1

Rusak Kesehatan, Pemerintah Tiongkok Berlakukan Jam Malam Video Game untuk Anak di Bawah Umur

Kabar6-Pemerintah Tiongkok mulai mengambil langkah terbaru untuk mengekang kecanduan video game, yang menurut para pejabat setempat kini sudah merusak kesehatan anak-anak.

Langkah tersebut, melansir MSN, adalah dengan memberlakukan jam malam bermain video game online bagi anak-anak di bawah umur. Gamers yang berusia di bawah 18 tahun dilarang bermain game antara pukul 22.00 hingga pukul 08.00 waktu setempat. Ada batasan waktu bermain game bagi mereka, yakni 90 menit saja pada hari kerja, dan tiga jam pada akhir pekan ataupun hari libur.

Diketahui, gamers berusia 8-16 tahun dapat menghabiskan hingga 200 Yuan per bulan hanya untuk bermain game, sementara mereka yang berusia antara 16-18 tahun dapat menghabiskan hingga 400 Yuan pada akun game mereka.

Tiongkok, menurut perusahaan riset bernama Newzoo, adalah pasar game terbesar kedua di dunia. Tiongkok sendiri telah berulangkali mengkritik video game karena berdampak negatif terhadap kaum muda.

Pada 2018, pemerintah mengumumkan pembentukan regulasi bagi game online. Hal ini sebagai tanggapan atas kekhawatiran tentang rabun dekat pada anak-anak juga untuk membatasi jumlah game online baru, membatasi waktu pembayaran, dan mengembangkan sistem pembatasan usia. ** Baca juga: Niat Beli Seekor Unggas, Malah Menang Lelang Seribu Ayam Betina

Tahun lalu dan untuk pertama kalinya, World Health Organization (WHO) mengategorikan kecanduan game sebagai gangguan kondisi kesehatan mental atau disebut gaming disorder.(ilj/bbs)




Kecanduan Game Resmi Ditetapkan WHO Sebagai Penyakit

Kabar6-Meskipun ditentang pelaku industri kreatif dan akademisi, WHO Resmi menetapkan kecanduan game sebagai penyakit. Keputusan tersebut diambil dalam Rapat Kesehatan Dunia Ke-72 yang dihadiri 194 anggota WHO.

Mereka bersepakat mengadopsi revisi ke-11 International Classification of Diseases and Related Health Problems (ICD-11), yang melibatkan gangguan game sebagai penyakit yang diakui. Klasifikasi baru itu akan berdampak efektif per 1 Januari 2022.

The ICD-11, melansir Sindonews, mengatakan bahwa gangguan game itu dicirikan dengan ketidakseimbangan kontrol terhadap game, peningkatan prioritas terhadap game daripada ke aktivitas lain, dan keberlanjutan game yang berdampak negatif. Gangguan game didiagnosis melalui pola perilaku yang menghasilkan ketidakseimbangan personal, keluarga, sosial, dan pekerjaan. “Gangguan game sebagai penyakit menjadi perhatian para praktisi kesehatan karena risiko perkembangan penyakit ini,” demikian keterangan WHO.

Ditambahkan, para profesional kesehatan juga berusaha menemukan langkah pencegahan dan langkah perawatan. Awalnya, gangguan game itu ditambahkan pada pertengahan 2018, namun ternyata menghadapi kritik tajam.

Banyak industri game melancarkan protes dan mendesak agar WHO memikirkan kembali sikap tersebut. Bahkan pelaku industri game kian mempertahankan cengkeramannya ke konsumen dengan menggelontorkan hadiah dan bonus bagi para pemain agar tetap bermain.

“Gangguan game bukan berdasarkan bukti untuk membenarkan hal itu sebagai penyakit,” sebut kelompok industri game dari berbagai negara di Inggris, Amerika Serikat, Kanada, Korea Selatan, dan sebagainya. Keputusan WHO juga dituding tanpa konsensus dari komunitas akademik.

Dari sisi akademis, muncul perdebatan di antara akademisi tentang apakah gaming disorder diakui sebagai penyakit resmi. Saat klasifikasi gaming disorder pertama diungkap, paper di Journal of Behavioural Addictions mendesak WHO untuk hati-hati dan menunda klasifikasi itu. ** Baca juga: 4 Bagian Tubuh yang Tunjukkan Kondisi Kesehatan Anda

Paper itu menyatakan ada dasar sains yang lemah untuk gaming disorder dan mereka sepakat lebih banyak riset masih diperlukan.(ilj/bbs)




Kecanduan Game Dinilai Berada pada Level yang Sama Seperti Kecanduan Alkohol

Kabar6-Kecanduan game digolongkan oleh World Health Organization (WHO) sebagai gangguan mental dalam International Classification of Diseases (ICD) yang disebut sebagai gaming disorder.

Hal ini karena semakin meningkatnya kekhawatiran kecanduan internet dan video game pada anak-anak dan remaja. Melansir Sindonews, kecanduan ini dinilai berada pada level yang sama dengan kecanduan alkohol atau mariyuana.

Kecanduan game juga berada dalam level sama seperti beberapa penyakit dalam, di antaranya penyakit pernapasan atau gangguan imun.

Disebutkan, gaming disorder merupakan kondisi di mana lemahnya kontrol terhadap bermain game, meningkatnya prioritas pada bermain game dibandingkan aktivitas lainnya hingga pada titik melebihi minat dan aktivitas harian serta terjadi peningkatan bermain game meski terjadi efek negatif.

Gaming disorder, dijelaskan WHO, hanya mempengaruhi sekelompok kecil orang yang terlibat dalam aktivitas game video atau digital. Kondisi ini juga harus didiagnosis.

Dr Kevin Gilliland, psikolog klinis , mengatakan bahwa terlalu dini bagi WHO untuk menggolongkan sebagai gangguan tanpa riset yang mendalam. Dia mengimbau para orangtua untuk tidak mengkhawatirkan kecanduan bermain game, kecuali sudah mencapai tingkatan yang cukup berat. Misalnya seperti melalui penggunaan obat-obatan dan alkohol serta adanya gangguan klinis yang signifikan.

“Yang berarti bermain game hingga pada titik di mana hal tersebut mengganggu tidur mereka, atau pola makan mereka, atau level aktivitas fisik mereka atau bahkan sampai mengganggu pekerjaan. Hal tersebut mesti jadi pola yang signifikan dalam jumlah waktu yang cukup,” kata Dr. Gilliland.

Dijelaskan Dr Gilliland, hobi bermain game sama seperti minat terhadap yang lainnya. Contohnya hobi menonton drama televisi yang bukan sebagai gangguan khususnya gangguan mental, jika tidak disertai gejala-gejala signifikan yang cukup parah dan sering timbul. ** Baca juga: 5 Hal Dasar untuk Jaga Kesehatan Wajah & Tubuh

“Kita belum bisa menyebut bahwa bermain game setara dengan beberapa gangguan lain tersebut kita tak punya datanya. Mungkin suatu hari, tetapi tidak sekarang,” tambah Dr. Gilliland.(ilj/bbs)