oleh

Menolak Bukan Putra Daerah Banten Dituding Diskriminasi

image_pdfimage_print
Ketua Dewan Pengawas DPD Demokrat Banten, Nawa Said Dimyati (kemeja hitam).(fb)

Kabar6-Sikap penolakan terhadap kandidat bakal calon atau balon mesti putra daerah di ajang pesta demokrasi Pemilihan Gubernur (‎Pilgub) Banten 2017 mendatang, dianggap sarat rasisme.

Pernyataan politik tersebut rawan mengganggu stabilitas keamanan di Banten, yang selama ini selalu kondusif pada setiap hajatan politik digelar.

‎Ketua Dewan Pengawas DPD Partai Demokrat Banten, Nawa Said Dimyati mengatakan, isi pernyataan‎ yang menolak rencana pencalonan dua politikus Rano Karno dan Tantowi Yahya dinilainya sebagai cermin anti demokrasi.

Sebab dalam negeri demokrasi dilarang melakukan tindakan diskriminatif terhadap siapapun. “Calon gubernur boleh saja berasal dari wilayah lain,” katanya saat dihubungi kabar6.com lewat pesan BlackBerry, Rabu (17/2/2016).

Mantan legislator Kabupaten Tangerang ini menyebut, dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, diatur bahwa setiap Warga Negara Indonesia punya hak politik yang sama.

Menurutnya, Setiap warga bisa maju untuk menjadi balon peserta pemilu‎, mengusung kandidat pasangan calon tertentu dan menggunakan hak politiknya. Tidak ada regulasi yang mengatur larangan bagi warga bukan putera daerah untuk mencalonkan diri.

“Karena di UU Pilkada tidak ada persyaratan harus ber-KTP atau domisili di wilayah tersebut,” tegas Cak Nawa, sapaan akrab pria asal Jawa Timur ini.

Ia menyontohkan, seperti majunya Li Claudia Chandra sebagai calon kandidat Wakil Walikota Tangsel dalam perhelatan Pilkada 9 Desember 2015 lalu. Meskipun tidak punya hak pilih lantaran mengantongi identitas KTP Kabupaten Tangerang, tapi Alin tetap diperbolehkan nyalon. **Baca juga: Andika Hazrumy Siap Maju di Pilgub Banten.

Cak Nawa berpendapat, tidak setuju dengan kedua nama tersebut adalah hak setiap warga negara yang dilindungi oleh undang-undang. Tapi kalau diskriminatif lalu membikin gerakan penolakan, bisa berakibat munculnya masalah gangguan ketertiban umum. **Baca juga: GP Ansor Dorong JB Maju di Pilgub Banten 2017.

Pastinya dari isi pernyataan yang coba diangkat isu pribumi dan non pribumi. Padahal para pendiri bangsa Indonesia sudah berkomitmen lewat semboyan Bhineka Tunggal Ika. Padahal, kedua tokoh yang ditolak itu bukanlah kandidat yang perlu ditakutkan oleh putra kelahiran Banten, seperti Wahidin Halim, Mulyadi Jayabaya ataupun Andhika Hazrumi. **Baca juga: Maju di Pilgub Banten, Belum Pasti WH Gandeng Anak Atut.

“Popularitas kedua orang itu masih kalah jauh dengan ketiga tokoh diatas. ‎ Saya tidak tahu, Gerakan itu murni penolakan atau cara kedua orang tersebut untuk semakin dikenal luas oleh masyarakat. Namanya juga politik, terkadang ada yang banyak halalkan segala cara,” ujarnya sambil tertawa. **Baca juga: Tantowi Yahya Klaim Kantongi Restu Ical di Pilgub Banten.

Cak Nawa tambahkan, dalam dunia politik teori terdzalimi lagi ngetrend. Manuver politik ini biasanya jadi strategi untuk mengangkat citra dan popularitas‎ balon kandidat yang terus tebar pesona. **Baca juga: KMBB Tolak Kandidat Balon Bukan Putera Banten.

“Saya pikir siapapun yang berniat maju untuk banten 1 dan 2, harus gunakan cara-cara yang elegan dan lakukan pendidikan politik bagi warga masyarakat,” tambahnya.(din/yud)

Print Friendly, PDF & Email