1

Disebut Bekas Orang Meninggal, Presiden Uganda Larang Impor Pakaian Bekas dari Barat

Kabar6-Presiden Uganda, Yoweri Museveni, yang berkuasa sejak 1986, telah mengumumkan pelarangan impor pakaian bekas (thrifting). Diketahui, Owino Market di Kampala, ibu kota Uganda, adalah tempat di mana orang-orang kaya dan miskin berkumpul, mayoritas pengunjung di sini mencari pakaian thrifting.

Meskipun bukan barang baru, harga pakaian thrifting terjangkau dengan kualitas tetap baik. Pakaian bekas ini biasanya berasal dari Eropa dan Amerika, di man bisnis ini bernilai jutaan dolar.

Presiden Museveni, melansir wptv, menyebut pakaian tersebut bekas orang yang sudah meninggal. “Ketika orang kulit putih meninggal, mereka mengumpulkan pakaian mereka dan mengirimkannya ke Afrika,” kata Museveni.

Namun para pejabat perdagangan belum menjalankan larangan tersebut, yang memerlukan tindakan hukum, seperti perintah eksekutif. Pemerintah Afrika lainnya juga berusaha menghentikan impor pakaian bekas, dengan alasan bahwa bisnis ini seperti mengirimkan limbah ke Afrika dan merugikan industri kain lokal.

Di Uganda, pernyataan presiden telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan pedagang, karena larangan itu akan mengancam bisnis mereka. Para pedagang menjual pakaian bekas di seluruh negara dengan populasi 45 juta orang. Mereka beroperasi di pasar terbuka besar, stan di pinggir jalan, dan bahkan di pusat perbelanjaan.

Sebuah kelompok pedagang di Kampala, yang dikenal sebagai KACITA, menentang larangan pakaian bekas. Mereka mengusulkan untuk secara bertahap mengurangi impor sehingga produsen pakaian lokal dapat memenuhi permintaan.

Beberapa pengrajin pakaian Uganda, seperti Winfred Arinaitwe, mengakui bahwa kualitas kain buatan lokal seringkali rendah, sehingga banyak orang memilih untuk membeli pakaian bekas. “Karena lebih tahan lama,” ujar Arinaitwe. “Dan harganya terjangkau.” (ilj/bbs)




Gustave, Buaya Paling Sadis di Dunia Asal Burundi, Disebut Pernah Mangsa Lebih dari 300 Manusia

Kabar6-Gustave, seekor buaya raksasa dari Burundi, Afrika, yang menjadi legenda di tengah masyarakat, dikabarkan memiliki kulit warna merah atau kekuningan dan ditumbuhi rumput di atas kepalanya.

Dengan panjang sekira 6-12 meter dan berat hingga 907 kilogram, melansir Odditycentral, Gustave yang disebut telah memangsa lebih dari 300 orang ini digadang-gadang sebagai buaya terbesar di Afrika. “Masyarakat sekitar sangat was-was akan keberadaan buaya ini, terutama jika mereka akan pergi ke Danau Tanganyika,” kata Patrice Faye, ahli herpetologi.

Ditambahkan, “Buaya ini dipercaya berkeliaran di sekitar danau tersebut dan telah memakan hidup-hidup nelayan dan orang yang sedang mandi di sungai.” ** Baca juga: Danau Beku Roopkund di Himalaya Mencair Munculkan 300 Jasad Misterius

Menurut observasi Faye, Gustave sudah memakan 10-20 orang sepanjang tepian danau. “Saya sempat mengikuti pergerakan buaya ini selama satu tahun, dan 17 orang telah dimakan di sepanjang Kanyosha & Minago dan Kabezi & Magara,” terang Faye.

Sebelumnya, sebuah upaya untuk merelokasikan buaya ini telah dilakukan pada 2004 lalu, yang disiarkan melalui sebuah tayangan dokumenter. Sayang, upaya relokasi ini tidak membuahkan hasil.

Upaya lain juga telah dilakukan untuk menangkap Gustave, salah satunya dengan menempatkan perangkap, namun lagi-lagi gagal. Pada malam terakhir dari pengerahan upaya penangkapan Gustave, sebuah kandang tampak masuk ke danau dan kambing sebagai umpan di dalamnya kemudian hilang.

