1

Belanja di Pasar Tradisional, Perhatikan Aturan Kesehatan yang Disarankan

Kabar6-Saat ini sudah banyak orang yang mulai berbelanja ke pasar tradisional. Di sisi lain, pasar tradisional termasuk dalam kategori tempat yang rentan terjadinya penularan COVID-19.

Hal ini karena banyak orang yang datang dari segala penjuru kota, seringkali menjadikan pasar penuh sesak, kebersihan kurang terjaga, dan standar sanitasi serts higienis yang belum ketat, membuat pasar menjadi tempat yang berisiko.

Karena itulah dibuat aturan agar bagaimana masyarakat tidak terdampak COVID-19 dari faktor kesehatan maupun perekonomian. Para pedagang, melansir Sindonews, disarankan untuk selalu menggunakan masker atau face shield serta sarung tangan selama beraktivitas di pasar. Hindari juga menyentuh area wajah dan dianjurkan agar sering mencuci tangan memakai sabun.

Pedagang yang diperbolehkan melakukan aktivitas jual beli di pasar adalah mereka yang memiliki suhu tubuh di bawah 37,3 derajat Celcius. Pemeriksaan suhu tubuh bagi para pedagang wajib dilakukan sebelum pasar dibuka. Selain itu, sesuai panduan WHO, orang dengan gangguan pernapasan seperti batuk, flu dianjurkan tidak masuk ke pasar.

Para pedagang wajib menjaga kebersihan masing-masing kios atau lapak dan sarana umum seperti toilet, tempat parkir dan tempat pembuangan sampah.

Hal yang tak kalah penting, pengunjung pasar juga dibatasi hingga 30 persen dari jumlah pengunjung sebelum pandemi COVID-19. Pengelola pasar harus mengawasi pergerakan pengunjung di pintu masuk dan pintu keluar pasar, guna mencegah terjadinya kerumunan pembeli.

Penjual juga harus membatasi jarak dengan pembeli, minimal satu setengah meter. Tiap kios paling tidak dikunjungi lima orang saja. ** Baca juga: WHO Imbau, Olahraga Tanpa Masker dengan Cara Jaga Jarak 1 Meter

Sementara itu pengelola pasar harus selalu menjaga kebersihan dengan menyemprot disinfektan secara berkala, setiap dua hari sekali. Termasuk wajib menyediakan tempat cuci tangan, sabun, atau minimal hand sanitizer di area pasar, dan toko swalayan.

Jadi, pengunjung yang akan masuk ke pasar diwajibkan untuk mencuci tangan terlebih dahulu. Para pedagang pun wajib mengoptimalkan ruang berjualan di tempat terbuka, atau di tempat parkir, dengan physical distancing, jarak antarpedagang sekira satu setengah sampai dengan dua meter.(ilj/bbs)




Kembali ke Gym, Lakukan Sejumlah Protokol Kesehatan Agar Terhindar dari COVID-19

Kabar6-Memasuki new normal, beberapa fasilitas umum seperti pusat kebugaran atau gym mulai dibuka kembali. Hal ini tentu saja merupakan kabar gembira bagi Anda yang memang rutin olahraga di gym.

Meskipun begitu, Anda tidak bisa kembali berolahraga dengan bebas seperti biasa karena pandemi COVID-19 ini belum berakhir. Ya, Anda harus tetap harus melakukan protokol kesehatan agar terhindar dari infeksi. Selain itu, berada di tempat umum termasuk gym, membuat kita sulit melakukan physical distancing.

Padahal, physical distancing adalah salah satu cara terbaik untuk mencegah penularan virus. “Penularan utama virus corona terjadi lewat droplet. Jadi, melakukan physical distancing adalah hal penting,” jelas Caitlin Lewis, pakar kesehatan dari Cleveland Clinic.

Menurut Lewis, sangat sulit melakukan physical distancing di gym karena ruangannya yang terbatas. Keringat dan partikel pernapasan juga mudah menyebar di ruang gym dan mengenai kita. “Namun, keputusan untuk kembali berolahraga di gym adalah hak pribadi,” tambah Lewis.

Lantas, apa saja sejumlah hal yang harus diperhatikan apabila Anda ingin kembali berolahraga di Gym? melansir Kompas, berikut penjelasannya:

1. Pahami aturan dan protokol keselamatan
Beberapa pusat kebugaran atau gym biasanya menerapkan protokol kesehatan, seperti menerapkan pemeriksaan suhu tubuh dan membatasi pengunjung.

