oleh

Kisah Roman Multatuli Kini Difilmkan

image_pdfimage_print

Kabar6-Roman Saijah-Adinda yang terkenal dalam buku karya Edward Douwes Dekker atau nama pena nya Multatuli dengan judul Max Havellar kini telah di film kan dengan judul kedua tokoh asli Kabupaten Lebak. Tayang perdana Kamis, 21 Januari 2021 kemarin di XXI Kota Cilegon.

Saijah-Adinda merupakan pemuda desa yang saling jatuh cinta, namun terhalang oleh penjajahan dan kehidupan yang miskin di Kabupaten Lebak. Film romantisme bak Romeo dan Juliet khas Indonesia, berbalut perlawanan terhadap penjajahan kolonial tergambar dalam film tersebut.

“Kisah romantis dari novel Max Havelaar, di bab 17. Bukan sekadar percintaan, tapi juga pesan mendalam untuk memanusiakan manusia,” kata sutradara film Saijah-Adinda, Darwin Mahesa, Kamis (21/01/2021).

Pemeran utama Saijah dimainkan oleh Achmad Ali Sukarno. Kemudian berperan sebagai Adinda, pelakonnya Rizky Darta. Sedangkan yang menjadi Edward Douwes Dekker dengan nama penanya Max Havelaar diperankan oleh Christian Bernard Leitner.

Sejumlah artis senior ikut ambil bagian dalam film sejarah tersebut, seperti Arswendi Nasution sebagai Abah Saijah. Egi Fredly sebagai Bupati Lebak tahun 1856 dan Jajang C Noer sebagai Ibu Neng.

Latar film merupakan gambaran Kabupaten Lebak di zaman kolonial. Novel itu ditulis Max Havelaar tahun 1859 dan terbit tahun 1860 dengan judul asli Max Havelaar, of de koffij-Maatschappi atau Max Havelaar: Lelang Kopi Perusahaan Dagang Belanda.

“Kami harap bisa diterima oleh masyarakat Indonesia, bukan hanya masyarakat Banten, karena film Saijah Adinda sudah dinantikan,” terangnya.

Noverl karya Edward Douwes Dekker sendiri sudah diterjemahkan ke 40 bahasa, menunjukkan tingginya minta masyarakat dunia untuk membaca novel tersebut.

Saat terbitnya novel Max Havelaar itu, publik Belanda pun guncang dan membuka pandangan tentang praktik kolonialisme di Nusantara. Saat itu, kolonialisme dianggap sebagai sistem yang wajar. Berkat karya Edward Douwes Dekker itu, membuka praktik penyelewengan dalam kolonialisme masyarakat luas.

**Baca juga: Mengenal Budaya dan Sejarah Melalui Film

Karena karyanya itulah, kolonialisme akhirnya memunculkan politik etis tahun 1990. Gerakan politik etis dari rakyat belanda sebagai dampak novel Max havelaar inilah yang memunculkan ide terkait perlunya membayar utang budi terhadap tanah jajahan wilayah Hindia-Belanda.

Politik etis ini mempunyai tiga konsep, yaitu Irigasi untuk memperbaiki taraf kehidupan masyarakat pribumi dalam bidang pangan. Emigrasi dalam hal tenagakerja dan edukasi atau memberikan pendidikan bagi masyarakat pribumi.(Dhi)

Print Friendly, PDF & Email