Kemudian, muncul spekulasi keberadaan Gustave di sekitar danau meski buaya tersebut diperkirakan telah berusia 60 tahun, lebih lama dari rata-rata rentang usia buaya. Pada 2009, buaya ini kembali muncul ke permukaan, meskipun dianggap sangat tidak mungkin karena artinya buaya ini sudah berusia 80 tahun.

“Buaya ini sangat besar. Tiga kali lebih besar dari buaya lainnya di Burundi. Buaya ini tidak cukup gesit dan tidak dapat hidup dari sumber makanan buaya lainnya di Burundi, seperti ikan-ikanan dan mamalia kecil,” ungkap Faye.

Gustave kembali diduga muncul ke permukaan pada 2015. Dia menarik seekor kijang ke dalam air. Belum diketahui pasti apakah buaya tersebut adalah Gustave atau bukan.(ilj/bbs)




Masih Diselimuti Misteri, Temuan Hutan Tak Terjamah di Puncak Gunung Wilayah Mozambik

Kabar6-Seorang ahli kupu-kupu yang menghabiskan waktunya bertahun-tahun memeriksa hutan hujan di Afrika bernama Dr Julian Bayliss mengejutkan komunitas sains pada 2012, dengan temuannya berupa hutan hujan yang belum terjamah di Mozambik.

Dr Bayliss, melansir Lonelyplanet, melihat sebuah kawah di atas puncak sebuah gunung kawasan Afrika, yang di dalam terdapat sebuah hutan hujan, membentang di atas puncak gunung. Lima tahun kemudian, Dr Bayliss membawa tim terdiri dari 28 peneliti ke Mozambik untuk mencari tahu perihal hutan yang belum terjamah manusia itu.

Perjalanan menuju hutan itu tidaklah mudah, karena mereka harus mendaki Gunung Lico yang cukup sulit. Tim juga memakai drone untuk melihat apa yang ada di atas mereka dan memetakan jalur pendakian.

Sesampainya di puncak, Dr Bayliss dan timnya menemukan banyak kejutan, terdapat sejumlah spesies baru, termasuk tipe kupu-kupu yang diberi nama sesuai nama gunung tersebut. ** Baca juga: Bikin Repot, Burung Hantu Kabur dari Kandang Sebabkan Pemerintah Kota New York Ikut Turun Tangan

Lebih mengejutkan lagi, menemukan bukti bekas hunian manusia di puncak gunung di tengah hutan itu, termasuk pot tanah liat tua. Tim peneliti menyimpulkan, benda itu adalah persembahan dari manusia di sana yang berterima kasih atas mengalirnya sungai di gunung tersebut.

Namun hal yang masih menjadi misteri adalah tak seorang pun tahu siapa manusia yang tinggal di hutan itu. Warga setempat tidak ada yang punya ingatan tentang siapa yang pernah berada di puncak gunung itu.

Timbul pertanyaan, apakah di masa lalu tanah di sekitar Lico cukup tinggi? Rute mereka dan berapa lama mereka ada di hutan di puncak gunung itu masih menjadi misteri hingga kini.(ilj/bb




Gustave, Buaya Raksasa di Afrika yang Mangsa 300 Manusia

Kabar6-Keberadaan seekor buaya bernama Gustave di Burundi, Afrika, disebut merupakan sosok yang separuh nyata dan separuh legenda. Beberapa mengatakan, buaya ini memiliki panjang 12 meter, berwarna merah atau kuning, atau dengan rumput yang tumbuh dari kepalanya.

Meski tak ada yang tahu pasti, terdapat rekaman yang menunjukkan eksistensi buaya besar telah diambil, beserta foto-fotonya. Melansir News18, reptil ini mungkin jadi buaya terbesar di Afrika dengan panjang sekira enam meter dengan berat 907 kilogram. Hal yang mengerikan, Gustave dikabarkan telah membunuh lebih dari 300 nyawa manusia.

Penduduk di Danau Tanganyika takut dengan Gustave, yang dilaporkan melakukan perjalanan ke sebagian besar tepi danau, memakan ‘nelayan dan orang mandi’. Herpetologis Patrice Faye, yang mempelajari hewan tersebut, melaporkan pembunuhan selama bertahun-tahun.

