1

Desain Stasiun Kereta di Tiongkok Jadi ‘Bahan Ejekan’ Lantaran Dianggap Mirip Pembalut

Kabar6-Desain stasiun kereta cepat Nanjing Utara, Tiongkok, yang dipublikasikan beberapa waktu lalu mengundang beragam komentar negatif, terutama dari warganet.

Diketahui, Nanjing yang merupakan ibu kota Provinsi Jiangsu, terkenal dengan bunga plumnya yang mekar setiap musim semi. Kota kedua terpenting di Tiongkok timur ini juga dilalui oleh Sungai Yangtze, merupakan sungai terpanjang di Tiongkok dan Asia.

Desain stasiun kereta cepat, melansir Straitstimes, terinspirasi dari Sungai Yangtze dan bunga-bunga yang bermekaran, dan telah disetujui oleh Pemerintah Jiangsu serta China Railway Group. Pembangunan Stasiun Kereta Nanjing Utara dijadwalkan dimulai pada paruh pertama tahun ini dengan biaya mencapai sekira Rp45 triliun.

Namun para netizen di media sosial justru berkomentar bahwa ketimbang terlihat seperti perpaduan bunga plum dan Sungai Yangtze, desain itu lebih mirip pembalut wanita.

“Rendering pemodelan Stasiun Utara Nanjing menyerupai pembalut wanita. Bentuk ini akan membuat orang berpikir. Apakah orang-orang merasa bocor saat keluar dari stasiun?” komentar seorang netizen. “Sayap untuk melindungi Nanjing,” tulis yang lain. “Hal yang ini harusnya bisa membendung arus deras (kerumunan).”

Seorang netizen bertanya-tanya, apakah desain tersebut disengaja atau tidak. “Jika tidak (disengaja), orang yang merancang ini kurang profesional. Sayang sekali. Kita menghabiskan begitu banyak uang untuk arsitek yang tidak profesional ini.”

Di platform media sosial Tiongkok, Weibo, topik ‘Stasiun Nanjing Utara’ telah dilihat lebih dari tiga juta kali.(ilj/bbs)




Menstruasi Tanpa Pembalut Jadi Tren di Kalangan Gen Z

Kabar6-Ada tren aneh yang lantas menjadi kontroversi di kalangan remaja putri Gen Z. Mereka menyebut tren tersebut sebagai ‘perdarahan bebas’, di mana para remaja putri Gen Z tidak menggunakan pembalut atau tampon saat menstruasi.

Seorang konten kreator bernama Charlee yang mengikuti tren tersebut, melansir Nypost, mengatakan bahwa tanpa menggunakan produk sanitasi saat menstuasi adalah pilihan terbaik, sehat dan menghemat uang karena tidak perlu membeli pembalut. Sementara konten kreator lainnya, Annette, berpendapat bahwa ketika menstruasi dia menghormati tubuhnya dengan hanya beristirahat di rumah, sehingga bisa tidak menggunakan pembalut.

“Aku hanya berada di rumah ketika menstruasi. Aku berdiam diri dan membiarkan darah mengalir,” kata Annette dalam unggahan di TikTok.

Sejumlah wanita yang meyakini bahwa saat menstruasi tidak perlu menggunakan pembalut atau tampon mengatakan bahwa cara tersebut memperbaiki siklus haid mereka. “Perdarahan lebih ringan dibanding sebelumnya,” ungkap konten kreator Hannah.

Sementara yang lain mengatakan bahwa biasanya dia mengalami menstruasi selama lima hari, namun dengan membebaskan darah mengalir, menstruasi bisa hanya terjadi dua hari.

Di sisi lain, Dr Amy Carmichael menerangkan bahwa meskipun sejumlah wanita melaporkan bahwa menstruasi lebih ringan ketika melakukan ‘perdarahan bebas’, hal itu belum ada cukup bukti untuk mendukung klaim tersebut.

“Saat ini, tidak ada penelitian ilmiah yang mendukung klaim bahwa perdarahan bebas membuat menstruasi lebih cepat,” ungkap Dr Carmichael.(ilj/bbs)




Skotlandia Jadi Negara Pertama yang Tawarkan Produk Menstruasi Secara Gratis untuk Warganya

Kabar6-Setelah RUU Produk Menstruasi disahkan anggota parlemen secara bulat pada November 2020 lalu, Skotlandia bakal menggratiskan produk menstruasi seperti pembalut dan tampon.

Produk menstruasi tersebut akan tersedia di tempat-tempat umum seperti sekolah dan kampus. RUU Produk Menstruasi ini sendiri menjadi bagian gerakan global untuk melawan kemiskinan akibat menstruasi.

Berdasarkan UU baru ini, melansir npr, pemerintah daerah dan penyelenggara pendidikan harus memastikan ketersediaan pembalut dan tampon secara gratis di berbagai fasilitas umum. UU ini sendiri merupakan gagasan anggota parlemen Skotlandia dari Partai Buruh, Monica Lennon, yang mengusulkan RUU tersebut pada April 2019.

