oleh

Minta Keadilan, Isra Warga Cisoka Ingin Bertemu Presiden Jokowi Lagi

image_pdfimage_print

Kabar6-Pernah bertemu dan foto bersama Presiden Jokowi di tahun 2018, pada acara pembagian sertifikat program PTSL di halaman Kantor Bupati Tangerang, Isra Warga Kampung Kemuning Permai Blok D 1 Nomor 1 RT 04 RW 05, Desa Jeungjing, Kecamatan Cisoka, Kabupaten Tangerang, memohon keadilan dan ingin bertemu dengan Presiden Jokowi, Senin (11/12/2023).

Isra (32 tahun) mengatakan, keinginanya hanyalah ingin mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya.

“Dan untuk para penegak keadilan, mohon kiranya jangan menilai kami bahwa orang yang tidak berbudi tidak bisa berbahasa dengan baik dan tidak berpendidikan. Jangan menilai kami sebagai itu tapi lihatlah kami sebagai manusia. Kami sebagai warga negara yang sama harkat dan kedudukannya. Di mata hukum dan negara, kami perlu perlindungan hukum oleh negara, terutama Bapak Presiden Republik Indonesia, Bapak Jokowi,” ungkap Isra.

“Agar memberikan hak, yang seadil-adilnya kepada kami dan orang tua kami yang telah merawat lahan Tanah Negara (TN) ini dari tahun 1976 sampai dengan sekarang tahun 2023. Tolong diberikan hak yang seadil-adilnya, diberikan hak secara kepemilikan, agar kami tidak diganggu lagi secara hukum dan diganggu gugat. Kami tidak menuntut apa-apa. Kami hanya meminta tempat tinggal untuk hidup. Selama kami hidup di sini, kami lahir di sini. Kami pribumi di sini. Kami tidak tau ingin pergi kemana. Kami lahir dan besar di tanah ini juga. Oleh karena itu kepada para penegak hukum dan pemimpin yang bertugas untuk mengayomi dan melindungi kami, agar itu semua dilaksanakan dan tidak menutup matanya terhadap keadilan. Karena selama ini kami selalu dianiaya secara hukum, karena kami tidak mengerti hukum. Sebab mereka mengatakan kami ini hanya rakyat yang tidak punya hak terhadap tanah tersebut,” ucapnya.

Isra menegaskan, pihaknya tidak pernah memperjual-belikan tanah tersebut. Pihaknya sangat bingung seketika  disangka dengan dituduh menyerobot lahan, karena mereka dengan alasan memiliki sertifikat. Justru dirinya yang menanyakan dari manakah terbit sertifikat itu?  Sedangkan faktanya, pihaknya di lahan tersebut menempati terlebih dahulu. Artinya, belum pernah meninggalkan, tidak pernah menjual-alihkan, tidak pernah mengoper-alihkan.

“Karena kami memegang amanah dari negara, yang mana pada dasarnya Tanah Negara (TN) tidak boleh diperjual-belikan, melainkan untuk ditempati dan dirawat. Itu semua tujuannya untuk kemasyarakatan, untuk kemakmuran rakyat tidak diperjual-belikan. Kami sangat bingung kenapa perusahaan asing bisa di sini dan kami yang pribumi tidak bisa disini. Dan kami selalu mengajukan hak kepemilikan. Sedihnya, semua para aparat penegak hukum dan instansi terkait, mulai dari tingkat desa, kecamatan maupun tingkat kabupaten, selalu mengatakan tidak bisa karena sudah terbitnya sertifikat. Kenapa bisa terbit sertifikat padahal di sini ada orangnya ada yang menempati di sini!” ungkapnya pilu.

**Baca Juga: Usai Remas Dada Wanita Berhijab di Pamulang, Pelaku Senyum Sambil Tertawa

Lanjutnya, “Mohon tegakkan keadilan, dan saya mohon kepada para petinggi di atas, dan kepada para calon pengganti Presiden Jokowi, buktikan dan tunjukkan kepedulian kalian terhadap rakyat kecil. Bimbinglah kami, tuntunlah kami agar kami dapat perolehan hak yang sah dari negara, agar kami tidak dianiaya lagi secara hukum oleh pihak perusahaan dan para oknum-oknum lainnya.”

“Kami mohon sekali lagi lihat lah, tengoklah datanglah, secara langsung, dan lihat lah kronlogis permasalahannya, dan rumah-rumah kami sudah dirusak oleh oknum oknum yang tidak bertanggungjawab. Kami sangat memohon kepada pemerintah tegakkan keadilan seadil adilnya,” pungkasnya.

Sementara Itu, pelaksana garapan tanah Kakek Kasudin (73 tahun) menjelaskan, “Kami memohon dan meminta keadilan kepada pemerintah daerah Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten dan juga pemerintah pusat, dan juga Bapak presiden. Saya di sini sudah dari tahun 1976. Tanah ini dari dulu kan tanah kosong, dan dari dulu kan saya ngegarap. Serta tanah ini tidak dijual-belikan menurut undang undang. Karena sekarang suruh jual-belikan, saya gak mau karena bukan punya saya, tiba-tiba ada perusahaan (PT) yang mengaku.”

“Tanah ini kan tanah negara. Ssaya belum pernah menjual tanah ini. PT ini melakukan pembebeasan dari desa atau pemerintah. Kalau dari desa saya mah gak mau karena titipan tanah negara. Jangan menuntut saya melakukan nyerobot tanah. Dan kami dituduh menyerobot tanah.  Padahal saya nyangkul sudah dari tahun 1976. Kalau memang PT menuduh saya menyerobot tanah, mana rumah PT yang saya serobot? Mana rumah PT  yang dirusak saya?  Ini malah rumah saya yang dirusak. Harapan saya ditegakan keadilan yang seadil-adilnya. Mohon pemerintah agar memberikan hak supaya kami tidak dapat dianiaya secara hukum,” pungkasnya. (Red)

Print Friendly, PDF & Email