Selain itu, pihak gym biasanya melakukan disinfektan untuk membersihkan seluruh area. Jadi, pastikan tempat gym yang akan Anda kunjungi juga menerapkan protokol kesehatan tersebut.

2. Sebisa mungkin gunakan masker
Beberapa gym biasanya mewajibkan pengunjung untuk memakai masker, berfungsi untuk menghalangi droplet yang kita keluarkan agar tidak mengenai orang lain. Namun, memakai masker saat berolahraga bisa menjadi tantangan tersendiri.

3. Bawa handuk dan botol air sendiri
Bawalah air dan handuk pribadi untuk memastikan kebersihannya. Selain itu, letakkan barang tersebut dengan hati-hati. Pastikan tempat yang kita gunakan untuk meletakkan peralatan tersebut bersih.

4. Lakukan physical distancing
Sebagian besar pusat kebugaran telah menerapkan physical distancing dengan meletakkan alat-alat kebugaran dalam jarak aman.

Selain itu, Anda juga perlu menjaga jarak dengan sesama pengunjung. Agar terhindar dari infeksi, pastikan Anda berada dalam jarak mininal dua meter dengan orang lain.

5. Bersihkan alat kebugaran yang akan digunakan
Pihak pengelola biasanya telah melakukan disinfektan untuk menjaga kebersihan. Agar lebih terjamin, Anda juga harus membersihkan sendiri peralatan yang akan digunakan, baik sebelum atau setelah memakainya.

Selain melakukan langkah-langkah tersebut, hindari menyentuh wajah saat berolahraga. Mereka yang memiliki penyakit kronis atau berisiko tinggi tertular virus juga harus menghindari pusat kebugaran atau berkonsultasi dengan dokter sebelum berolahraga di gym. ** Baca juga: Berat Badan Tiba-tiba Naik Bisa Disebabkan 6 Hal Tak Terduga

Sebenarnya untuk saat ini, tempat paling aman melakukan olahraga adalah rumah atau di luar ruangan.(ilj/bbs)




Kapan Physical Distancing COVID-19 Berakhir?

Kabar6-Pandemi COVID-19 telah mengubah cara berinteraksi masyarakat dunia. Berada di rumah dan menjaga jarak fisik saat berada di ruang publik sudah merupakan suatu keharusan.

Kondisi seperti ini membuat banyak orang bertanya-tanya, kapan physical distancing akan berakhir? Melansir idntimes, berikut lima hal yang bisa menjawab kapan physical distancing akan berakhir:

1. Pemahaman utuh karakteristik virus SARS-CoV-2
Para ilmuwan dunia terus melakukan pelbagai observasi dan eksperimen terhadap virus SARS-CoV-2. Langkah itu dilakukan untuk semakin mengenali dan mendalami karakteristik virus penyebab COVID-19 itu.

Berbagai aspek yang diteliti antara lain, proses mutasi virus, pengaruh cuaca terhadap daya tahan virus, dan potensi virus menyerang kembali pasien yang sudah sembuh.

Pemahaman yang tepat akan karakteristik virus SARS-CoV-2 juga membawa dampak positif bagi pengembangan obat dan vaksin COVID-19. Dengan begitu, semakin ilmuwan tahu secara menyeluruh karakteristik virus SARS-CoV-2, semakin dekat interaksi sosial antar anggota masyarakat kembali seperti sediakala.

2. Pemahaman yang baik mengenai daya tahan sistem imunitas tubuh manusia terhadap virus SARS-CoV-2
Para pakar dan ilmuwan masih terus mempelajari antibodi yang terbentuk di tubuh pasien yang pernah terinfeksi COVID-19. Antibodi pada tubuh pasien sembuh flu berat dan penyakit SARS serta MERS juga menjadi obyek penelitian.

Sistem imunitas mereka yang sembuh dari flu berat bisa bertahan selama setahun. Adapun imunitas pada pasien sembuh SARS dan MERS bisa berlangsung 2-3 tahun.

Pemahaman akan sistem imunitas tubuh terhadap virus SARS-CoV-2 kemudian juga bisa memudahkan pakar dalam melacak sebaran virus dan mengidentifikasi penderitanya.

Menurut ahli paru-paru dari Cleveland Clinic bernama Joseph Khabbaza, dengan kemudahan pelacakan dan semakin banyaknya orang yang imun terhadap virus corona, maka semakin terbuka lebar pembukaan kembali interaksi sosial seperti sebelum masa pandemi COVID-19.

