-19 banyak karyawan yang menjalankan work from home, termasuk juga mengadakan meeting dari rumah yang dilakukan secara online, lewat aplikasi video conference baik pada ponsel ataupun laptop.

Bagian wajah yang berada pada layar, mau tak mau menjadi pusat perhatian saat sedang melakukan meeting online. Bagi sebagian peserta, hal ini menimbulkan rasa tidak nyaman saat melihat wajah mereka pada layar. Bahkan, melakukan meeting online secara tak langsung bisa memengaruhi cara seseorang melihat dan mengkritik diri sendiri.

Meeting online, melansir Dreamers, bisa berdampak bagi kesehatan mental dan citra tubuh seseorang ketika digunakan secara berlebihan. “Sungguh melelahkan untuk merasa seperti kita harus berusaha lebih keras untuk hadir secara mental dalam pertemuan di mana kita tidak secara fisik tidak melakukannya. Rapat yang diadakan secara online meningkatkan beban kognitif karena menuntut banyak kapasitas dan upaya sadar,” ungkap Dr Martina Paglia, psikolog di The International Psychology Clinic.

Selama meeting online, Anda harus menjaga momentum agar dapat berjalan baik tanpa ada gangguan ataupun kegagalan teknologi yang membuat energi semakin terkuras.

“Pertemuan tatap muka adalah mekanisme penting untuk komunikasi dan menjaga lingkungan yang sehat. Ini cara yang bagus untuk memperkenalkan perasaan, emosi, sikap, gerak tubuh, dan postur kita secara non-verbal. Namun pada rapat virtual, kami perlu melakukan lebih banyak upaya untuk tetap aktif,” terang Dr. Paglia.

Jika mengalami hal ini dan dibiarkan, maka penggunaan media sosial dan platform konferensi yang berlebihan dapat merusak tingkat produktivitas, kehilangan fokus, dan menurunkan mood. ** Baca juga: Kenali Tanda Tubuh Kurang Olahraga

Studi yang mempelajari hubungan antara penggunaan media sosial dengan perasaan depresi dan kesepian menunjukkan, penggunaan platform sosial yang lebih sedikit dapat sangat meningkatkan harga diri dan kesejahteraan seseorang.(ilj/bbs)




Menurut Studi, Orang Antisosial Lebih Berani Langgar Protokol Kesehatan

Kabar6-Sebuah studi yang dilakukan peneliti dari Universitas Negeri Londrina dan Universitas São Francisco, Brasil, mengungkap fakta bahwa orang-orang yang antisosial adalah kelompok dalam masyarakat yang tak patuh aturan pengendalian virus Corona.

Hasil studi menemukan, orang-orang yang antisosial itu cenderung tidak berperasaan, mudah melakukan tipu daya, tidak masalah jika dimusuhi, dan berani mengambil risiko. Dengan sifatnya itu, melansir Okezone, mereka berani untuk tidak patuh menjalankan protokol kesehatan. Disebutkan juga, mereka yang memiliki tingkat antisosial tinggi dan empati yang rendah, memperlihatkan kesulitannya dalam menjalankan protokol kesehatan.

“Mengekspos diri sendiri dan orang lain untuk terlibat dalam tindakan risiko dan memiliki rasa empati yang rendah adalah orang dengan kecenderungan antisosial,” demikian keterangan penelitian yang diterbitkan dalam Jurnal Personality and Individual Differences.

Penelitian ini melibatkan 1.578 subjek dewasa Brasil yang menanggapi pertanyaan tentang kepatuhan terhadap protokol kesehatan dalam upaya menghentikan penyebaran virus Corona.

“Studi ini memperlihatkan dengan jelas ketika seseorang itu memiliki empati yang rendah dan juga tidak peduli risiko yang lebih tinggi, mereka berani untuk melanggar protokol kesehatan,” tulis peneliti.

Dari penelitian ini dapat dikenali juga kenapa sampai sekarang masih banyak orang yang abai dengan protokol kesehatan, bahkan ketika mereka tahu berapa jumlah kasus kematian akibat COVID-19.

Studi ini membuktikan penelitian sebelumnya tentang hubungan antara ciri-ciri kepribadian dengan kepatuhan seseorang pada protokol kesehatan. ** Baca juga: Dampak Buruk yang Terjadi Jika Minum Kopi di Pagi Hari Saat Perut dalam Kondisi Kosong

“Temuan kami ini dapat digunakan untuk menentukan kebijakan kesehatan masyarakat seperti skrining yang menunjukkan peningkatan sifat-sifat ini. Intervensi pun bisa lebih terfokus pada semakin memberi kesadaran masyarakat akan bahaya COVID-19, konsekuensinya melakukan tindakan ceroboh, dengan begitu diharap masyarakat lebih patuh,” tutup laporan tersebut.(ilj/bbs)




Tidak Gunakan Masker Saat Mengendarai Mobil Pribadi, Aman atau Tidak?