“Dia bisa makan 10, 15 atau 20 orang,” kata Faye. “Satu tahun, saya mengikuti jalan yang dia ambil dalam salah satu aksinya dan 17 orang telah dimakan antara Kanyosha dan Minago, dan Kabezi dan Magara.”

Pada 2004, masyarakat berusaha menangkap buaya untuk memindahkannya demi keselamatan penduduk di dekat Danau Tanganyika. Tim yang dipimpin oleh Faye mencoba memancing buaya tersebut ke dalam jebakan sepanjang sembilan meter, tetapi tidak berhasil.

Upaya terakhir mereka adalah memuat seekor kambing ke dalam perangkap pegas. Setelah beberapa malam, tim mulai berspekulasi bahwa ‘Gustave lebih pintar dari yang dipikirkan’. ** Baca juga: Investigasi Penipuan Terbesar di Inggris Jaring 100 Pelaku Pencurian Bermodus Panggilan Telepon

Akhirnya, pada malam terakhir bagi kru, kamera night vision mati saat hujan deras. Keesokan paginya, kru kembali dan menemukan kandang terbalik ke dalam air. Kambing itu telah menghilang. Gustave menang.

Ada spekulasi bahwa Gustave mungkin masih berkeliaran di danau. Ketika film dokumenter penangkapan dirilis pada 2004, buaya itu diperkirakan berusia sekira 60 tahun, jauh lebih tua dari usia rata-rata buaya, yakni 45 tahun.(ilj/bbs)




Wanita di Zimbabwe Terpaksa Gunakan Kotoran Sapi Saat Datang Bulan Lantaran Harga Pembalut Mahal

Kabar6-Dalam kondisi terjepit, ada saja ide kreatif yang muncul. Sama halnya, lantaran harga pembalut di Zimbabwe cukup mahal, para wanita di negara Afrika itu menggunakan cara lain.

Tidak seperti kaum hawa pada umumnya yang menggunakan pembalut atau menstrual cup saat sedang datang bulan, melansir Africanews, para wanita di Zimbabwe terpaksa harus menggunakan kotoran sapi sebagai pengganti pembalut untuk mencegah kebocoran.

Seorang gadis bernama Constance Dimingo (19) mengaku terakhir kali menggunakan pembalut kurang lebih tahun lalu. “Saya terakhir memakai pembalut sebelum ibu saya meninggal tahun lalu,” katanya.

Dimingo mengungkapkan, dia terpaksa harus menggunakan apa saja yang bisa ditemukan, termasuk kotoran sapi, dedaunan, koran, dan pakaian untuk mencegah darah keluar.

“Sekarang, saya harus menggunakan apa saja yang bisa saya temukan, kotoran sapi, dedaunan, koran, dan pakaian, untuk menghentikan kebocoran darah,” tuturnya.

Bahkan, Dimingo terpaksa menahan rasa sakit yang disebabkan oleh menstruasi karena tidak mampu membeli obat pereda nyeri. Dimingo adalah salah satu dari 72 persen anak perempuan yang berada di pedesaan Domboshava, Zimbabwe.

Menurut sebuah studi oleh SNV Netherlands Development Organization di Zimbabwe, Domboshava berada di 30 km sebelah utara ibukota Harare, dan tidak memiliki akses ke pakaian sanitasi komersial.

Ditambahkan Dimingo, pembalut adalah salah satu barang mewah yang tidak bisa dibeli oleh para wanita di Zimbabwe. Untuk mencegah kebocoran, Dimingo dan para saudara perempuannya menggunakan kotoran sapi yang dibentuk menjadi gumpalan dan kemudian membiarkan kering.

Harga pembalut sendiri sekira Rp29 ribu. Harga tersebut tidak terjangkau oleh sebagian besar dari tiga juta anak perempuan yang sedang menstruasi, yang hidup di bawah garis kemiskinan.(ilj/bbs)




Lima Negara dengan Tradisi Pernikahan Paling Nyeleneh

Kabar6-Pernikahan adalah upacara pengikatan janji nikah yang dirayakan atau dilaksanakan oleh dua orang pria dan wanita dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan secara norma agama, norma hukum, dan norma sosial.

