1

Kota di Austria Rekrut Karyawan Bertugas Berikan Hukuman untuk Warga yang Tolak Vaksin COVID-19

Kabar6-Sebuah iklan lowongan pekerjaan dipasang oleh pemerintah Kota Linz di Austria. Ya, mereka sedang mencari karyawan yang akan ditugaskan untuk menegakkan denda terhadap warga yang tidak mau disuntik vaksin COVID-19.

Perekrutan sendiri dilakukan beberapa minggu sebelum mandat vaksin yang luas di negara Eropa. Melansir Wionews, kandidat yang berhasil akan memberikan hukuman, memproses banding dan mengambil tindakan terhadap mereka yang gagal membayar denda karena tidak divaksinasi.

Kalimat pembuka mengatakan bahwa pekerjaan itu akan cocok untuk mereka yang ‘senang bekerja dengan undang-undang dan prosedur administrasi’ Karyawan akan mendapat gaji mulai dari Rp45 juta per bulan.

Syaratnya kandidat adalah harus memiliki kewarganegaraan Austria, lulusan sekolah menengah, tangguh dan siap untuk bekerja lembur, tidak memiliki catatan kriminal, dan yang tak kalah penting, memiliki vaksinasi COVID-19 atau sertifikat pemulihan yang valid. Selain itu, wanita akan diprioritaskan dengan kualifikasi yang sebanding.

Penduduk Kota Linz sendiri berjumlah 200 ribu, dengan tingkat vaksinasi COVID-19 terendah di seluruh Austria. Menurut situs web yang melacak penerbitan sertifikat vaksinasi digital di negara itu, sejauh ini hanya 63 persen dari populasi kota yang telah menerima dosis lengkap vaksin COVID-19.

Sebelumnya, kaum konservatif yang berkuasa dan dua dari tiga partai oposisi sepakat untuk mewajibkan vaksinasi COVID-19 bagi semua warga Austria, melarang mereka yang berusia di bawah 14 tahun atau mereka yang memiliki pengecualian medis, pada 1 Februari 2022 mendatang.

Mereka yang tidak mau disuntik akan didenda berat setiap tiga bulan. Menurut laporan media, jika seseorang terus menolak vaksinasi selama satu tahun, mereka mungkin harus mengeluarkan total Rp58 juta selama 12 bulan. ** Baca juga: Tolak Bergabung dalam Sebuah Aliran Sesat, Mahasiswa Nigeria Dibakar Hidup-hidup

Austria adalah negara pertama di Eropa yang mengumumkan mandat vaksin menyeluruh untuk semua warganya. Wina menjadi negara pertama di dunia yang memberlakukan penguncian nasional yang ketat khusus untuk yang tidak divaksinasi pada November lalu.

Penguncian telah berakhir pada 12 Desember lalu, tetapi orang Austria yang tidak divaksinasi masih tetap dilarang hadir dalam acara yang tidak penting.(ilj/bbs)




Di Yunani, Orangtua yang Tak Izinkan Anaknya Bersekolah dengan Alasan Pandemi COVID-19 Terancam Hukuman Penjara

Kabar6-Kebijakan baru diterapkan pemerintah Yunani, membidik para orangtua murid yang tidak mendukung langkah pencegahan penularan COVID-19 seperti vaksinasi, pemakaian masker atau pengujian.

Para orangtua di Yunani yang tidak mengizinkan anaknya pergi ke sekolah dengan alasan pandemi COVID-19 akan menghadapi hukuman penjara dua tahun dan denda. Melansir Aljazeera, kehadiran siswa di sekolah sampai usia 16 tahun telah lama diwajibkan di Yunani. Tetapi hingga kini, sanksi yang diterapkan bagi yang melanggar hanyalah denda sebesar 59 Euro.

“Kami tidak bisa mentolerir fenomena orangtua yang melarang anak-anaknya bersekolah,” tegas Alexandros Koptsis, Sekretaris Jenderal untuk Pendidikan Dasar dan Menengah di Kementerian Pendidikan Yunani. “Ini terjadi karena alasan yang tidak masuk akal, seperti tidak ingin anak Anda memakai masker. Jika jaksa menganggap perlu, orangtua bahkan bisa dicabut hak asuhnya.”

Menurut Koptsis, kebijakan ini didasarkan pada hukum yang berlaku dan ‘sepenuhnya terserah jaksa’. Kementerian Pendidikan tidak akan mengejar orangtua secara langsung, tetapi menyediakan perangkat hukum bagi Kepala Sekolah.