Kabar6-Belakangan ini banyak pengemudi mobil yang terkena sanksi karena tidak menggunakan masker pada saat mengendarai mobil sendirian. Hal itu kemudian memicu berbagai respon netizen di media massa.

Sebenarnya, amankah melepas masker saat sendirian di dalam mobil? Melansir CNN Indonesia, melepas masker saat Anda menyetir sendirian dalam mobil bukanlah suatu masalah. Masker harus dipakai apabila di dalam mobil ada lebih dari satu orang, untuk mencegah penularan dari orang lain yang berada di dalam mobil yang sama.

Namun, hal tersebut hanya berlaku apabila selama berkendara, Anda tidak membuka jendela mobil, tahu cara menyimpan masker secara baik dan benar, bisa terjangkau apabila sewaktu-waktu diperlukan, serta tidak berkontak dengan satu orang pun. Sementara di sisi lain, sebenarnya tidak ada ruginya apabila kita tetap memakai masker saat berkendara seorang diri.

Selain mengenakan masker dalam mobil, disarankan juga agar menjaga jarak jika mobil ditumpangi lebih dari satu orang, setidaknya sejauh satu meter. ** Baca juga: WHO Sebut, Vaksinasi COVID-19 Tidak akan Selesai Hingga 2022 Mendatang

Hal ini juga bergantung pada ukuran mobil. Untuk mobil berukuran besar dan cukup luas, tidak masalah jika diisi oleh tiga orang penumpang. Sedangkan untuk mobil berukuran kecil, disarankan maksimal diisi oleh dua orang.

Jadi, memakai masker di mobil itu untuk menghindari penularan dari orang yang ada di mobil. Namun apabila Anda sendirian saja di dalam mobil, hal itu tidak menjadi masalah.(ilj/bbs)




WHO Sebut, Vaksinasi COVID-19 Tidak akan Selesai Hingga 2022 Mendatang

Kabar6-Kepala Ilmuwan Badan Kesehatan Dunia (WHO), Soumya Swaminathan, mengatakan bahwa kita jangan berharap ada cukup vaksin COVID-19 untuk kehidupan yang benar-benar normal hingga 2022 mendatang.

Menurut Swaminathan, melansir Okezone, menyatakan, inisiatif Covax (rencana alokasi vaksin COVID-19 global yang dipimpin bersama oleh WHO) hanya dapat mengumpulkan sekira ratusan juta dosis pada pertengan tahun depan, yang berarti masing-masing dari sekira 170 negara atau pelaku ekonomi yang telah bergabung mendapatkan vaksinnya.

Angka dosis tersebut sangat kecil sekali dibandingkan target WHO yang mana untuk memenuhi kebutuhan seluruh dunia, yaitu dua miliar dosis yang diperkirakan sebelumnya terlaksana pada akhir 2021 nanti.

“Banyak orang beranggapan bahwa di bulan Januari Anda memiliki vaksin untuk seluruh dunia dan semuanya akan mulai kembali normal,” kata Swaminathan. “Sementara, prediksi kami peluncuran vaksin itu akan dimulai pada pertengahan 2021 karena di awal 2021 adalah saat Anda akan mulai melihat hasil dari beberapa uji cobanya.” .

Sementara itu, pemerintah Tiongkok lebih agresif dalam menentukan waktu pendistribusian vaksin COVID-19 ini. Menurut Wu Guizhen dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Tiongkok, orang-orang di Tiongkok akan mendapatkan akses vaksin pada awal November atau Desember 2020 ini.

Seakan tak mau kalah, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, pun menyatakan akan sesegera mungkin mengeluarkan vaksin COVID-19. Hal ini rupanya meningkatkan kekhawatiran bahwa regulator AS mungkin tunduk pada tekanan politik dan mengeluarkan izin penggunaan darurat sebelum waktunya.

Di sisi lain, Swaminathan mengatakan bahwa WHO berencana untuk mengeluarkan pedoman tentang penggunaan darurat vaksin minggu ini. “Semua uji coba yang sedang berlangsung memiliki tindak lanjut setidaknya 12 bulan jika tidak lebih lama,” jelas Swaminathan.

Itu adalah waktu yang biasa Anda lihat untuk memastikan Anda tidak mengalami efek samping jangka panjang setelah beberapa minggu pertama usai diberikan vaksin.

“Karena ini pandemi, ada kemungkinan banyak regulator yang ingin melakukan listing darurat, yang bisa dimaklumi. Tapi, tetap perlu ada beberapa kriteria,” tegasnya.

