oleh

Begini Sejarah Klenteng Berumur 305 Tahun di Tangsel

image_pdfimage_print
Klenteng Bio Kanti Sara di Tangsel.(yud)

Kabar6-Klenteng Bio Kanti Sara yang terletak di Jalan AMD Babakan Pocis, Bakti Jaya, Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan, sedianya sudah berdiri sejak 1711 masehi.

Perpaduan antara nilai religi dan budaya pun begitu kentara. Dan, latar kultural antara Betawi, Sunda dan Tionghoa, seolah melebur menjadi satu pada wujud bangunannya.

Ya, klenteng yang begitu kaya dengan ornamentasi itu, kiranya saat ini menjadi yang tertua di Tangerang Raya.

“Tadinya mah (klenteng) ini kecil, enggak ada orang. Dibangun oleh engkong saya Kang Tianar dari Negeri Cina,” kata Suryanto alias Kang Tjui Liong, pengurus Bio Kanti Sara saat ditemui kabar6.com, Sabtu (6/2/2016).

Sedangkan dikawasan sekitar klenteng, juga jarang terdapat rumah. Meskipun ada, letak antara satu rumah dengan lainnya saling berjauhan.

“Dulu, hanya ada lima keluarga warga Cina Benteng disekitar klenteng ini. Setiap keluarga punya marga tersendiri. Diantaranya marga Kang, Teng, Wi, Tan dan terakhir marga Hang,” ujarnya.

Pada masa 305 tahun yang lampau, leluhurnya datang membawa patung Kwan Kong atau Kwan Cektikun. Patung itu merupakan seorang panglima perang yang dibawa dari Negeri Tiongkok.

“Patung ini berarti berani, jujur dan benar,” ujarnya menjelaskan dengan aksen kental khas Cina Benteng.

Seiring berjalannya waktu, tahta perawatan klenteng diturunkan ke dirinya sebagai pengurus generasi ketiga di Bio Kanti Sara.

“Saya generasi ketiga sudah 78 tahun. Sudah ada 15 kali renovasi dari pertama kali datang ya, rehab terakhir tahun 1992,” terangnya.

Sedianya, klenteng itu pernah didokumentasikan dalam bentuk film feature dokumenter berjudul “Naga Yang Berjalan Diatas Air”.

Film itu mengisahkan Bio Kanti Sara sebagai bagian dari proses perekaman kronik sejarah sosio-kultural yang ada di Kota Tangsel.

Film hasil garapan Forum Lenteng yang mayoritas sineasnya berasal dari Institus Ilmu Sosial Ilmu Politik (IISIP) Jakarta ini, bercerita tentang kisah seorang penjaga klenteng yang bernama Kang Tjui Liong.

Ia hidup selama puluhan tahun di daerah Babakan Pocis, Tangsel bersama anak istri dan orang-orang sekitarnya.

Setiap harinya ia bertemu dengan berbagai macam kalangan baik umat klenteng maupun orang-orang yang ingin bersilaturahmi.

Film pendek tentang klenteng dan dirinya itu, hingga kini masih terpatri jelas di benak Kang Tjui Liong. Dan, film itu menjadi salah satu kebanggaan dalam hidupnya.

Kini, zaman telah berganti. Namun, Kang Sui Liong tetap menjadi saksi kejayaan kaum Cina Benteng yang hidup dari hilir di Tangerang ke hulu di Bogor, hingga proses asimilasi menghitamkan kulit mereka. **Baca juga: Sambut Imlek, Sriwijaya Air Bagi-bagi Daging Babi di Kota Tangerang.

Dan, pada Imlek 2016 yang jatuh pada Shio Monyet Api ini, Kang Sui Liong tetap pada harapan-harapannya yang begitu polos, yang selalu berpegang teguh pada Klenteng Bio Kanti Sara. **Baca juga: Jelang Imlek, Begini Harmonisasi Umat Beragama di Klenteng Bio Kanti Sara.

“Kita pengennya umat yang dateng ke klenteng ini selamet, dapat berkah. Jangan ada apa-apa (Musibah) di tahun ini,” ujarnya.(yud)

Print Friendly, PDF & Email