1

Jaksa Harus Jadi Role Model Paradigma Penegakan Hukum Humanis

Kabar6-Jaksa Agung ST Burhanuddin melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke beberapa bidang di Kejaksaan Agung yaitu Bidang Tindak Pidana Umum, Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, dan Bidang Tindak Pidana Khusus. Adapun sidak dimulai sejak Rabu 13 September 2023 s/d Kamis 14 September 2023.

Ketika diwawancarai oleh media, Jaksa Agung menyampaikan sidak ini harus rutin dilakukan guna melihat kerja para pegawai secara langsung, serta memotivasi seluruh pegawai agar penegakan hukum tidak pernah surut. Menurutnya, di tengah hiruk pikuk proses demokratisasi dan perpolitikan tanah air, para penegak hukum harus tetap bekerja.

“Sebab kita bukan alat politik, tetapi kita adalah penegak hukum yang tujuannya menuntaskan segala persoalan hukum di negeri ini,” ujar Jaksa Agung.

**Baca Juga: Kemarau Langka Air Bersih di Tangsel, Warga Keranggan: Tahun Ini Lebih Parah

Selain itu, Jaksa Agung menyampaikan sidak ini juga dilakukan untuk memastikan seluruh sarana dan prasarana yang dimiliki oleh setiap bidang, dapat berfungsi dengan baik. Apabila sarana dan prasarana tersebut sudah tidak layak, Jaksa Agung mengatakan akan dilakukan reposisi guna penyegaran dan meningkatkan semangat kerja para pegawai.

Lebih lanjut, dalam sidak Jaksa Agung ke Bidang Tindak Pidana Umum pada Rabu 13 September 2023 yang diterima langsung oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana, Jaksa Agung menekankan agar proses penegakan hukum humanis yang sudah berjalan on the track, menjadi barometer untuk bidang lainnya. Hal ini menjadi penting karena tidak menutup kemungkinan, penegakan hukum humanis dapat diterapkan untuk bidang lain yang tentu saja orientasinya adalah penyelamatan sumber daya alam, pemulihan keuangan serta perekonomian Negara guna kepentingan masyarakat luas.

Usai sidak di Bidang Tindak Pidana Umum, Jaksa Agung melanjutkan sidaknya ke Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara yang diterima langsung oleh Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (JAM-Datun) Feri Wibisono.

Dalam sidaknya tersebut, Jaksa Agung menekankan kepada seluruh jajaran, bahwa Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara akan menjadi primadona penegakan hukum, terutama yang terkait dengan legal assistant, legal audit, dan legal opinion. Sebab, tidak semua harus berujung ke pengadilan karena tindakan hukum nonlitigasi akan menjadi tren kedepannya.

Selanjutnya pada Kamis 14 September 2023, Jaksa Agung kembali melakukan sidaknya ke Bidang Tindak Pidana Khusus yang diterima langsung oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Dr. Febrie Adriansyah. Dalam sidaknya tersebut, Jaksa Agung menegaskan agar jangan ada campur tangan politik dalam penegakan hukum.

Jaksa Agung mengatakan bahwa di tahun politik ini, seluruh pihak akan membawa jargon politisasi dan kriminalisasi dalam penegakan hukum.

“Asalkan kita tegas, profesional, dan independen dalam penegakan hukum, maka masyarakat akan menilai kinerja kita. Tetap fokus dengan upaya-upaya pengembalian keuangan negara. Penegakan hukum jangan sampai kendor, dan teruslah berkarya untuk Indonesia terbebas dari korupsi,” ujar Jaksa Agung.(Red)




Program “JAGA DESA” Bangun Penegakan Hukum Humanis

Kabar6

Kabar6-Sesuai dengan Perintah Direktif Presiden yang menyatakan ‘Membangun Indonesia dari Pinggiran’ yaitu desa sebagai garda terdepan dalam pelayanan masyarakat. Kemudian, perintah tersebut ditindaklanjuti oleh Jaksa Agung ST Burhanudin dengan menginstruksikan jajarannya guna melakukan pedampingan dan pengawalan program Dana Desa agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat secara berkelanjutan.