Para peneliti, dijelaskan Swaminathan, ingin melihat seberapa manjur vaksin yang siap didistribusikan itu. “Tapi, saya pikir yang lebih penting adalah soal keamanan dari vaksin itu sendiri. Ditambahkan, Badan Pengawas Obat dan Makanan AS akan mengeluarkan pedoman penggunaan darurat.

Sementara itu, Tiongkok sudah menggunakan tiga vaksin pada warga sipil di bawah otoritas penggunaan darurat sejak Juli dan satu vaksin untuk militer sejak Juni. Lebih lanjut, seorang pejabat senior dari raksasa farmasi milik negara mengatakan dalam sebuah wawancara bahwa ratusan ribu orang Tiongkok telah divaksinasi.

Swaminathan mengatakan, regulator nasional memiliki kewenangan untuk melakukannya di wilayah negara sendiri. ** Baca juga: Hal yang Baik Dilakukan untuk Bantu Kurangi Kebiasaan Mengemil

Namun ia menambahkan, mereka itu harus memberlakukan tenggat waktu bagi perusahaan untuk memberikan data, dan izin penggunaan darurat dapat dicabut jika uji coba tahap terakhir tidak memenuhi persyaratan.(ilj/bbs)




Rezeki Nomplok, 20 Tiket Lotre yang Dibeli Ternyata Menang Semua

Kabar6-Tidak sedikit orang yang mengalami masalah ekonomi saat pandemi COVID-19. Ya, perputaran roda ekonomi yang tersendat-sendat di banyak negara membuat pemasukan di banyak sektor menjadi berkurang.

Namun bagi Tony Miles, pandemi kali ini di satu sisi memberikan rezeki nomplok pada pria asal South Boston, Virginia, Amerika Serikat, ini. Apa yang telah terjadi?

Rupanya, melansir Upi, Miles berhasil memenangkan uang senilai Rp1,46 miliar dari undian lotre berhadiah utama Rp73 juta, dengan bertaruh pada 20 tiket lotre untuk angka yang sama. Miles mengaku kepada pejabat Virginia Lottery bahwa 20 tiket lotre yang dibeli memiliki kombinasi angka yang sama yaitu 1-9-2-9.

Ternyata, tiket yang dibeli dari Centerville Mart tadi cocok dengan keempat nomor dalam undian, dan masing-masing mendapatkan hadiah utama sebesar Rp73 juta. Jadi total yang didapat dari hadiah jackpot sebesar Rp1,46 miliar. ** Baca juga: Rumit, Pembunuh Bayaran di Tiongkok Sewa Pembunuh Bayaran

Miles mengatakan, satu-satunya rencana yang langsung akan diwujudkan adalah melunasi beberapa tagihan.(ilj/bbs)




Berapa Sebenarnya Jumlah Vitamin C Harian yang Dibutuhkan untuk Jaga Imunitas?

Kabar6-Vitamin C adalah antioksidan terbaik yang berperan penting untuk meningkatkan sekaligus menjaga sistem kekebalan tubuh. Terlebih selama pandemi, daya tahan tubuh menjadi salah satu ‘benteng pertahanan’ untuk melindungi diri dari ancaman COVID-19.

Seorang ahli gizi bernama Katherine Zeratsky, melansir CNN Indonesia, mengatakan bahwa tubuh tak bisa memproduksi dan menyimpan vitamin C, sehingga disarankan agar seseorang perlu menambahkan asupan vitamin C melalui asupan makanan seperti jeruk, stroberi, paprika merah, dan brokoli.

Selain itu, vitamin C juga bisa didapat dari berbagai suplemen tubuh. Namun, kandungan vitamin C dalam suplemen disebut tak terlalu menggiurkan. Suplemen yang beredar umumnya menawarkan kandungan vitamin C sebanyak 500-1.000 miligram. Lantas, apakah tubuh memerlukan vitamin C sebanyak itu?

Institute of Medicine mengeluarkan rekomendasi jumlah takaran asupan nutrisi dari makanan atau suplemen. Asupan vitamin C harian yang direkomendasikan adalah:

1. Anak- anak (1-3 tahun): 15 miligram
2. Anak-anak (4-8 tahun): 25 miligram
3. Remaja (9-13 tahun): 45 miligram
4. Remaja akhir (14-18 tahun) 65-75 miligram
5. Wanita dewasa (19 tahun ke atas): 75 miligram
6. Pria dewasa (19 tahun ke atas): 90 miligram
7. Ibu hamil: 85 miligram
8. Ibu menyusui: 120 miligram

Orang dewasa, dikatakan Zeratsky, maksimal mengonsumsi vitamin C hingga 2.000 miligram dalam sehari. Namun, konsumsi vitamin C berlebih tidak akan memberikan efek samping berarti yang perlu dikhawatirkan.

