oleh

Ini Dia Fakta Suku Terasing Amazon

image_pdfimage_print

Kabar6-Ada ratusan suku asli di jantung hutan Amazon, yang menjalani hidup terputus sama sekali dengan dunia luar. Peneliti menangkap gambar anggota terakhir dari anggota suku terisolasi yang berhasil bertahan hidup sendiri di hutan selama beberapa dekade. Diduga, dia menjadi satu-satunya anggota suku yang berhasil selamat, sementara enam lainnya dibunuh oleh para pemburu dan petani.

Disebutkan, pemandangan tersebut sangat langka karena anggota suku yang belum berhasil didekati ini tinggal di pedalaman ekstrem sehingga sulit menangkap gambarnya. Ketakutan mereka terhadap dunia membuat enggan melakukan kontak dengan orang luar. Apa saja sih fakta tentang suku terasing Amazon? Melansir nationalgeographic berikut uraiannya:

1. Suku yang terputus dari dunia luar ini sama sekali tidak pernah melakukan kontak secara langsung dengan masyarakat modern saat ini. Mereka biasanya tergabung dalam anggota kelompok yang lebih kecil dan telah mengembangkan cara hidup yang sepenuhnya mandiri.

Menurut Survival International, lembaga pembela hak-hak suku terasing, beberapa dari mereka adalah kelompok pemburu, pengumpul nomaden yang terus bergerak. Mereka mampu membangun rumah dalam beberapa jam dan meninggalkannya beberapa hari kemudian. Sisanya lebih menetap dan kemudian tinggal di rumah-rumah komunal. Mereka menanam tumbuhan di hutan serta berburu dan memancing.

2. Setidaknya ada 100 suku terisolasi yang tinggal di Brasil. Para ahli mengatakan, jumlahnya bisa mencapai 3000. Di negara bagian Acre, Brasil, terdapat 600 suku yang hidup dalam ketenangan.

Sementara suku seperti Kawahiya yang tanahnya terancam oleh penebang, berada di ambang kepunahan. Selain di Brasil, suku terasing ini juga bisa ditemukan di Kolombia, Ekuador, Peru, dan Paraguay Utara.

3. Suku-suku Amazon memiliki sistem kepercayaan yang melihat hutan hujan sebagai rumah kehidupan spiritual. Bunga, tanaman, dan hewan-hewan yang ada di sana dipercaya mengandung roh. Beberapa dari mereka juga melakukan ritual menggunakan halusinogen yang dibuat dari kulit pohon virola agar bisa melihat roh tersebut.

4. Meskipun tidak melakukannya secara langsung dan terbuka, kelompok terasing tersebut pernah memiliki sejarah kontak dengan dunia luar. Baik karena eksploitasi tidak sengaja atau melalui pesawat dan helikopter yang terbang di atasnya.

Biasanya mereka memang ingin ditinggalkan sendirian. Setelah terlihat oleh orang luar, anggota suku akan melarikan diri dan bersembunyi selama bertahun-tahun. Ini tidak mengherankan karena kehidupan suku terasing sangat terancam oleh perkembangan pertambangan, penebangan, peternakan, perdagangan kokain dan kegiatan misionaris.

Kim Hill, antropolog dari Arizona State University, pernah mewawancarai anggota suku yang sudah keluar dari wilayah isolasi. Ia mengatakan, sebenarnya mereka tertarik untuk melakukan kontak tetapi rasa takut akhirnya membuat mereka mengurungkan niatnya.

“Banyak orang salah sangka dan mengganggap bahwa anggota suku terasing sangat jahat dan sengaja memilih menjauhi dunia modern. Padahal tidak,” katanya.

5. Survival International mengatakan, kontak dari dunia luar akan menciptakan bencana bagi suku terasing. Setelah terisolasi selama bertahun-tahun, kekebalan tubuh mereka terhadap suatu penyakit juga berbeda.

Ada kemungkinan setengah anggota suku akan tewas setelah melakukan kontak dengan dunia luar akibat infeksi menular seperti cacar dan flu. Selain penyakit, melakukan kontak dengan dunia luar artinya membuka ruang bagi kekerasan. Sebagai contoh, 10 anggota suku pedalaman di Amazon pernah dianiaya hingga mati oleh para penambang yang ingin menguasai tanah mereka.

6. Hingga 1980-an, pemerintah Brasil mencoba membangun hubungan yang damai dengan suku pedalaman. Tujuannya adalah memperkenalkan anggota suku dengan masyarakat umum dan alat-alat modern sehingga harus membawa mereka keluar dari area. Sayangnya, cara tersebut berpotensi menimbulkan infeksi virus dan kekerasan.

Saat ini, kehidupan suku terasing di Brasil berada di bawah pengawasan dan perlindungan FUNAI. Para petugas di FUNAI menghindari kontak dengan mereka untuk memastikan penyakit tidak tersebar sehingga para anggota suku dapat melanjutkan hidup tanpa rasa takut.

Namun, Robert Walker, antropolog dari University of Missouri, khawatir dengan cara yang diterapkan oleh FUNAI itu. Menurutnya, tanpa kontak dari FUNAI pun, suku terasing sudah mendapat ancaman dari para penambang, penebang, dan pemburu. ** Baca juga: Tak Direncanakan, Dokter Kembar Bantu Kelahiran Bayi Kembar

“Saya khawatir, jika kita hanya pasrah dengan strategi ‘membiarkan mereka sendiri’, pada akhirnya ancaman eksternal yang akan menang dan orang-orang ini bisabb punah,” kata Walker.(ilj/bbs)

Print Friendly, PDF & Email