Upacara pernikahan memiliki banyak ragam dan variasi menurut tradisi suku bangsa, agama, budaya, maupun kelas sosial. Penggunaan adat atau aturan tertentu kadang-kadang berkaitan dengan aturan atau hukum agama tertentu.

Namun, ada juga beberapa tradisi pernikahan yang dianggap aneh maupun menjijikkan di negara-negara tertentu. Melansir idntimes, ini lima negara dengan tradisi pernikahan yang disebut paling nyeleneh:

1. Skotlandia
Tradisi pembusukkan dan diarak ini mengharuskan si pengantin pria dan wanita dilumuri sejumlah cairan atau apa pun yang dianggap menjijikkan. Setelah dilumuri, bersama-sama mereka diarak keliling kota untuk ditunjukkan kepada seluruh orang di kota tersebut.

Konon, dengan melewati rasa malu yang besar ini, maka kedua pengantin dapat mengatasi permasalahan apa pun yang akan mereka hadapi.

2. India
Di India, wanita disebut terkutuk apabila keinginan untuk menikah dari dirinya lebih besar dibandingkan pria. Untuk menghilangkan kutukan yang dimiliki oleh si wanita, maka sebelum memasuki kehidupan rumah tangga, wanita itu terlebih dahulu harus dinikahkan dengan pohon.

Dipercayai, dengan begitu maka kutukan si wanita akan terjelma di dalam pohon dan si wanita bebas dari kesialan yang akan menerpanya.

3. Prancis
Dalam tradisi pesta pernikahan di Prancis, setelah resepsi selesai, para tamu undangan mengumpulkan sisa-sisa makanan, minuman serta apa pun yang dianggap dapat dimakan.

Nah, semua sisa makana tadi dicampurkan dan dimasukkan ke sebuah replika baskom berbentuk toilet, yang kemudian diserahkan kepada pasangan pengantin itu untuk dimakan dan dilarang pergi sebelum dihabiskan. Hal ini demi memberi ‘tenaga’ bagi kedua pasangan tadi.

4. Tiongkok
Tradisi melihat tanggal baik melalui hati anak ayam dilakukan jauh hari sebelum tanggal pernikahan dimulai. Demi menentukan hari pernikahan, pasangan di Tiongkok atau pedalaman Mongol, harus bersama-sama membelah anak ayam dan mengecek hatinya.

Jika dianggap sehat, maka mereka diperbolehkan untuk menentukan tanggal pernikahannya. Sebaliknya jika tidak, maka mereka harus tetap memotong ayam untuk menemukan satu yang sehat. Apabila hal itu tak dilakukan, maka tidak bisa ditentukan kapan hari pernikahannya.

5. Afrika
Beberapa desa di Afrika, terdapat sebuah tradisi yang dilakukan saat pasangan hendak melakukan malam pertama. Di saat itu, kepala desa bersembunyi di bawah kolong ranjang dan menginstruksikan bagaimana si istri akan memuaskan kehendak suaminya.

Kepala desa tersebut terus tetap berada di dalam ruangan demi berjaga-jaga jika butuh ‘instruksi’ lebih lanjut. ** Baca juga: Sedih, Pria di AS Sebut Mr P Miliknya Menciut Empat Sentimeter Usai Positif COVID-19

Bagaimana tradisi pernikahan di daerah Anda?(ilj/bbs)




Puluhan Penguin Afrika Langka ‘Dihabisi’ Segerombolan Lebah

Kabar6-Sebuah organisasi satwa liar melaporkan, segerombolan lebah membunuh puluhan penguin langka dalam sebuah insiden ‘langka’ di Afrika Selatan (Afsel).

Penguin yang dilindungi itu berasal dari koloni di Simon’s Town, sebuah kota kecil dekat Cape Town. Daerah ini memiliki taman nasional, dengan lebah madu Cape bagian dari ekosistem di sana.

Taman Nasional Afrika Selatan, melansir metro.co.uk, mengatakan burung-burung itu dibawa ke Yayasan Konservasi Burung Pesisir Afrika Selatan untuk pemeriksaan dan sampel dikirim untuk pengujian penyakit serta toksikologi. “Tidak ada luka fisik eksternal yang ditemukan pada salah satu burung,” demikian bunyi sebuah pernyataan. Hasil post-mortem menunjukkan, semua penguin memiliki beberapa sengatan lebah.