“Kami menunjukkan Kepada Sekolah arah (kebijakan) umum, dan kemudian Kepala Sekolah akan memanggil Jaksa,” terang Koptsis. ** Baca juga: Seorang Wanita di Mesir Gugat Cerai Suaminya Karena Hanya Pakai Celana Dalam di Rumah

Orangtua yang dihukum dengan hukuman penjara dua tahun tidak serta merta dipotong dari anak-anak mereka, karena hukuman hingga lima tahun dapat dibeli dengan tarif yang ditentukan oleh pengadilan, berdasarkan pendapatan terpidana.

Para siswa di Yunani sudah menghadiri sekolah secara langsung pada September 2020 lalu, tetapi penguncian diperintahkan dari Oktober hingga Mei 2021, di mana siswa bersekolah secara virtual. Siswa diizinkan untuk kembali ke sekolah selama enam minggu terakhir tahun ajaran dengan mengenakan masker dan melakukan dua tes mandiri seminggu.

Yunani telah menetapkan, jika setengah siswa di kelas plus satu sakit COVID-19, maka kelas akan ditunda selama 10 hari. Kementerian mengatakan, dua dari 10 ribu kelas saat ini ditunda, dan satu dari setiap 1.000 siswa didiagnosis dengan COVID-19. “Kami menilai angka-angka ini sangat bagus. Mereka bekerja untuk satu penyakit sehari,” kata Koptsis.

Yunani saat ini telah memvaksinasi penuh 62 persen dari total populasi. Kementerian Pendidikan mengatakan, setengah dari siswa berusia 14 tahun ke atas saat ini telah divaksinasi dengan setidaknya dosis pertama.(ilj/bbs)




Lima Negara Ini Berlakukan Denda Bagi Siapa Saja yang Bercinta dalam Mobil

Kabar6-Tidak sedikit berita di media massa mengabarkan kasus ‘mobil bergoyang’ atau pasangan kekasih yang bercinta di dalam mobil saat parkir di suatu tempat.

Tahukah Anda, ketahuan bercinta di dalam mobil ternyata punya ancaman denda yang cukup besar di berbagai negara di dunia? Tak hanya membayar denda, bisa saja pelaku masuk dalam tahanan kepolisian. Lima negara ini, melansir Sindonews, terapkan denda bagi pasangan yang bercinta dalam mobil:

1. Inggris
Inggris menetapkan denda yang diberikan Inggris bagi pasangan yang melakukan hubungan seks di dalam mobil sebesar sekira Rp95,37 juta. Menariknya, berdasarkan survei yang dilakukan ALA di Inggris, sebanyak 49 persen masyarakat Inggris pernah bercinta di dalam mobil. Beruntungnya, mereka tidak pernah terkena hukuman karena melakukannya di tempat yang sangat jauh dari warga.

2. Italia
Memang tidak ada aturan secara spesifik perihal larangan bercinta di dalam mobil. Hanya saja BBC menyebutkan pada 1999, Pengadilan Tinggi Italia mengeluarkan putusan hukum, yang kemudian jadi yurisprudensi, kepada pasangan yang ketahuan melakukan aktivitas sensual itu di dalam mobil.

Saat itu, pengadilan memutuskan pasangan tersebut membayar denda sekira Rp1 juta. Hanya saja pasangan yang tak diungkap identitasnya melakukan banding.

Di tingkat banding, Pengadilan Italia justru tidak hanya menguatkan putusan sebelumnya, tapi juga menahan pasangan itu selama tiga tahun, karena dianggap melakukan tindakan tercela di tempat umum. Putusan ini sempat jadi kontroversi karena banyak aktris dan selebriti Italia menolaknya.

3. Amerika Serikat (AS)
AS memiliki banyak pemerintah federal dengan peraturan yang berbeda. Berbagai wilayah itu bahkan tidak memiliki peraturan yang spesifik tentang kegiatan seksual di dalam mobil. Selama tidak melakukannya di tempat umum dan tidak terlihat atau tertutup maka kegiatan seksual di dalam mobil masih aman dilakukan.

Hanya saja berbeda ketika melakukannya saat mobil berjalan dan di tempat umum, maka dikategorikan sebagai tindakan cabul yang mengganggu ketertiban umum. Ancamannya adalah hukuman penjara enam bulan atau denda sekira Rp14,37 juta.