“Jangan sampai mereka (aparat desa) karena ketidaktahuannya menjadi objek pemeriksaan Aparat Penegak Hukum, ini perlu dilakukan bimbingan, pembekalan sehingga pembangunan desa tepat waktu, tepat mutu dan tepat sasaran,” kata Jaksa Agung ST Burhanudin, dalam siaran rilis yang diterima Kabar6.com, Kamis (3/8/2023).

Penegakan hukum humanis tidak saja dilaksanakan dengan penghentian perkara tahap penuntutan melalui mekanisme Restorative Justice yang sudah melakukan penghentian sebanyak kurang lebih 3.200 kasus yang tidak berdampak.

Jaksa Agung ST Burhanudin juga menginisiasi Rumah Restoratif sebagai tempat penyelesaian konflik yang bukan saja konflik pidana, tetapi juga segala konflik yang ada di desa seperti konflik adat, perdata, warisan, konflik tanah ataupun konflik-konflik lain, sehingga tidak sampai ke proses pengadilan. Tujuan yang akan dicapai bukan sekadar meminimalisir biaya yang dikeluarkan dalam proses penegakan hukum, tetapi menghindari resistensi konflik berkepanjangan ditengah-tengah masyarakat. Selain itu, di beberapa tempat juga telah dibentuk Rumah Rehabilitasi bagi pelaku pengguna narkotika dengan persyaratan yang cukup ketat.

Program penegakan hukum humanis lain juga terus dikembangkan Jaksa Agung ST Burhanudin dalam rangka mendekatkan Jaksa kepada masyarakat sehingga langsung dinikmati manfaatnya seperti Om Jak (Obrolan Menarik Jaksa Menjawab) yang sudah berjalan tahun 2022. Kemudian yang terbaru adalah Membagun Kesadaran Hukum dari Desa dengan mengoptimalkan peran Intelijen Kejaksaan dengan Program kolaborasi Jaga Desa (Jaksa Garda Desa).

Program tersebut memiliki manfaat yang yang luar biasa dalam mengawal pembangunan desa secara berkelanjutan, tepat waktu, tepat mutu dan tepat sasaran. Di samping itu juga menciptakan keharmonisan, ketentraman dan kedamaian di masyarakat sebagai tujuan hukum yang hakiki, karena menurut Jaksa Agung “Bila sudah terwujud keharmonisan dan kedamaian penegak hukum itu kedepan tidak diperlukan lagi”.

Untuk memberikan legitimasi Penegakan Hukum Humanis, Jaksa Agung ST Burhanudin mengeluarkan Instruksi Jaksa Agung (INSJA) Nomor 5 Tahun 2023 yakni optimalisasi peran Inteljen melalui program Jaga Desa (Jaksa Garda Desa) sehingga Jaksa semakin dirasakan manfaatnya ditengah-temgaj masyarakat dan akan berdampak pula terhadap kepercayaan publik kejaksaan.

Mengutip ungkapan dari Jaksa Agung ST Burhanudin “Membangun sesuatu yang besar dimulai dari yang kecil, yaitu Desa”. Semoga dengan kepedulian kita kepada masyarakat desa, semakin menjadikan Kejaksaan sesuai dengan tema HUT Adhyaksa  ke 63, “Penegakan Hukum yang Tegas dan Humanis dalam mengawal Pembanguan Nasional”.

**Baca Juga: H Mad Romli : Harus Ada Upaya Nyata Guna Lahirkan Generasi Berkualitas

Selain itu, Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mendorong Implementasi INSJA Nomor 5 Tahun 2023, guna membangun kesadaran hukum masyarakat melalui program Jaga Desa, sehingga tidak saja mewujudkan masyarakat melek hukum dengan slogan “Kenali hukum, Jauhi Hukuman”, tetapi juga dapat dengan pendampingan pengelolaan Dana Desa dengan program Jaga Desa. Oleh karenanya, pembangunan desa dapat dikontrol tanpa penyimpangan.

