oleh

Suara Ibu Pelajar Binus School Tangsel Korban Pengeroyokan

image_pdfimage_print

Kabar6-Orang tua korban pengeroyokan pelajar Binus School di Kecamatan Serpong Utara, Kota Tangerang Selatan (Tangsel) akhirnya muncul dan bersuara. Widiawati terkejut atas hasil gelar perkara polisi yang menyeret pelajar senior sekolah bertaraf internasional tersebut.

“Jadi pas saya dengar tadi luar biasa. Saya kaget. Yaa Allah terima kasih Alhamdulillah terbuka semua ini,” ungkapnya di kantor UPTD PPA Tangsel, Serpong dikutip Sabtu (23/3/2024).

Polres Tangsel telah menetapkan 12 orang terlibat pengeroyokan. Empat di antaranya ditetapkan sebagai tersangka dan delapan anak berkonflik dengan hukum.

Widiawati mengatakan, kelompok pelajar tongkrongan Warung Ibu Gaul (WIG) tersebut sudah lama ada. Penataran senior terhadap junior yang ingin bergabung dalam WIG setiap tahun terjadi.

Diyakini pelajar yang melakukan kekerasan sebelumnya juga pernah mengalami kejadian serupa. Namun tidak semua pelajar yang ingin masuk dapat kekerasan fisik dari para kakak kelasnya.

Berdasarkan keterangan teman anaknya tiap tahun itu yang natar beda. Tergantung keberuntungannya ditatar sama siapa dan angkatan ke berapa.

Sewaktu teman anaknya ditatar, lanjut Widiawati, tidak ada senior sehingga biasa-biasa saja. Model penataran ditanya-tanya dan disuruh becanda, bicara ngegombal.

**Baca Juga: Pengamat Politik Sindir Bawaslu Kota Tangerang, Disebut Cuma Pansos & Carmuk

“Sebenarnya kenakalan remaja itu wajar. Tapi yang ini udah kurang ajar,” tegasnya.

Ia sebenarnya tidak mempersoalkan masalah adanya geng. Sebab di setiap sekolah pasti ada. Di SMA Binus School nama WIG sudah santer dan para anggotanya pasti terkenal di kalangan pelajar.

“Sebenarnya anak muda itu untuk gaya-gayaan aja sih. Oh itu geng WIG famous. Gitu kan. Lebih kalo udah masuk WIG itu udah wow semua orang kayaknya udah minggir deh,” ujar Widiawati.

Baginya kenakalan remaja biasa terjadi. Namun perlakuan pelajar senior Binus School, menurutnya sudah kelewat batas. Anaknya telah menjadi korban secara fisik maupun psikis.

Dampak terberat, Widiawati bilang, anaknya tertekan dengan maraknya komentar hoax di media sosial. Korban merasa kedua orangtuanya telah dirisak.

“Dia (anak korban) enggak terlalu kenal dengan kakak kelasnya. Dia cuma diajak temannya nanti ya ngumpul jam sekian nanti akan ada tatar. Yuk ikut yuk kata temannya gitu,” utaranya.

Korban tidak menyangka bila penataran untuk masuk kelompok ‘Geng Tai‘ berupa kekerasan fisik. Pelajar kelas X SMA itu mendapat pukulan, tendangan, dan bahkan tubuhnya ditempeli korek api yang sudah dipanaskan.

“Kondisi anak saya membaik. Luka-luka sudah mulai kering, memar-memar sudah hampir tidak terlihat sejak hampir satu bulan,” cerita Widiawati.(yud)

Print Friendly, PDF & Email