“Kawanan serangga berulang kali menyengat makhluk laut di pantai,” terang Yayasan Konservasi Burung Pesisir Afrika Selatan

Sementara hasil tes menemukan, sebanyak 63 penguin Afrika, spesies yang masuk dalam ‘daftar merah’ terkemuka untuk hewan yang terancam punah, tidak mengalami luka selain sengatan, sementara sejumlah lebah juga mati. Insiden itu terjadi di luar Cape Town, Afrika Selatan, di mana burung-burung yang tidak bisa terbang itu ditemukan mati.

“Setelah tes, kami menemukan sengatan lebah di sekitar mata penguin,” ungkap David Roberts, seorang dokter hewan klinis untuk yayasan tersebut. “Ini adalah kejadian yang sangat langka. Kami tidak berharap itu sering terjadi, itu kebetulan. Ada juga lebah mati di tempat kejadian.”

Diketahui, penguin Afrika yang menghuni pantai dan pulau-pulau di Afrika Selatan termasuk dalam daftar merah International Union for Conservation of Nature, yang berarti mereka menghadapi risiko kepunahan yang tinggi. ** Baca juga: Gempar! Ada Penampakan Sapu Terbang Misterius di Langit AS

“Penguin tidak boleh mati begitu saja karena mereka sudah dalam bahaya kepunahan,” jelas Robert. “Mereka adalah spesies yang dilindungi.(ilj/bbs)




Afrika Terancam Tak Lagi Jadi Tujuan Wisata Pencinta Hewan Setelah 1.200 Singa Dibunuh

Kabar6-Dalam 25 tahun ini populasi singa Afrika disebut turun drastis, berkurang pada tingkat yang mengkhawatirkan. Hal ini disebabkan karena maraknya pembunuhan, perburuan dan perdagangan satwa liar secara global.

“Banyak singa terbunuh di Afrika karena hilangnya habitat dan fragmentasi lahan, perdagangan satwa liar, perburuan daging semak, dan konflik manusia yang terus mengancam singa,” ungkap Edith Kabesiime, Manajer Kampanye Satwa Liar dari Perlindungan Hewan Dunia.

Dikatakan, “Jika ini tidak segera dihentikan, Afrika tidak akan lagi menjadi tujuan wisata yang dikenal para pecinta hewan.” ** Baca juga: Jasad Sparta, Anak Singa Gua Berusia 28 Ribu Tahun Ditemukan di Siberia dalam Kondisi Masih Utuh

Selain dibunuh oleh para pemburu, melansir aa.com, singa juga dilaporkan sering dihabisi oleh pengembala ternak yang tinggal di dekat taman nasional agar tidak memangsa ternak mereka. Menurut Kabesiime, negara-negara di dunia harus segera mengambil langkah berani dengan memberlakukan dan menerapkan undang-undang yang menetapkan hukuman berat bagi mereka yang terlibat dalam perdagangan satwa liar ilegal.

Sementara juru bicara otoritas satwa liar Uganda, Bashir Hangi, mencatat bahwa badan tersebut telah mengeluarkan pernyataan untuk memperingati Hari Singa Sedunia, mereka akan terus melestarikan dan melindungi singa di taman bermain Uganda.

Dikatakan Hangi, saat ini ada 400 singa di Uganda, dan sangat disayangkan bahwa beberapa singa dibunuh oleh aktivitas manusia yang ilegal. Tom Kabale, seorang ahli konservasi satwa liar, mengatakan bahwa dalam 25 tahun terakhir, lebih dari 1.200 singa telah dibunuh di berbagai bagian Afrika.

Pada Maret 2021, enam singa dibunuh oleh orang-orang yang tinggal di dekat Taman Nasional Ratu Elizabeth di Uganda barat. Lima orang yang diduga terlibat dalam aksi tersebut ditangkap dan kemudian mengaku telah disewa oleh orang lain yang ingin menggunakan bagian tubuh singa untuk membuat jimat.(ilj/bbs)




Tidak Pernah Mandi, Perempuan Suku Himba Dijuluki Sebagai yang Terindah di Afrika

Kabar6-Suku Himba atau suku Merah, adalah suku yang berasal dari Namibia utara, dengan populasi sekira 50 ribu orang. Nah, ada satu kebiasaan suku Himba yang membuat mereka semakin dikenal di mancanegara.