Di samping itu, kita dorong pemanfaatan Rumah Restoratif menjadi tempat penyelesaian konflik di desa adalah suatu terobosan penegakan hukum untuk meminimalisir konflik yang ada di Desa sehingga tidak ada lagi  perkara yang ada di masyarakat masuk ke Pengadilan namun cukup diselesaikan dengan mediasi menggunakan kearifan lokal (local genius).

Program Kolaborasi “Jaga Desa” yang diinisiasi Kapuspenkum Ketut Sumedana menyampaikan bahwa Program ini nantinya akan menjadi program unggulan Kejaksaan RI, bahkan kedepan akan menjadi Aksi Nasional, oleh karena Program ini dapat membantu pemerintah baik pusat dan daerah untuk membangun karakter Bangsa Taat Hukum dan Budaya Sadar Hukum, serta salah satu indikator memperoleh kepercayaan public Kejaksaan adalah menerapkan program-program humanis yang berdampak langsung kepada masyarakat.(Red)




Penegakan Hukum “Tajam ke Atas, Humanis ke Bawah”

Kabar6-Mengangkat topik penegakan hukum humanis dengan tagline “Tajam ke Atas, Humanis ke Bawah”, suasana diskusi ringan antara Jaksa Agung ST Burhanuddin dan Tim Media Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung berlangsung santai.

“Sejatinya, bila berbicara mengenai penegakan hukum humanis, maka kita berbicara tentang kemanusiaan,” kata Jaksa Agung ST Burhanuddin, saat berlangsungnya diskusi, Senin (1/5/2023).

Kemanusiaan diatur sejak zaman Hindia Belanda yakni sejak bayi dalam kandungan sudah mengenal hak untuk hidup dan waris, sebagaimana diuraikan dalam Pasal 2 Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesie diatur dalam Staatblad 1847 No. 23. Selanjutnya dalam Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 sebagaimana pada Pasal 53, diatur juga mengenai hak hidup, mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf hidup, terlebih lagi diperkuat dalam konstitusi negara kita yakni dalam Undang-Undang Dasar RI 1945 Pasal 28A yaitu “setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”.

Hal ini menunjukkan bagaimana hak-hak kemanusiaan sebagai hak dasar manusia sangat dijamin dan dilindungi oleh negara. Maka dari itu, sebelum berbicara hukum terlalu jauh, harus memahami dahulu konteks kemanusiaannya.

Dalam konteks kemasyarakatan dan kemanusiaan, ada adagium yang sangat populer dalam penegakan hukum yaitu ‘Salus Populi Suprema Lex Esto’ yakni keselamatan manusia adalah hukum tertinggi. Pandangan-pandangan diataslah melahirkan bagaimana hukum tidak bisa dipisahkan dengan kemanusiaan yang sering kita sebut sebagai penegakan hukum humanis.

Dalam falsafah hukum, hukum ada untuk manusia, bukan untuk diputarbalikkan. Hal ini berarti penegakan hukum dapat menjamin nilai-nilai yang sudah digali oleh pendiri bangsa yaitu Nilai Ketuhanan, Nilai Kemanusiaan, Nilai Persatuan, Nilai Kedaulatan Rakyat, dan Nilai Keadilan Sosial. Lalu seiring berkembangnya waktu, adanya penambahan nilai yakni Nilai Kepastian Hukum dan Nilai Kemanfaatan.

Sistem nilai yang berubah dan berkembang ini membuat hukum tak boleh kaku dan hanya mengejar satu nilai saja seperti Nilai Kepastian Hukum atau Nilai Keadilan. Hukum harus mampu beradaptasi dengan kebutuhan masyarakat yaitu nilai kemanusiaan yang disebut dengan humanistik.

