1

Polisi Afsel Gerebek Tanaman Ganja Dekat Kantor Presiden yang Dirawat Aktivis Komunitas Adat

Kabar6-Polisi Afrika Selatan (Afsel) menggerebek sekaligus mencabuti tanaman ganja yang tumbuh dan dirawat oleh aktivis dari komunitas adat Khoisan, di dekat kantor Presiden Cyril Ramaphosa di Pretoria.

Sejumlah anggota komunitas adat Khoisan bahkan telah berkemah di daerah itu selama tiga tahun. Penggerebekan tersebut dilakukan ketika pemimpin komunitas adat Khoisan, yang menyebut dirinya Raja Khoisan, ada di sana.

“Polisi…Anda telah menyatakan perang. Kami berada di sini dengan damai. Kami akan membalas Anda,” teriak Raja Khoisan sambil mencengkeram sejumlah tanaman ganjanya ketika polisi menyeret tanaman-tanaman itu.

Setelah itu, melansir theguardian, Raja Khoisan ditangkap karena terkait dengan ganja serta perkebunan dan penanaman ganja secara ilegal. “Serta tidak memakai masker di depan umum ketika diperintahkan oleh seorang petugas polisi,” demikian bunyi sebuah pernyataan dari pihak berwenang.

Pada 2018, kelompok tersebut berkemah di ruang hijau di luar kantor presiden, di dekat raksasa Nelson Mandela, untuk mengkampanyekan pengakuan resmi atas bahasa mereka. ** Baca juga: Viral, Dokter di India Operasi Gigi Hanya Diterangi Lampu Senter dari Ponsel

Istri Raja Khoisan, Ratu Cynthia, mengungkapkan kemarahannya tentang insiden itu dalam sebuah wawancara dengan situs berita IOL. “Saya sangat, sangat marah,” kata Ratu Cynthia. Ditambahkan, presiden tidak mau datang untuk berbicara dengan mereka.

Ratu Cynthia mengatakan, orang-orang Khoisan hanya ingin pengakuan atas bahasa mereka. Mereka telah menggunakan ganja untuk alasan medis, seperti kanker dan tekanan darah tinggi.

Khoisan sendiri adalah penduduk tertua di Afsel, tetapi sekarang menjadi minoritas kecil di negara itu.(ilj/bbs)




Selain COVID-19, Afsel Dilanda Wabah Pelecehan Seksual

Kabar6-Tidak hanya tengah berjibaku melawan wabah pandemi COVID-19 yang disebabkan varian Omicron, Afrika Selatan (Afsel) juga sedang melawan wabah pelecehan seksual disertai kasus-kasus kekerasan terhadap kaum hawa yang meningkat.

Sebuah statistik, melansir dw, mengungkapkan ada peningkatan 7,1 persen dalam kasus pemerkosaan, dengan 9.556 wanita diperkosa antara Juli dan September. Presiden Cyril Ramaphosa menyebut, statistik baru-baru ini ‘memalukan’ pada November. Ada juga sekelompok aktivis wanita yang mendatangi tiap rumah atau jalan-jalan di Johannesburg, memperingatkan bahaya kekerasan seksual. Mereka juga memperingatkan remja yang kembali dari sekolah.

Aktivis wanita itu disebut brigade anti-kekerasan, berbasis gender atau Brigade Gender-Based Violence (GBV), yang bertujuan untuk menghadapi wabah pembunuhan dan kekerasan terhadap kaum hawa dan anak-anak di Afsel.

Menurut laporan African News, salah satu kasus mengerikan adalah seorang mahasiswi hukum dibunuh, tubuhnya dimutilasi dan dimasukkan ke koper. Kasus lain, mahasiswi lain diperkosa, dipukul hingga tewas dengan timbangan besi di dalam kantor pos. Kemudian, seorang wanita hamil delapan bulan digantung di pohon.

“Kita tidak bisa mengabaikan apa yang kita (lihat) sampai keadilan mengambil jalannya,” kata Juliet Ngonyama yang mengenakan celemek makan oranye sebagai simbol gerakan itu. ** Baca juga: Usai Bantai 3 Orang, Kanibal Asal Rusia Makan Korbannya Sambil Minum Vodka

Oranye adalah simbol revolusi di Afsel, melambangkan tekad para aktivis untuk meredam aksi kekerasan yang semakin memburuk sejak merebaknya pandemi COVID-19. Menurut data resmi, lebih dari 100 pemerkosaan dilaporkan setiap hari, sementara rata-rata seorang wanita dibunuh setiap tiga jam.

Menanggapi statistik itu, Presiden Ramaphosa mengatakan bahwa kekerasan terhadap wanita sebagai ‘pandemi kedua’ setelah COVID-19. “Kami berada dalam cengkeraman perang tanpa henti yang dilancarkan pada tubuh wanita dan anak-anak yang, terlepas dari upaya terbaik kami, tidak menunjukkan tanda-tanda akan mereda. Jika karakter suatu bangsa dapat dinilai dari bagaimana memperlakukan wanita dan anak-anak, maka kita sangat tertinggal.”

Craig Wilkinson yang merupakan pendiri organisasi nirlaba, Father A Nation, menerangkan bahwa pria Afsel sering tumbuh tanpa ayah, dan juga menderita akibat kekerasan. Dengan tumbuhnya pandangan maskulinitas, ditambah pengangguran yang merajalela di Afsel, meningkatkan risiko pria untuk melakukan kekerasan terhadap kaum hawa.(ilj/bbs)