“Bangga dengan apa yang telah kita capai di Skotlandia,” demikian cuitan Lennon di Twitter. “Kita yang pertama tapi tidak akan menjadi yang terakhir.” ** Baca juga: Hilang 38 Tahun Lalu, Jasad Tentara India Akhirnya Ditemukan

Dalam dokumen yang mendukung legislasi tersebut, Lennon memperkirakan 20 persen populasi yang mengalami menstruasi akan memanfaatkan program tersebut, mengingat angka kesenjangan resmi menunjukkan hampir 20 persen kaum hawa di Skotlandia tergolong miskin.

UU ini salah satu program yang bertujuan untuk mengatasi kemiskinan karena menstruasi di Skotlandia. Pada 2018, pemerintah Skotlandia mengumumkan siswa maupun mahasiswa bisa mengakses produk menstruasi secara gratis di sekolah dan kampus mereka, dengan anggaran senilai sekira Rp91 miliar.

Pada 2019, pemerintah mengalokasikan empat juta pounsterling untuk pengadaan produk menstruasi gratis di perpustakaan dan pusat rekreasi. Menurut survei Plan International UK pada 2017, di Inggris sebanyak satu dari 10 anak perempuan berusia 14-21 tahun dilaporkan tidak mampu membeli produk menstruasi.

Survei tersebut juga menemukan hampir setengah dari responsen merasa malu dengan masa menstruasi mereka dan sekira setengah dari mereka bolos sekolah karena masalah tersebut.(ilj/bbs)




Wanita di Zimbabwe Terpaksa Gunakan Kotoran Sapi Saat Datang Bulan Lantaran Harga Pembalut Mahal

Kabar6-Dalam kondisi terjepit, ada saja ide kreatif yang muncul. Sama halnya, lantaran harga pembalut di Zimbabwe cukup mahal, para wanita di negara Afrika itu menggunakan cara lain.

Tidak seperti kaum hawa pada umumnya yang menggunakan pembalut atau menstrual cup saat sedang datang bulan, melansir Africanews, para wanita di Zimbabwe terpaksa harus menggunakan kotoran sapi sebagai pengganti pembalut untuk mencegah kebocoran.

Seorang gadis bernama Constance Dimingo (19) mengaku terakhir kali menggunakan pembalut kurang lebih tahun lalu. “Saya terakhir memakai pembalut sebelum ibu saya meninggal tahun lalu,” katanya.

Dimingo mengungkapkan, dia terpaksa harus menggunakan apa saja yang bisa ditemukan, termasuk kotoran sapi, dedaunan, koran, dan pakaian untuk mencegah darah keluar.

“Sekarang, saya harus menggunakan apa saja yang bisa saya temukan, kotoran sapi, dedaunan, koran, dan pakaian, untuk menghentikan kebocoran darah,” tuturnya.

Bahkan, Dimingo terpaksa menahan rasa sakit yang disebabkan oleh menstruasi karena tidak mampu membeli obat pereda nyeri. Dimingo adalah salah satu dari 72 persen anak perempuan yang berada di pedesaan Domboshava, Zimbabwe.

Menurut sebuah studi oleh SNV Netherlands Development Organization di Zimbabwe, Domboshava berada di 30 km sebelah utara ibukota Harare, dan tidak memiliki akses ke pakaian sanitasi komersial.

Ditambahkan Dimingo, pembalut adalah salah satu barang mewah yang tidak bisa dibeli oleh para wanita di Zimbabwe. Untuk mencegah kebocoran, Dimingo dan para saudara perempuannya menggunakan kotoran sapi yang dibentuk menjadi gumpalan dan kemudian membiarkan kering.

Harga pembalut sendiri sekira Rp29 ribu. Harga tersebut tidak terjangkau oleh sebagian besar dari tiga juta anak perempuan yang sedang menstruasi, yang hidup di bawah garis kemiskinan.(ilj/bbs)




Akibat Krisis Ekonomi, Wanita di Lebanon Alami ‘Kemiskinan Datang Bulan’

Kabar6-Menurut organisasi non-pemerintah Lebanon, Fe-Male, efek pandemi COVID-19 membuat ledakan pelabuhan Beirut yang mematikan dan ekonomi yang mengerikan, sehingga para wanita Lebanon kini terpaksa menghadapi kenaikan 500 persen untuk harga produk menstruasi.

Istilah ‘Kemiskinan Datang Bulan’, melansir MSN, muncul karena sulitnya akses ke produk sanitasi, tempat yang aman dan higienis untuk menggunakannya, dan hak mengelola menstruasi tanpa rasa malu atau stigma. Masalah ini pun menjadi isu yang meluas di Lebanon. Saat ini, satu paket pembalut yang biasanya seharga Rp29 ribu, melonjak menjadi Rp125 ribu hingga Rp304 ribu.

Itu artinya, seorang wanita di Lebanon rata-rata akan menghabiskan dana sekira Rp869 rib hanya untuk membeli pembalut saja setiap bulan. Karena tidak ada pilihan lain yang terlihat, banyak yang terpaksa mencari alternatif, seperti menggunakan koran, kain bekas atau kertas tisu.