Lebih jauh Jaksa Agung menyampaikan, adanya mazhab hukum yang selama ini dipelajari dalam dunia perkuliahan seperti hukum progresif (digagas oleh Prof. Satjipto Rahardjo), karena hukum hidup dan beradaptasi dengan kebutuhan hukum masyarakat dan di masa mendatang. Hukum modern saat ini juga tidak terlepas dari nilai kemanusiaan yang ada. Oleh karenanya, Jaksa Agung menuturkan penegakan hukum humanis adalah penegakan hukum yang mampu menggali rasa keadilan dalam masyarakat (living law). Meski demikian, hukum positif tidak dapat ditinggalkan dan justru tetap sebagai penguatan menjamin kepastian serta menjadi bukti hadirnya negara di tengah masyarakat karena memiliki perangkat, sarana, prosedur (tata laksana), dan bersifat mengikat bahkan memiliki sanksi.

Selanjutnya, Jaksa Agung selalu berpesan bahwa kehadiran Jaksa tidak sekedar hanya sebagai pelaksana/cerobong undang-undang, namun Jaksa harus berani mengambil sikap sebagai dinamisator dan katalisator. Penegakan hukum humanis harus beradaptasi dengan kebutuhan hukum saat ini, tidak pandang bulu, serta dapat diterima oleh masyarakat. Maka untuk mendukung itu semua, perlu adanya program penegakan hukum yang berpihak pada masyarakat.

Jaksa Agung mengatakan program penegakan humanis yang sudah ada saat ini seperti penghentian penuntutan melalui keadilan restoratif, pendirian Rumah Restorative Justice dan Balai Rehabilitasi, Program Jaga Desa (Jaksa Garda Desa), serta Jaksa Menjawab, harus diefektifkan dan dikembangkan pelaksanaannya di tengah masyarakat. Jaksa Agung menekankan seorang Jaksa harus hadir dan memberi manfaat, serta menjadi solusi di setiap permasalahan hukum masyarakat.

Adanya program penegakan hukum humanis tersebut menunjukkan bahwa program-program dibuat dengan kajian untuk kepentingan masyarakat yang nantinya bermanfaat dalam menciptakan keharmonisan dan kedamaian. Apabila kesadaran hukum masyarakat telah terbentuk, maka secara otomatis akan meringankan pekerjaan penegakan hukum di masa mendatang. Bahkan di beberapa negara maju dan aman, lembaga pemasyarakatannya dalam keadaan kosong yang menandakan bahwa penegakan hukum di negara tersebut berjalan dengan baik. Sebaliknya, bila dilihat lembaga pemasyarakatan dalam keadaan penuh, ini menunjukkan tingginya kasus tindak pidana dan kriminalitas yang ditangani.

**Baca Juga: Antara Ganjar dan Anies, Siapa Berpotensi Tingkatkan Ekonomi?

Selain itu, keadaan lembaga pemasyarakatan yang penuh menandakan bahwa penegakan hukum belum menimbulkan efek jera dan memanusiakan manusia, serta negara belum mampu memberikan keamanan dan kenyamanan bagi warganya.

Harapan Jaksa Agung ST Burhanuddin sebagai penggagas penghentian penuntutan dengan keadilan restoratif yang sudah mendapatkan legitimasi di forum Internasional berupa efektivitas dan implementasi restorative justice sebagai role model penghentian perkara di luar pengadilan, agar kedepannya peraturan mengenai keadilan restoratif didorong menjadi undang-undang. Sebab hal ini sangat penting dalam rangka penegakan hukum humanis dan kita menjadi salah satu barometernya di dunia, sehingga kita mendapatkan legitimasi secara formil dalam pelaksanaannya.

Diskusi ringan antara Jaksa Agung dengan Tim Media Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung ditutup dengan pesan Jaksa Agung yaitu bahwa tidak semua yang melakukan tindak pidana itu karena serakah dan jahat, namun bisa akibat faktor lingkungan dan hubungan sosial. Oleh karenanya, sudah menjadi kewajiban bersama untuk menciptakan lingkungan yang baik, sehat, dan bermartabat bagi kemanusiaan. (Red)




Jaksa Agung :  Penegakan Hukum Humanis Telah Pertemukan Keluarga

Kabar6-Saat kesempatan bincang ringan dengan Tim Media Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Jaksa Agung ST Burhanuddin tersenyum bahagia mengingat akan tibanya Hari Raya Idul Fitri 1444 H.