Suku Himba, melansir Intisari, dikenal tidak mandi dengan air. Hal ini karena lingkungan tempat tinggal mereka menjadi tempat paling ekstrem di Bumi dengan iklim gurun yang membuat wilayah tersebut mengalami kekurangan air. Karena tidak mandi dengan air, sebagai gantinya mereka mengoleskan tubuh dengan Otjize, yaitu mentega dan oker merah yang dipercaya dapat menjaga kulit mereka agar tetap terlindungi dari matahari dan serangga.

Oker sendiri mereupakan pewarna merah alami yang berasal dari tanah liat berpigmen hematit atau mineral kemerahan yang mengandung zat besi teroksidasi.

Nah, meskipun tidak pernah tersentuh air, perempuan dari suku Himba diakui sebagai yang paling indah di seluruh Afrika. Perempuan suku Himba meyakini, hanya dengan menggunakan otjize, tubuh mereka akan tetap bersih tanpa harus mandi dengan air. Tidak hanya pada tubuh saja, perempuan suku Himba juga menggunakan otjize di bagian rambut.

Sebelum dilumuri dengan otijize, rambut mereka harus dibentuk seperti kepangan. Tidak hanya untuk mempermudah pemakaian otjize, kepangan tersebut juga digunakan sebagai penanda status mereka.

Bagi perempuan yang belum menikah, mereka akan membagi kepangan rambutnya menjadi dua. Sedangkan untuk perempuan yang telah menikah, mereka akan membagi kepangan rambutnya dalam jumlah banyak.

Hal ini juga berlaku bagi pria dari suku Himba. Bagi pria yang belum menikah, mereka akan menata rambutnya seperti bentuk tanduk di kedua sisinya. ** Baca juga: Paulina Vega, Miss Universe 2014 Disebut Terlalu Gemuk Hanya Gara-gara Berat Badan Naik Satu Kilogram

Sedangkan pria yang sudah menikah, mereka hanya menutup rambutnya dengan menggunakan penutup kepala dan tidak perlu mengubah bentuk rambutnya.

Unik, ya.(ilj/bbs)




Suku Dogon, Penghuni Gurun Sahara yang Bertopeng

Kabar6-Dogon adalah salah satu suku asli Afrika yang tinggal di Mali Tenggara dan Burkina Faso, Afrika, bagian selatan Gurun Sahara. Suku ini percaya bahwa nenek moyang mereka adalah keturunan Mesir, karena pengetahuan akan astronomis yang sudah ada sejak 3.200 sebelum Masehi.

Suku Dogon memiliki tradisi yang didasari oleh kepercayaan mereka tentang topeng dan ukiran kayu. Dan karya seni yang mereka buat, melansir keepome, punya andil besar di seni modern, misalnya karya-karya Picasso. Mereka memiliki lebih dari 80 jenis topeng, dibedakan berdasarkan perayaan yang sedang berlangsung.

Mereka kerap menggunakan topeng. Kalau dulu memang untuk penyamaran dari musuh, tapi kini digunakan untuk acara adat dan untuk menyambut wisatawan. Uniknya, topeng-topeng tersebut diukir dari kayu dengan rupa yang beragam.

Di sisi lain, suku Dogon fasih menceritakan bagaimana kondisi Bulan yang kering dan tandus, Saturnus yang memiliki cincin, dan Jupiter yang dikelilingi oleh empat satelitnya. ** Baca juga: Pasien Terus Bertambah, Para Dokter di Belgia yang Terjangkit Virus Corona Tetap Bekerja

Karena ini pula, melansir beberapa sumber, suku Dogon seringkali menjadi objek penelitian antropologi. Tanpa peralatan modern, mereka mengetahui bahwa galaksi Bima Sakti berbentuk spiral dan ada sejumlah planet yang mengelilingi matahari.

Kini suku Dogon menempati wilayah di sekitar gunung Homburi dekat Timbuktu, di mana petani Dogon menggunakan saluran irigasi untuk menghasilkan wilayah hijau di sekitar desa tepi tebing yang mereka diami.(ilj/bbs)