4. Australia
Sama dengan AS, di Australia tidak ada peraturan spesifik yang mengatur tentang kegiatan seks di dalam mobil. Ancamannya pun hampir sama yakni tahanan enam bulan atau membayar denda sekira Rp11,1 juta

5. Singapura
Singapura merupakan negara yang sangat ketat dalam melarang kegiatan seks yang dilakukan di tempat umum. ** Baca juga: Kesal Tak Ada Bawang Saat Makan Malam, Pria di Kenya Bunuh Istri dan 4 Anaknya

Penal Code Singapura memasukkan kegiatan itu dalam tindakan cabul yang mengganggu kepentingan umum. Hukumannya adalah penjara tiga bulan dan atau denda sebesar Rp10,5 juta.

Bagaimana menurut Anda?(ilj/bbs)




Denda Sekira Rp5 Juta untuk Warga di Australia yang Tak Cuci Mobil Milik Mereka

Kabar6-Di Australia, warga yang tak mencuci mobil hingga menyebabkan pelat nomor kendaraan tak terlihat jelas, bisa didenda sebesar sekira Rp5 juta. Denda itu bisa naik hingga maksimum A$2.200 jika kasusnya dibawa ke pengadilan, dan pelaku dipastikan bersalah.

Kepolisian New South Wales (NSW), melansir Dailymail, dalam akun Facebook mereka menyatakan, jika mobil tidak dicuci dengan benar sehingga nomor di pelat tidak terlihat dari jarak 20 meter, maka pemilik akan didenda. Menurut pasal 25 UU Lalu Lintas Jalan dan Laut NSW, pelat kendaraan harus jelas dan bersih, tidak boleh dikaburkan, dirusak, atau tidak dibiarkan tak terbaca.

Selain itu, warga juga bisa didenda jika pelat tidak diletakkan di tempat seharusnya atau terhalang. Pelat kendaraan tidak boleh berengsel.

Peraturan ini tak hanya berlaku di NSW namun seluruh negara bagian, hanya saja besaran dendanya berbeda setiap wilayah. ** Baca juga: Peternak di India Gugat Pasangan Pengantin Karena Puluhan Ayam Mati Akibat Suara Bising Pesta Pernikahan

Meskipun denda di NSW terbilang tinggi, ada negara bagian lain di Australia yang angka dendanya lebih besar. Di Australia Selatan denda A$474 dan tambahan A$60 atau sekira Rp6 juta.

Denda tambahan akan diberikan kepada korban kecelakaan jika terakait dengan kecelakaan yang menyebabkan korban. Sementara di Australia Barat, pengendara dengan pelat kendaraan rusak atau tidak bisa terlihat akan dikenakan sanksi sekira Rp1,4 juta.

Peraturan yang sangat tegas.(ilj/bbs)




Penjara Setahun dan Denda Miliaran di Arab Saudi Untuk Admin yang Hapus Kontak dari Grup WhatsApp

Kabar6-Setiap grup WhatsApp (WA) tentu saja memiliki admin alias administrator, yaitu orang yang memberikan akses izin masuk, menghapus, dan menjadikan admin pengguna lain di dalam grup.

Namun tahukah Anda, menghapus anggota dari grup WA di Arab Saudi ternyata dapat terancam hukuman? Menurut penasihat hukum Arab Saudi bernama Ahmad Ajab, melansir Gulfnews, setiap admin grup yang menghapus anggota di WhatsApp Group (WAG) akan dipenjara selama satu tahun dan didenda sekira Rp2 miliar, jika penghapusan anggota tersebut terbukti menimbulkan kerugian.

Sesuai dengan Pasal 3 Undang-Undang Anti-Cybercrime Saudi, diterangkan Ajab, jika ada anggota WAG yang dikeluarkan oleh admin, lalu mengajukan tuntutan terhadap admin itu dengan didukung oleh dokumentasi bukti kerusakan atau kerugian, maka si admin dapat dipenjara selama satu tahun dan didenda.

Ajab menjelaskan, kerusakan yang mungkin menimpa anggota yang dikeluarkan lebih bersifat moral daripada fisik. Termasuk dalam kasus ini ketika seorang admin menunjukkan penghinaan atau perundungan terhadap anggota yang dihapus.

Pasal 3 Undang-Undang Anti-Cybercrime Saudi menyatakan, setiap orang yang mencemarkan nama baik dan merugikan orang lain melalui penggunaan berbagai perangkat teknologi informasi, bakal dikenakan hukuman penjara untuk jangka waktu tidak lebih dari satu tahun.