“Konsumsi suplemen dengan dosis berlebih bisa mengakibatkan diare, muntah, mual, heartburn, kram perut, sakit kepala, dan insomnia,” jelas Zeratsky. ** Baca juga: Mengapa Masker Buff dan Scuba Tidak Disarankan?

Hal yang diingat, vitamin C bisa gampang rusak jika terpapar panas. Disarankan untuk mengonsumsi sumber makanan dengan kandungan vitamin C dalam kondisi mentah. Untuk sayuran, Anda bisa mengolahnya menjadi salad atau tumis sederhana.(ilj/bbs)




Tak Percaya Corona, Sebuah Salon di Inggris Bebaskan Pelanggannya Tidak Pakai Masker

Kabar6-Sebuah salon kecantikan bernama Skin Kerr Aesthetics di Bootle, Merseyside, Inggris, mendapat kritikan keras karena menolak menerapkan protokol kesehatan terkait COVID-19.

Bahkan, salon tersebut tidak percaya bahwa virus Corona itu ada. Karena itulah, melansir Wolipop, salon tadi menempelkan poster di kaca depan gerainya yang bertuliskan, “Salon Bebas Covid, tak perlu pakai masker, kami terima uang tunai, pembicaraan tentang Covid dilarang, Anda tidak bisa terkena sesuatu yang tidak ada.”

Kata-kata di poster tersebut diakhiri dengan tagar ##voodoovirusisbullshit dan #wedonotconsent. Salon juga menyelipkan tulisan yang berbunyi, “Tolong hargai peraturan salon.”

Poster tersebut sempat diunggah ke laman Facebook mereka. Namun kini sudah dihapus karena banjirnya kritikan dan hujatan. Salah satu netizen menyebut kalau pemilik salon adalah orang tak bertanggung jawab. Ada pula yang menuntut salon tersebut dikenai sanksi.

“Bisa nggak kita melakukan sesuatu terhadap pemilik binis yang tidak punya tanggung jawab ini, tolong @skinkerr clinic?” tulis netizen sambil me-mention akun Kepolisian Merseyside.

Netizen lain bahkan menyerukan aksi boikot salon yang masih dekat dengan kawasan Liverpool tersebut. “Ingin perawaatan rambut dan kuku di Liverpool? Ini salah satunya yang harus DIHINDARI. Kerja bagus! Mengenyahkan bisnismu sendiri sampai hancur,” komentar seorang netizen.

Pemerintah Merseyside sendiri sudah mengeluarkan kebijakan untuk membuka kembali salon dan tempat pangkas rambut pada 4 Juli 2020. ** Baca juga: Sekelompok Gorila Paling Langka di Dunia Tak Sengaja Tertangkap Kamera di Nigeria

Sejumlah protokol kesehatan harus diterapkan demi mencegah penyebaran virus, di antaranya staf dan penata rambut memakai masker medis dan face shield.(ilj/bbs)




Selama Pandemi COVID-19 Ternyata Otak Alami Perubahan

Kabar6-Tidak hanya mengubah kebiasaan sehari-hari, termasuk gaya hidup dan pola makan, lebih banyak melakukan kegiatan di rumah selama pandemi COVID-19, baik bekerja atau sekolah, ternyata juga membuat perubahan pada otak manusia.

Laporan terbaru dalam Neuropsychopharmacology Reviews, melansir dreamers, menjelaskan bahwa pandemi memiliki kemungkinan dapat mengubah otak manusia. Perubahan terjadi karena rasa isolasi saat pandemi yang mengharuskan untuk berdiam di rumah.

Situasi ini mengubah kimiawi otak sehingga menyebabkan perubahan dalam cara berpikir, misalnya muncul kecemasan, depresi, dan bahkan pikiran untuk melakukan tindakan bunuh diri.

Para peneliti menjelaskan, pandemi COVID-19 juga menimbulkan rasa sedih, seperti kehilangan orang yang dicintai, rasa tidak berdaya, dan khawatir akan tertular atau menularkan virus Corona.

Selama masa pandemi, sebagian besar orang juga lebih merasa sepi karena kurangnya interaksi dengan orang lain dan dunia luar, mengalami perubahan kebiasaan, kehilangan pekerjaan, dan masalah finansial.

Perasaan-perasaan ini akan memberikan pengaruh buruk pada struktur otak, dan jika struktur otak memburuk, maka akan dapat meningkatkan risiko sejumlah penyakit seperti depresi.

Situasi ini juga berefek dalam jangka panjang seperti berisiko merusak fisiologi dan fungsi otak. ** Baca juga: Tidak Selalu Buruk, Jadi ‘Kaum Rebahan’ Ternyata Baik untuk Fisik dan Mental

Studi menunjukkan, kekhawatiran dan ketakutan kronis dapat mengurangi aktivitas korteks prefrontal, merusak neuron, mengecilkan area otak, dan merusak pemikiran.(ilj/bbs)