Jaksa Agung menyampaikan dalam kunjungan kerja virtual pada Senin 17 April 2023 lalu, ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan, salah satunya yaitu memastikan seluruh listrik di kantor tidak dalam keadaan menyala, sebab keamanan tempat kerja harus menjadi prioritas. Jaksa Agung juga menitipkan pesan kepada seluruh keluarga besar Adhyaksa untuk merayakan hari raya Idul Fitri dengan penuh kesederhaan dan khidmat. “Selamat mudik dan berkumpul bersama keluarga. Saya titip pesan agar jangan pamer ataupun flexing selama di kampung halaman. Bangun kepekaan sosial dan empati di masyarakat,” ujar Jaksa Agung. Selain itu, Jaksa Agung juga melarang warga Adhyaksa untuk mengadakan open house, serta berpesan agar masuk kantor tepat waktu sebab tidak ada toleransi bagi pegawai yang telat datang, asal alasannya tepat.

Selanjutnya, Jaksa Agung mendorong Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) untuk memperhatikan penegakan hukum humanis yakni penghentian perkara melalui keadilan restoratif, terutama di bulan suci Ramadhan. “Ini adalah kesempatan bagi kita untuk mempertemukan mereka (Tersangka) dengan keluarga, sehingga pendekatan dengan korban dan keluarga korban menjadi sangat berarti dalam mendapatkan kata maaf, sebab kunci utamanya adalah perlindungan terhadap korban,” ujar Jaksa Agung.

Sejak awal Ramadhan 22 Maret 2023 s/d 17 April 2023, sebanyak 228 perkara telah dihentikan melalui keadilan restoratif. Adapun mereka yang dihentikan perkaranya tidak perlu melanjutkan prosesnya sampai pengadilan, sehingga dapat kembali berkumpul bersama keluarga untuk merayakan hari raya Idul Fitri. “Keberhasilan penyelesaian perkara ini bukan hanya menjadi catatan Kejaksaan Agung, tetapi hikmahnya adalah membuka pintu maaf bagi mereka yang melakukan kejahatan,” ujar Jaksa Agung.

Jaksa Agung menuturkan bahwa tidak semua perkara dapat dihentikan melalui keadilan restoratif karena harus sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Meski demikian, Jaksa Agung menyampaikan adanya kemungkinan untuk revisi persyaratan substantif dalam peraturan tesebut seperti ancaman hukuman maksimal lima tahun dan jumlah kerugian Rp2,5 juta. Hal tersebut dikarenakan melihat perkembangan hukum saat ini dan hal diatas sudah tidak relevan lagi. “Karena apabila bicara tentang keadilan, maka tidak bisa dikaitkan dengan angka, tetapi nurani dan kondisi riil para pihak dalam perkara tesebut,” ujar Jaksa Agung.

**Baca Juga: Polres Lebak Larang Warga Pakai Mobil Bak Terbuka untuk Takbir Keliling

Lebih lanjut Jaksa Agung menegaskan, bahwa konsep dari penegakan hukum humanis adalah memanusiakan manusia, sehingga melalui keadilan restoratif maka memberikan perlindungan dan perbaikan terhadap korban untuk memperoleh kesepakatan damai guna meminimalisir terjadinya resistensi dimasyarakat, serta berdampak pada mengurangi biaya penanganan perkara yang saat ini sudah mulai dirasakan. Sistem ini sudah mulai dianut oleh beberapa negara sistem hukum anglo saxon dan juga diadopsi oleh negara-negara penganut sistem hukum eropa kontinental. Dalam penegakan hukum modern, keadilan tidak memiliki batasan sistem, tetapi lebih memperhatikan pada kebutuhan masyarakat modern akan keadilan.