Selain itu, yang bersangkutan juga didenda tidak lebih dari Rp2 miliar atau hukuman lainnya. ** Baca juga: Sebuah Pasar Swalayan di AS Gunakan Drone untuk Kirim Barang Belanjaan

Jadi, hati-hati menghapus nomor kontak anggota dari WAG.(ilj/bbs)




Penjual Nasi Uduk di Lebak Langgar PPKM Darurat, Dijemput Petugas Didenda Ratusan Ribu

Kabar6.com

Kabar6 – Komariah warga Kaduagung Barat, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Lebak, dijemput Tim Penegakan Hukum Terpadu (Gakumdu) dari rumahnya, Jumat (16/7/2021).

Petugas menjemput penjual nasi uduk berusia 60 tahun tersebut untuk menjalani sidang Tipiring di Posko Gakumdu Tipiring. Komariah dianggap melanggar aturan dalam PPKM Darurat.

“Yang bersangkutan kedapatan melanggar dua kali dalam masa PPKM Darurat. Pelanggarannya masih tetap buka melewati jam operasional yang sudah ditentukan, dan petugas juga mendapati melayani makan di tempat,” kata PPNS Satpol PP Lebak, Anna Wakhyudian.

Sidang Tipiring terpaksa harus dijalani Komariah lantaran sebelumnya ia sudah mendapat dua kali teguran petugas karena melanggar PPKM.

**Baca juga: Lebak Tingkatkan Tracking, Tracing dan Testing Kendalikan Covid-19

Dalam sidang tersebut, hakim menjatuhkan hukuman kepada Komariah berupa denda Rp400 ribu dari ancaman denda maksimal Rp25 juta.

“Dendanya harus dibayarkan hari ini dengan melalui transfer langsung ke rekening kas daerah,” jelas pria yang akrab disapa Anong ini.(Nda)




Kejari Kabupaten Tangerang Eksekusi Pembayaran Denda dari Pelanggar Covid-19 di Pasar Kemis

Kabar6.com

Kabar6-Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Tangerang mengeksekusi pembayaran denda dari 33 orang pelanggar Protokol Kesehatan (Prokes) Covid-19 yang melintas di kawasan kecamatan Pasar Kemis, pada Kamis (08/07/2021).

Para pelanggar Prokes Covid-19 yang terbukti tidak menggunakan masker tersebut dijatuhi hukuman pidana denda oleh Hakim Tunggal dari Pengadilan Negeri Tangerang melalui Persidangan Setempat (PS).

Kepala Kejari Kabupaten Tangerang Bahrudin mengatakan, pada hari keenam berlakunya Penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat Tim Gabungan 4 pilar dari Kejaksaan, Kepolisian, TNI dan Satpol PP ini berhasil menjaring sedikitnya 33 orang pelanggar Prokes Covid-19 di kawasan Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang.

Tim Gabungan berhasil menyeret puluhan orang pelanggar Prokes ke meja hijau melalui PS, karena terbukti melanggar Pasal 11 Ayat (1) huruf (a) Perda Provinsi Banten Nomor 1/2021.

Berdasarkan putusan majelis hakim tunggal, para pelanggar diwajibkan untuk membayar denda bervariasi antara Rp50 ribu hingga Rp150 ribu.

“Hari ini Tim Jaksa Eksekutor berhasil mengeksekusi pembayaran denda sebesar Rp2 juta dari 33 orang pelanggar Prokes Covid-19 di kawasan Pasar Kemis. Para pelanggar ini jatuhi hukuman pidana denda, karena terbukti tidak menggunakan masker di tempat umum,” ungkap Kajari Bahrudin, kepada Kabar6.com, saat meninjau langsung pelaksanaan eksekusi hasil putusan sidang PS di Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang, siang tadi.

Dikemukakannya, uang denda yang diambim dari puluhan pelanggar Prokes Covud-19 ini akan langsung disetorkan ke Kas Negara.

Tak hanya itu, pihaknya menegaskan bahwa operasi penegakan hukum ini akan terus dilakukan selama masa pelaksanaan PPKM Darurat.

