1

Dapat Kendalikan Wabah Penyakit Menular, Peneliti Tiongkok Gunakan Teknologi Nuklir untuk Basmi Nyamuk

Kabar6-Teknologi nuklir untuk membasmi nyamuk telah digunakan para peneliti terkemuka di Tiongkok, agar dapat mengendalikan wabah penyakit menular yang disebabkan oleh serangga penghisap darah tersebut.

Pimpinan tim penelitian, melansir globaltimes, mengungkapkan bahwa teknologi radiasi nuklir digunakan untuk menghancurkan sistem reproduksi nyamuk jantan. Dalam laporannya, para peneliti menemukan nyamuk-nyamuk jantan yang terkena radiasi akan kawin dengan nyamuk betina liar tanpa menghasilkan keturunan. Riset itu dilakukan oleh Lembaga Penelitian Teknologi Nuklir dan Pusat Pengembangan Energi Atom Tiongkok (CAEA), bersama Sun Yat Sen University pada 2020.

Teknologi biologi modern itu, menurut para peneliti, sangat mungkin untuk membasmi nyamuk-nyamuk spesifik di wilayah Tiongkok daratan, sekaligus mengontrol penularan penyakit. Dilaporkan, Badan Energi Atom Internasional (IAEA) menyambut positif hasil temuan tersebut.

“Dalam penerapan teknologi nuklir hijau, teknik sterilisasi nyamuk sangat efektif dan tahan lama, tanpa menimbulkan polusi kimia yang membahayakan hewan lain atau resistensi obat pada nyamuk,” kata Wu Zhongdao, Direktur CAEA.

Hal itu, dikatakan Wu, menjadi satu-satunya teknologi biologi modern yang sangat ampuh membasmi nyamuk tertentu di suatu wilayah sekaligus mengendalikan penularan penyakit. ** Baca juga: Sosok Misterius Terekam Kamera di Bawah Jembatan di New York

Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, penyakit yang dibawa nyamuk telah membunuh 700 ribu orang di dunia setiap tahun, dan Afrika Selatan menjadi negara paling parah terkena serangan wabah malaria yang telah menewaskan banyak orang.

Selain CAEA, Sun Yat Sen University juga mendirikan ‘laboratorium nyamuk’ untuk memproduksi sterilisasi nyamuk secara massal. Dengan kemampuan sterilisasi 40 hingga 50 juta ekor nyamuk per pekan, Tiongkok diharapkan dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam mengendalikan penyakit yang dibawa nyamuk di negara-negara berkembang.

Sun Yat Sen University yang berada di Guangzhou tersebut juga berencana mendirikan tiga sampai empat laboratorium anti nyamuk di wilayah Guangdong-Hong Kong-Makau dan mendirikan pusat pelatihan di luar negeri.(ilj/bbs)




Prancis Jadi Negara yang Anti Terhadap Vaksin

Kabar6-Survei lembaga amal medis Inggris, Wellcome dan Gallup World Poll, mengungkapkan bahwa sebanyak 33 persen warga Prancis menolak vaksin. Jumlah ini berarti sepertiga dari 66 juta warga Prancis dan merupakan yang terbanyak di dunia.

Survei tersebut dilakukan pada April hingga Desember 2018 dengan 140 ribu responden dari 144 negara. Tidak hanya Prancis, melansir keepome, survei ini juga memperlihatkan bahwa beberapa negara maju di Eropa justru berada di peringkat atas negara antivaksin. Negara antivaksin tertinggi terdapat di Eropa Barat sejumlah 22 persen. Kemudiaan disusul Eropa Timur dengan jumlah 17 persen.

Sementara itu, negara yang paling percaya vaksin adalah Bangladesh dan Rwanda. Hampir 100 persen warga di kedua negara itu percaya bahwa vaksin efektif untuk melindungi anak-anak dari penyakit.

Total dari responden seluruh dunia menurut survei, terdapat 79 persen warga yang menilai bahwa vaksin aman dan 84 persen yang menyatakan vaksin memiliki fungsi yang efektif.

Menurut juru bicara Wellcome, Imran Khan, warga di Eropa banyak yang tidak percaya pada vaksin karena mereka belum sadar akan bahaya penyakit menular. Hal ini mungkin pula disebabkan oleh langkanya penyakit menular di daratan Eropa.

Sementara itu, warga-warga di negara lain seperti Asia dan Afrika, sudah mengetahui keampuhan dari vaksin. Negara-negara di Asia dan Afrika pun sudah mengetahui akan bahayanya penyakit menular sehingga mereka pun percaya dengan manfaat vaksin.

“Jika Anda lihat negara-negara dalam survei kami dengan angka kepercayaan tertinggi terhadap vaksin adalah Bangladesh dan Mesir, karena di negara ini lebih banyak penyakit menular,” terang Khan.

Sementara itu salah satu negara di Eropa, Jerman, tengah merancang aturan ketat terkait vaksin untuk anak-anak. Orangtua yang menolak memberikan vaksin untuk anaknya akan mendapatkan hukuman berupa denda.

Aturan tersebut sudah dirancang oleh Menteri Kesehatan Jerman, Jens Spahn. Aturan ini dibuat oleh Spahn di tengah ramainya perdebatan warga Jerman mengenai kewajiban memberikan vaksin untuk anak, khususnya vaksin untuk campak.

“Siapa saja yang akan masuk taman kanak-kanak atau sekolah harus divaksinasi untuk melawan campak. Barangsiapa yang tidak memvaksinasi anaknya didenda 2.500 euro, kata Sphan. ** Baca juga: Tiup Lilin Ulang Tahun, Kepala Pria Ini Malah Terbakar

Apakah Anda termasuk orang yang antivaksin atau sangat percaya terhadap vaksin? (ilj/bbs)




Pria Singapura Ini Terancam Dipenjara Karena Keluar Rumah 30 Menit Jelang Berakhirnya Masa Isolasi

Kabar6-Seorang pria benama Tay Chun Hsien (22) asal Singapura, terancam hukuman penjara karena keluar rumah 30 menit menjelang berakhirnya periode isolasi yang diberlakukan padanya.

Oleh pengadilan distrik, melansir straitstimes, Tay dikenai dakwaan melanggar undang-undang penyakit menular. Dokumen pengadilan memperlihatkan Tay diminta oleh Direktur Layanan Medis agar menjalani isolasi di apartemen miliknya di kawasan Choa Chu Kang, terhitung mulai 19 Maret-22 Maret 2020. Tay dituduh telah meninggalkan rumahnya sekira pukul 11.30 pada hari terakhir dia menjalani isolasi mandiri.

Namun dokumen pengadilan tidak menyebutkan mengapa Tay menjalani isolasi mandiri, dan ke mana dia setelah keluar dari rumah 30 menit sebelum masa isolasinya berakhir.

Tay sendir tidak datang ke persidangan, dan mengaku bersalah atas dakwaan yang dikenakan padanya, serta akan kembali ke persidangan pada 29 April 2020 nanti.

Jika terbukti bersalah, Tay bisa dipenjara hingga enam bulan atau membayar denda hingga Rp100 juta. ** Baca juga: 5 Negara yang Mulai Longgarkan Aturan Lockdown

Denda yang tidak main-main.(ilj/bbs)