Selanjutnya, Jaksa Agung menyampaikan bahwa Kejaksaan RI telah melaksanakan program Mudik Bareng Jaksa Agung yang diinisiasi oleh Persatuan Jaksa Indonesia (Persaja). Melalui program ini, Kejaksaan RI berhasil memberangkatkan 726 orang pemudik dengan 14 bus tujuan Solo, Semarang, Yogyakarta, Tasikmalaya, Lampung, Surabaya, dan Garut. “Kami turut mendukung program pemerintah dalam rangka mengantisipasi kemacetan dan penggunaan kendaraan motor untuk mudik lebaran. Di samping itu, mudik gratis ini dapat meringankan beban masyarakat yang kurang mampu, dan pendaftarannya dilakukan melalui link yang telah disediakan. Saya berharap program Mudik Bareng Jaksa Agung ini dapat menjadi program yang berkelanjutan,” ujar Jaksa Agung.

Bincang ringan antara Jaksa Agung dengan Tim Media Pusat Penerangan Hukum ditutup dengan ucapan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1444 H, serta memohon maaf lahir batin kepada seluruh pihak khususnya insan Adhyaksa. Jaksa Agung berharap semoga Idul Fitri tahun ini penuh dengan keberkahan dan hikmah untuk kita semua. (Red)




Dishub Kabupaten Tangerang Perketat Penegakan Perbup 47

Kabar6.com

Kabar6-Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tangerang memperketat penegakan Peraturan Bupati Perbup Tangerang Nomor 47 Tahun 2018 Tentang Pembatasan Jam Operasional Angkutan Barang.

Truk tambang kosong dengan sumbu III, IV dan V yang selama ini dapat melintas selama 24 jam, kini tak bisa lagi melakukan aktivitas sebebas-bebasnya.

Sejak Minggu (19/5/2019), Pemkab Tangerang menetapkan seluruh truk hanya dapat melintasi wilayahnya sesuai Perbup 47 yakni pukul 22.00 WIB hingga 05.00 WIB.

Tindakan tersebut dilakukan sesuai dengan hasil rapat koordinasi Kepala Daerah se-Jabodetabek, yang digelar oleh Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) beberapa waktu lalu.

Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Tangerang, Bambang Mardi Sentosa menjelaskan, BPTJ telah menghentikan uji cobanya terhadap Perbup Tangerang Nomor 47 Tahun 2018 sejak 15 Mei kemarin.

“Oleh karena itu BPTJ meng­gelar rapat koordinasi Bupati dan Walikota se-Jabodetabek, khususnya Pemkab Tangerang dan Pemkab Bogor beberapa waktu lalu. Maka dari itu Pemk­ab Tangerang, akan mengambil langkah-langkah cepat sesuai dengan rapat koordinasi terse­but,” kata Bambang kepada wartawan, Selasa (21/5/2019).

Menurut Bambang, langkah-langkah yang akan diambil Pemkab Tangerang, berupa upaya untuk menghindari kemacetan yang diakibatkan truk-truk tambang kosong yang melintas secara umum di wilayah Kabupaten Tangerang dan khususnya ke arah perbatasan dengan Kabupaten Bogor.

“Untuk hal mengatasi kemacetan tersebut, mulai Minggu (19/5/2019) lalu, dimulai pukul 05.00-22.00 WIB, kami akan melakukan penertiban dan pelarangan truk-truk kosong dengan sumbu III, IV dan V yang melintas di wilayah ini,” ujarnya.

Bambang mengatakan, selain penertiban dan pelarangan pihaknya juga akan melakukan tindakan tegas berupa penilangan terhadap truk tambang yang membandel. Terutama truk tambang yang melanggar titik-titik masuk truk tersebut ke wilayah Kabupaten Tangerang.

“Saya meng­himbau kepada para transport­er untuk mematuhi ketentuan tersebut, begitupun dengan truk-truk bermuatan tambang yang tetap beroperasi seperti yang diatur dalam Perbup 47 Tahun 2018 yaitu 22.00 sampai 05.00 WIB,” katanya.

Dihubungi terpisah, Direktur Angkutan BPTJ Aca Mulayana mengungkapkan rapat koordinasi koordinasi Kepala Daerah se-Jabodetabek merupakan rapat penyampaian pendapat dari kepala daerah terhadap hasil uji coba BPTJ yang sudah dilakukan.

