oleh

Idap Penyakit Langka Sebabkan Wanita Asal Selandia Baru Tak Bisa Tersenyum

image_pdfimage_print

Kabar6-Tayla Clement (26), wanita di Selandia Baru, mengidap sindrom moebius yaitu penyakit langka yang membuatnya tidak bisa tersenyum. Penyakit saraf yang hanya diidap oleh satu dari setiap 50 ribu sampai 500 ribu anak ini terjadi ketika saraf bayi belum sepenuhnya berkembang.

Sindrom moebius, melansir Foxnews, mengakibatkan kelumpuhan wajah dan terhambatnya pergerakan mata, juga dapat menyebabkan kesulitan berbicara, menelan, dan mengunyah. “Sindrom ini memengaruhi saraf kranial keenam dan ketujuh saya, jadi pada dasarnya seperti kelumpuhan wajah,” terang Clement.

Semasa kecil, Clement mengaku cukup terisolasi, hingga terhubung secara sosial dengan orang di luar menjadi tantangan yang cukup berat baginya. Clement mengaku menjadi korban perundungan selama belasan tahun. Clement pun sangat berharap bisa tersenyum lagi agar terhindar dari perundungan orang-orang di sekitarnya.

“Ini dimulai dengan intimidasi verbal, dikatakan bahwa saya jelek atau tidak berharga, atau dikucilkan dan tidak punya teman,” kata Clement.

Pada usia 11 tahun, Clement sempat menjalani operasi besar untuk mengembalikan kemampuannya tersenyum. Namun, operasi yang dilakukannya justru gagal dan meninggalkan bekas luka.

Tak hanya itu, pada usia 17 tahun Clement mulai mengalami kejang dan pada tahun berikutnya ia juga didiagnosis mengidap depresi dan kecemasan klinis ekstrem. Kondisi tersebut belum lagi ditambah dengan gangguan stres pasca trauma (PTSD) yang diiidap.

“Ada hari-hari ketika saya hanya ingin menyerah. Saya tidak ingin menjalani hidup lagi karena itu sangat sulit. Saya belajar dengan cepat bahwa satu-satunya orang yang benar-benar dapat membantu Anda adalah diri Anda sendiri,” ujar Clement.

Clement berusaha terus menjalani terapi dan membaca banyak buku pengembangan diri. Wanita itu juga menerapkan kehidupan yang sehat untuk fisik dan mentalnya. Hingga akhirnya Clement menemukan gairah besar pada olahraga rugby.

Clement juga menggunakan platform media sosialnya untuk terhubung dengan orang yang memiliki sindrom atau disabilitas, dengan tujuan untuk mengedukasi orang-orang tentang cara memperlakukan generasi muda yang merasa tidak dilihat atau didengar.

“Saya benar-benar membutuhkan seseorang seperti diri saya saat ini ketika saya masih muda. Sekarang adalah momen yang luar biasa untuk berada di sana untuk orang lain,” tutur Clement. “Menurutku senyuman setiap orang berbeda, sama seperti orang lain pun berbeda. Aku hanya tersenyum dengan caraku sendiri,” tandas Tayla.(ilj/bbs)

Print Friendly, PDF & Email