**Baca juga: Tinjau Pos PPKM Darurat di GT Balaraja, Pangdam Jaya Imbau Masyarakat Patuhi Prokes dan WFH

“Untuk diketahui bahwa operasi penegakan hukum akan terus dilakukan guna memberikan efek jera kepada masyarakat agar mematuhi peraturan selama pelaksanaan PPKM Darurat. Saya ingatkan kepada seluruh lapisan masyarakat untuk taat dan patuh terhadap aturan yang ada. Mencegah lebih baik ketimbang mengobati, karena wabah Covid-19 ini sangat berbahaya bagi kita semua,” ujarnya.(Tim K6)




Penjara 5 Tahun dan Denda Rp735 Juta untuk Warga Australia yang Kembali dari India

Kabar6-Akibat ‘tsunami COVID-19’ yang melanda India, pemerintah Australia melarang sementara perjalanan warganya yang pulang dari negara tersebut. Pelanggaran keputusan ini mengakibatkan hukuman penjara lima tahun, atau denda sekira Rp735.

Kementerian kesehatan Australia, melansir Okezone, mengatakan bahwa keputusan itu dibuat ‘berdasarkan proporsi orang di karantina yang tertular infeksi COVID-19 di India’. Australia juga melarang semua penerbangan dari India. Diperkirakan ada sekira 9.000 warga Australia di India, dengan 600 orang di antaranya dikategorikan sebagai kelompok rentan.

Kepada Australian TV, seorang dokter mengatakan, langkah pemerintah itu tak sebanding dengan ancaman yang ditimbulkan oleh mereka yang kembali dari India.

“Keluarga kami benar-benar sekarat di India sana…sama sekali tidak memiliki cara untuk mengeluarkan mereka, ini pengabaian,” kata Dr Vyom Sharmer, dokter umum dan komentator kesehatan.

Mulai Senin (03/05) kemarin, siapa pun yang telah berada di India akan dilarang memasuki negara itu. Kementerian kesehatan mengatakan keputusan tersebut akan ditinjau pada 15 Mei.

“Pemerintah tidak membuat keputusan ini dengan mudah,” demikian pernyataan Menteri Kesehatan Greg Hunt. “Namun, integritas kesehatan publik dan sistem karantina Australia sangat penting dilindungi dan jumlah kasus Covid-19 di fasilitas karantina dikurangi ke tingkat yang dapat dikelola.

Di sisi lain, kementerian mengatakan telah sepakat dengan India untuk mengirim pasokan medis darurat, termasuk ventilator dan alat pelindung diri. “Hati kami tertuju kepada rakyat India, dan komunitas India-Australia kami,” tambah pernyataan itu.

India telah mencatat kasus COVID-19 melonjak menjadi 19 juta dan total kematian 200 ribu. Pekan ini, negara itu telah mencatat 300 ribu kasus baru dilaporkan setiap hari. ** Baca juga: Afsel Berencana Tekan Pembiakan Singa Agar wisatawan Bisa Membelai Anaknya

Larangan kedatangan dari India pekan ini telah menandai peningkatan langkah pemerintah Australia, ini pertama kalinya negara itu menghentikan evakuasi dan memblokir warga untuk pulang sama sekali.

Australia adalah salah satu negara pertama yang menutup perbatasannya pada Maret 2020 lalu, melarang semua kedatangan kecuali warga negara yang kembali, penduduk, dan orang yang diberikan pengecualian (termasuk selebriti, bintang olahraga, dan pekerja kontrak).

Sejak Oktober 2020, Australia membebaskan pelancong dari Selandia Baru yang sudah terbebas dari virus corona. Semua kedatangan dipaksa untuk melakukan, dan mendanai sendiri, karantina selama dua minggu di sebuah hotel, biasanya di ibu kota negara bagian.

Saat ini, sekira 36 ribu warga negara terdaftar dalam bantuan pemerintah untuk terbang pulang, tingkat yang tetap konsisten selama setahun terakhir. Sebelum pandemi, diperkirakan ada sekira satu juta orang Australia yang tinggal di luar negeri.(ilj/bbs)




Satpol PP Kumpulkan Denda Selama PPKM

Kabar6.com

Kabar6-Selama penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) jilid I pada 11 Januari hingga 25 Januari 2021 lalu, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Tangerang mengumpulkan total denda sebanyak Rp5.950.000

Ada pun denda terbanyak diperoleh dari warga yang melanggar protokol kesehatan, yaitu sebanyak Rp4.750.000 dari 95 pelanggar.

Kepala Satpol PP Kota Tangerang Agus Hendra mengatakan, sisanya, dari pelaku usaha yang melanggar protokol kesehatan sebanyak Rp1.200.000 dari empat lapak.

Mereka memberikan denda pada para pelaku usaha karena pemilik usaha tersebut secara terus menerus melanggar aturan PPKM.