3. Penambahan kasus yang melandai dan penyebaran virus yang berkurang
Sebagai negara yang berhasil menekan laju penambahan kasus COVID-19, Tiongkok sudah mencabut status karantina wilayah atau lockdown pada pekan kedua April. Dengan begitu, aktivitas sosial dan ekonomi di Tiongkok kini mulai berjalan.

Beberapa negara dengan penambahan kasus yang semakin menurun juga mempertimbangkan untuk mencabut status darurat atau mulai melonggarkan kebijakan jaga jarak bagi warganya.

Meskipun belum sepenuhnya berakhir, setidaknya pemerintah dapat menurunkan tensi ketat kebijakan jaga jarak, misalnya jaga jarak masih berlaku hanya kepada mereka yang terkategori rentan.

4. Penemuan vaksin dan obat COVID-19
Para pakar kesehatan di seluruh dunia terus berupaya menemukan obat untuk penyakit COVID-19. Sejumlah studi dan uji klinis penggunaan obat yang sudah ada juga dilakukan.

Selain obat, penemuan vaksin juga terus diupayakan oleh para ilmuwan. Namun, temuan mengenai mutasi virus SARS-CoV-2 berdampak pada tes yang semakin banyak serta pembaruan yang terus menerus. Adapun jangka waktu ideal penemuan vaksin berlangsung 12-18 bulan.

5. Tidak akan berakhir, malah mengubah cara berinteraksi antarmanusia
Sejumlah pakar menganggap physical distancing akan menjadi kebiasaan baru manusia dalam berinteraksi. Pakar penyakit menular asal Amerika Serikat bernama Anthony Fauci, bahkan berpikir tidak akan ada lagi keharusan untuk berjabat tangan usai pandemi COVID-19.

Adapun pakar dari Mayo Clinic, Gregory Poland, menganggap jabat tangan adalah kebiasaan kuno yang tidak diperlukan bagi mereka yang paham teori tentang kuman.

Apabila jumlah kasus COVID-19 menurun dan interaksi sosial serta ekonomi mulai berjalan, kebiasaan jaga jarak akan tetap diterapkan seperti yang kini terjadi di Tiongkok dan Korea Selatan. ** Baca juga: Tetap Kuat Jalankan Ibadah Puasa Saat Cuaca Panas Terik

Kedua negara itu tetap mewajibkan jarak antarkursi hingga dua meter di restoran dan menghindari kontak langsung dengan kelompok lanjut usia.(ilj/bbs)




Setop Makan Berlebihan Selama Physical Distancing

Kabar6-Selama physical distancing, Anda mau tidak mau akan berkutat di tempat yang sama, bertemu orang yang sama, dan melakukan kegiatan serupa tiap hari. Kondisi tersebut tentu saja bisa membuat Anda stres.

Dan stres inilah yang dapat mengakibatkan terjadinya perubahan pola makan, entah menjadi berkurang atau bahkan berlebihan. Namun kebanyakan, kasus yang ditemui adalah makan secara berlebihan atau dalam porsi besar.

Apapun alasannya, makan berlebihan tidaklah disarankan. Seorang ahli gizi bernama Beatrice de Reynal, melansir MSN, mengatakan bahwa Anda seharusnya justru makan lebih sedikit selama physical distancing. Karena ini bisa jadi ‘virus’ selanjutnya, yakni godaan makan enak yang sulit ditolak. “Aku tidak tahu apakah kita bisa keluar dengan pengalaman buruk ini, tapi kita jadi lebih gemuk,” ujar Beatrice.

Sementara ahli gizi Jennifer Aubert mengungkapkan, dengan sedikitnya melakukan aktivitas fisik yang biasa kita lakukan, orang dewasa hanya mampu membakar paling banyak 400 kalori dalam sehari. Itulah mengapa kita harus mengurangi porsi makan dan bergerak sebanyak mungkin.

Untuk mereka yang panic buying atau membeli makanan dan memenuhi kulkas dengan makanan, juga bisa memicu orang untuk makan banyak. Sendirian melawan tekanan stres, khususnya tentang bagaimana pekerjaan mereka bisa kembali setelah pandemi, membuat orang jadi lebih banyak makan.

“Makanan bisa jadi hiburan dan mudah untuk makan berlebihan ketika menghabiskan banyak waktu di rumah, terutama jika Anda suka memasak dan menghabiskan waktu,” kata Aubert. ** Baca juga: Apa Beda Physical Distancing dengan Social Distancing?