“Kita melakukan ujicoba itu dengan pertimbangan dari segi ekonomi, transportasi, masyarakat, dan pengusaha transporter,” kata Aca melalui telepon.

Menurut Aca, pada penyampaian dalam rapat koordinasi, pihaknya menyampai­kan keluhan dan aspirasi masyarakat yang sudah ditampung dalam ujicoba.

**Baca juga: Bazar Ramadan di Tangsel Sediakan 27.470 Paket Sembako Harga Terjangkau.

Salah satu keluhan dan aspirasinya yakni masyarakat dan pengusaha transporter dilingkup kegiatan pertambangan menginginkan bila semua lini usahanya dapat kembali normal sebelum adanya Perbup.

“Selain itu, dari mereka juga berjanji akan menyiapkan kantong parkir, memperbaiki jalan yang rusak, menyediakan fasilitas pengawasan jalan, itu janji dari masyarakat dan pengusaha. Tetapi dengan harapan jam operasional dalam Perbup diubah namun Bupati Tangerang dan Bupati Bogor kelihatannya belum bisa menerima itu,” ungkapnya.

Aca menambahkan, pihaknya dalam waktu dekat akan mengadakan rapat koordinasi kedua, dalam rapat itu disebutnya selain Bupati Tangerang dan Bupati Bogor, para pengusaha transporter, asosiasi juga akan diundang.

“Baik buruknya penggunaan truk tronton, baik buruknya jam operasi yang dilaksanakan dalam Perbup akan dibahas. Nanti setelah semua dibahas mudah-mudahan ada solusi baiknya, harapan dari para bupati ini kepada pengusaha harus mengubah transportasi mereka dari truk tambang menjadi truk kecil,” tutupnya. (Vee)




Penegakan Perbup 47/2018, Camat Legok Turut Pantau Aktifitas Truk di Pos Perbatasan

Kabar6.com

Kabar6-Antisipasi melintasnya truk tambang dari kawasan Bogor, Camat Legok bersama Polsek Legok, Dishub Kabupaten Tangerang dan Pol PP Kecamatan Legok selalu siaga di pos pantau perbatasan.

Camat Legok, Nurhalim mengatakan, bersama rekan dari Polsek Legok, Pol PP Legok dan Dishub Kabupaten Tangerang, pihaknya selalu standbye di pos perbatasan guna memantau aktifitas truk tambang dari kawasan luar Kabupaten Tangerang.

“Sesuai perintah Pak Bupati Zaki, kami bersama instansi terkait lainnya tetap komitmen untuk menegakkan Perbup 47 Tahun 2018,” kata Nurhalim kepada Kabar6.com di pos pantau perbatasan, Senin (7/1/2019).

Kata Nurhalim, salah satu tugas di pos pantau itu adalah untuk menjaga perbatasan untuk tidak memperbolehkan truk tambang melintas dan memasuki kawasan Kabupaten Tangerang di luar jam operasional yang telah ditentukan.

“Sudah menjadi tugas saya untuk monitoring para anggota agar tetap semangat dalam penegakan Perbup 47 Tahun 2018,” ungkapnya.

Diketahui, dalam Peraturan Bupati Nomor 47 Tahun 2018 tentang perubahan atas Perbup 46 Tahun 2018, terutama pada Pasal 3 dan Pasal 4.

Waktu pembatasan operasional ditetapkan sama. Namun pembatasan hanya berlaku untuk kendaraan angkutan barang khusus tambang yang terdiri dari tanah, batu dan pasir.

Kendaraan angkutan barang golongan I hingga golongan V diwajibkan menjaga kebersihan jalan yang dilalui.

**Baca juga: Ini 10 Wilayah Rawan Pelanggaran Waktu Operasional Menurut Kadishub Kabupaten Tangerang.

memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan, serta mematuhi ketentuan mengenai tata cara pemuatan, daya angkut, dimensi kendaraan dan kelas jalan. (jic)