Pelanggaran yang dilakukan itu berupa jam operasional lebih dari pukul 19.00 WIB, tidak adanya penerapan social distancing, kapasitas pengunjung lebih dari 25 persen dan terlihat adanya gerombolan pengunjung.

“Mereka berulang kali melakukan pelanggaran. Sudah kami tegur, tapi masih begitu juga. Ya terpaksa kami (kenakan) sanksi administratif,” ujar Agus saat dihubungi wartawan, Rabu (27/1/2021).

Agus menjelaskan, bahwa Satpol PP Kota Tangerang siap melakukan pengawasan dan penegakkan hukum yang lebih ketat lagi saat PPKM jilid II ini.

“Saat PPKM II ini, pengawasan dan penegakkan aturan akan kami perketat lagi, lebih ditingkatkan lagi,” jelasnya.

**Baca juga: BPC HIPMI Kabupaten Tangerang Dilantik, Siap Bersinergi Pemulihan Ekonomi

Agus berharap, bahwa warga Kota Tangerang dapat lebih disiplin dalam melaksanakan aturan yang ada.

“Kepada para pelaku usaha, semoga bisa lebih disiplin juga. Baik kaitan dengan protokol kesehatan atau pun dengan jam operasional,” tandasnya. (Oke)




Pasutri Asal Tiongkok Didenda Rp1,5 Miliar Karena Punya Anak Tujuh

Kabar6-Pasangan suami istri (pasutri) asal Ziyang, Provinsi Sichuan, Tiongkok, terpaksa harus membayar denda sebesar sekira Rp1,5 miliar, karena memiliki tujuh orang anak.

Ya, berdasarkan peraturan pemerintah Tiongkok, satu keluarga di sana hanya diperbolehkan memiliki maksimal dua anak. Denda tersebut, melansir Wolipop, dialamatkan pada pasangan tersebut hampir 10 tahun setelah kelahiran anak ketujuh mereka. Keruan saja, pasutri tersebut bingung harus mencari uang ke mana untuk membayar denda.

Sang suami yang hanya diketahui bermarga Liu, dan istrinya, terus menambah anak meskipun tahu itu adalah sebuah pelanggaran. Hal ini sengaja dilakukan demi mendapatkan anak laki-laki. Keduanya diketahui tinggal di daerah yang memang ‘mengagungkan’ kehadiran putra di tengah-tengah keluarga.

Pasutri tersebut melahirkan anak pertamanya, seorang bayi perempuan, pada 1990. Kemudian menyusul lahir lima bayi lainnya yang semua berjenis kelamin perempuan. Baru pada 2009, akhirnya mereka mendapatkan anak laki-laki yang lahir pada April.

Sayang, kebahagiaan akan kehadiran seorang bayi laki-laki harus dibayar dengan mahal. Pada November 2018, pemerintah lokal melakukan investigasi, dan mendapati perbuatan ilegal Liu dan istrinya.

Mereka pun diharuskan membayar denda yang disebut sebagai ‘biaya pemeliharaan sosial’. Liu telah berupaya membayar denda dengan cara dicicil, tapi tetap saja setiap tanggal jatuh tempo mereka kebingungan untuk melunasinya.

Rupanya, denda yang dijatuhkan terhadap keluarga Liu itu memicu kontroversi di tengah masyarakat Tiongkok. Banyak netizen berargumen di internet bahwa keputusan itu kontradiktif dengan struktur populasi yang sudah berubah di Tiongkok.

Mereka berpendapat, pasutri tersebut seharusnya tidak dihukum, tapi justru diberi penghargaan karena angka kelahiran di Tiongkok sekarang justru menurun. ** Baca juga: Kesetrum Listrik 14 Ribu Volt Hingga Kulit Pria Asal Florida Ini Meleleh

Otoritas kesehatan setempat juga sudah mengajukan permohonan ke pengadilan agar mengkaji ulang putusan denda tersebut. Menurut mereka tidak praktis menuntut keluarga Liu untuk melunasi denda dalam kondisi mereka yang sedang kesulitan ekonomi.

Seorang pakar demografi bernama Huang Wenzheng berpendapat, denda itu tidak tepat sasaran. Khususnya pada kondisi sekarang ini, di mana angka kelahiran justru sedang ditingkatkan.

Meskipun biaya pemeliharaan sosial masih diterapkan di sejumlah wilayah, banyak kota di Tiongkok yang juga telah melonggarkan aturan maksimal dua anak dalam beberapa tahun terakhir.(ilj/bbs)