Menurut para ahli, cara terbaik adalah memasak untuk diri sendiri, membuat jadwal makan teratur dan melakukan aktivitas fisik. Bahkan ini bisa jadi ampuh menurunkan berat badan kita. “Kita sebenarnya memiliki lebih banyak waktu untuk melakukan olahraga di rumah,” katanya.

Konsumsi makanan yang mengandung sejumlah nutrisi penting dalam porsi wajar, agar tubuh tidak melar selama pandemi COVID-19 di rumah.(ilj/bbs)




Apa Beda Physical Distancing dengan Social Distancing?

Kabar6-Selama pandemi COVID-19, Anda tentu sering mendengar istilah social distancing dan yang belakangan ini marak adalah physical distancing.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mulai menggunakan istilah physical distancing atau jarak fisik sebagai cara untuk menghindari penyebaran COVID-19 lebih luas.

Para ahli menyebut, langkah ini sebagai ‘arah yang tepat’. Diketahui, penyebaran COVID-19 tergolong cepat dan telah menjangkit ratusan negara. Dalam sebuah konferensi pers harian 20 Maret lalu, pejabat badan kesehatan global tersebut mengatakan, menjaga jarak fisik sangatlah penting dilakukan di tengah pandemi COVID-19.

Langkah ini, melansir Kompas, tidak berarti bahwa secara sosial seseorang harus memutuskan hubungan dan komunikasi dengan orang yang dicintai atau dari keluarganya. “Saat ini, berkat teknlogi yang telah maju, kita dapat tetap terhubung dengan berbagai cara tanpa benar-benar berada dalam ruangan yang sama dengan orang-orang lain secara fisik,” urai Maria Van Kerkhove, ahli epidemiologi WHO.

WHO, dikatakan Maria, mengubah istilah dengan jarak fisik atau physical distancing secara sengaja karena ingin agar orang-orang tetap terhubung. Penyebaran utama COVID-19 melalui tetesan pernapasan, terutama saat orang yang terinfeksi batuk atau bersin. Jadi, menjaga jarak fisik yang aman dianjurkan untuk mengurangi penularan.

Rekomendasi WHO untuk menjaga jarak lebih dari satu meter dari orang lain. Sementara, beberapa pakar kesehatan menyarankan untuk menjaga jarak setidaknya dua meter dari orang lain.

Sejumlah langkah dapat diambil untuk meningkatkan ruang fisik antara orang-orang, termasuk tinggal di rumah lebih banyak, bekerja dari rumah jika mungkin, membatasi tamu di rumah, menghindari pertemuan besar dan transportasi umum.

“Social distancing atau jarak sosial terdengar seperti orang-orang harus berhenti berkomunikasi satu sama lain. Sebaliknya, kita harus menjaga sebanyak mungkin komunitas yang dapat dijaga selama melakukan physical distancing atau jarak fisik,” kata Jeremy Freese, Profesor Sosiologi di Universitas Stanford AS.

Ditambahkan Freese, jarak fisik diperlukan untuk melindungi kondisi fisik semua orang, tetapi kesehatan mental juga penting. Oleh karena itu, isolasi sosial tidak baik untuk kesehatan mental.

Seorang Profesor Psikologi Sosial dan Metodologi Penelitian di London School of Economics bernama Martin W Bauer, menyambut baik perubahan WHO dalam penggunaan terminologi ini.

“Sejak awal saya berpikir bahwa ini adalah pilihan bahasa yang kurang tepat jika berbicara tentang ‘jarak sosial’ atau social distance. Padahal, yang dimaksud sebenarnya adalah ‘jarak fisik’ atau physical distance,” ungkap Bauer.

Bauer menjelaskan, jarak fisik diukur dalam metrik meter atau sentimeter. “Ini adalah jarak geografis dari orang A ke orang B, sedangkan jarak sosial adalah ukuran jarak melintasi batas sosial.” ** Baca juga: Bahaya Mudik Saat Pandemi COVID-19

Menurut Bauer, penting untuk membedakan antara kedua istilah ini. “Dalam masa-masa ‘aneh’ saat wabah virus ini, kami ingin jarak fisik yang jelas, tetapi pada saat yang sama, kami ingin orang-orang tetap dekat satu sama lain secara sosial,” katanya lagi.(ilj/bbs)