oleh

BPPT: Indonesia Kekurangan Produksi Garam Farmasi

image_pdfimage_print
Ilustrasi (bbs)

Kabar6-Produksi garam farmasi yang diperuntukan bagi industri obat-obatan skala domestik masih minim. Per tahun, total jumlah produksi garam farmasi yang baru dihasilkan baru mencapai dua ribu ton saja.

Demikian diungkapkan‎ Direktur Farmasi dan Medika Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Imam Paryanto di kawasan Puspiptek, Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan, Senin (30/1/2017).

“Padahal kebutuhan garam farmasi di Indonesia sebanyak enam ribu ton per tahunnya,” ungkapnya. Menurutnya, dua farmasi di Indonesia cenderung terlambat dalam pemanfaatan garam.

Imam jelaskan, green farmasi dunia telah lama memanfaatkan komoditas garam farmasi. Selama ini Indonesia telah rutin mendapatkan impor garam farmasi dari Australia.

Baru pada periode 2016, lanjutnya, Indonesia sudah mengurangi ketergantungan impor garam farmasi. BPPT telah bekerjasama dengan PT Kimia Farma sebagai pemegang hak paten, itupun baru mampu memproduksi dua ribu ton per tahun.

“Pengoperasian pabrik garam di Jombang, Jawa Timur,” jelasnya.

Tahap kedua, Imam bilang, Kimia Farma membangun dengan produksi empat ribu ton jadi total nanti enam ribu ton. Diharapkan target ini sudah memenuhi 100 persen bahan baku obat.
“Khususnya infus, cairan dealisa (untuk cuci darah) dan sebagainya. Jadi InsyaAllah tahun 2018 kita sudah tidak impor garam farmasi lagi,” katanya.**Baca juga: Diprotes Warga, DLHK Surati Dua Perusahaan di Kabupaten Tangerang.

Ditegaskan dirinya, masuknya garam sebagai komoditas pangan srategis oleh Presiden Jokowi pada tahun 2015, membuat industri ini semakin bergairah.**Baca juga: Jumlah Surat Suara Pilgub Banten yang Rusak Terus Meningkat.

“Kalau dilihat dari komoditi garam rakyat ini bisa menghasilan 14 ribu produk turunan, selain untuk kebutuhan farmasi, makanan dan minuman, Pro Analisa, garam rakyat hasil petani garam lokal ini  juga bisa jadi bahan baku PVC dan produk lainnya,” tambahnya.(yud)

Print Friendly, PDF & Email