“Semua bahan itu sangat tidak higienis dan menyebabkan masalah kesehatan yang tidak mampu mereka tangani,” ungkap salah satu pendiri inisiatif Dawrati Line Masri. ** Baca juga: Rani, Sapi di Bangladesh Setinggi 51 Cm Dianggap Terpendek di Dunia

“Ini sangat menyedihkan, itu memalukan. (Perempuan) menggunakan kertas tisu. Beberapa dari mereka memotong popok anak mereka menjadi dua sehingga mereka dapat menggunakannya juga. Mereka menggunakan koran. Mereka menggunakan kain tua. Sangat memalukan, dan yang terpenting tidak higienis sama sekali,” tambah Masri.

Ribuan warga Lebanon telah terjerumus ke dalam kemiskinan yang menurut Bank Dunia sebagai salah satu dari tiga krisis keuangan global terburuk sejak pertengahan abad ke-19.

Masri meluncurkan Dawrati yang berarti siklus menstruasi dalam bahasa Arab, bersama temannya Rana Haddad pada Mei 2020, di tengah krisis keuangan dan puncak wabah virus corona.

Kedua wanita itu memperhatikan, sementara paket bantuan dari organisasi non-pemerintah (NGO) mulai memasukkan masker dan pembersih wajah, beberapa barang penting hilang yakni produk menstruasi.

“Perempuan di Lebanon sedang mengalami krisis ekonomi dan keuangan. Kami mengalami ledakan ganda di pelabuhan Beirut, keruntuhan ekonomi. Kami sedang melawan COVID. Jadi semua ini sudah merugikan orang pada umumnya, dan lebih khusus lagi bagi wanita, yang tidak mampu lagi membeli pembalut menstruasi,” terang Masri.

Bagi warga Tripoli, Sahar Yahya, kondisi ini mendorong dia dan banyak temannya untuk mencari merek yang lebih murah dan memotong barang-barang rumah tangga lainnya.

“Produk menstruasi adalah prioritas, jadi kami mengubah merek yang kami gunakan. (Kami) mencari yang lebih murah. Secara umum, keluarga Lebanon mengubah prioritas mereka. Kami memotong produk yang tidak perlu untuk membeli barang-barang penting,” jelas Yahya.

Dilanjutkan, “Harga (produk menstruasi) naik 10 kali lipat. Ini meningkat dari hari ke hari, menurut nilai tukar dolar. Pembalut digunakan untuk menjadi 4.000 lira Lebanon. Sekarang, harganya menjadi 28 ribu karena pertukaran dolar.”.

Dawrati dan organisasi lokal lainnya secara teratur menyumbangkan peralatan menstruasi untuk wanita di seluruh Lebanon. Jika inflasi berlanjut pada tingkat saat ini, pada akhirnya tidak ada yang mampu membagikan paket-paket kebutuhan pokok.(ilj/bbs)




Tim Ilmuwan Ciptakan Perban Bertabur Berlian untuk Kurangi Infeksi dari Bakteri Tertentu

Kabar6-Sebuah penelitian yang dipimpin oleh Dr Asma Khalid, wakil rektor dari Royal Melbourne Institute of Technology (RMIT), Australia, mengembangkan perban luka generasi terbaru yang dapat mendeteksi infeksi dan meningkatkan penyembuhan luka bakar.

Bukan sekadar pembalut luka, melansir Sciencedaily, perban yang terbuat dari bahan sutra dan nanodiamond ini sangat mewah karena bertabur berlian. Tim ilmuwan mengklaim, bahan-bahan ini secara efektif mendeteksi suhu luka, tanda awal infeksi, mempercepat penyembuhan serta mengurangi infeksi dari bakteri tertentu.

Seorang peneliti senior bernama Profesor Brant Gibson mengatakan, perban luka ini menawarkan solusi bagi tantangan di dunia medis yang berkaitan dengan perawatan dan penyembuhan luka.

“Perawatan luka tradisional memunculkan tantangan yang signifikan bagi para dokter, yang harus secara teratur memeriksa infeksi dengan mencari tanda-tanda kemerahan, panas dan bengkak,” terang Profesor Gibson.

‘Namun, begitu tanda-tanda visual ini muncul, peradangan dan infeksi akan berkembang jauh, dan membuat terapi atau intervensi lebih menantang. Teknologi baru ini akan membantu dokter untuk mendeteksi infeksi lebih awal dan non-invasif tanpa prosedur pelepasan balutan luka yang akan menyakitkan,” tambahnya.

Sementara spesialis penanganan luka dari South Australian Health and Medical Research Institute (SAHMRI), Dr Christina Bursill, mengatakan bahwa perban luka pintar ini merupakan sebuah terobosan.

“Sebagai pengukuran suhu luka non-invasif, teknologi baru ini memberikan cara yang sangat akurat untuk memantau kualitas luka dibandingkan dengan metode penilaian visual yang sangat subjektif,” jelasnya.

Untuk menggabungkan kemampuan penginderaan panas, tim melirik material berlian yang dikenal dapat mendeteksi suhu biologis ke tingkat yang sangat tepat. ** Baca juga: Intip 5 Makanan Unik yang Disantap Astronaut

“Dengan menanamkan nanodiamonds ke dalam serat sutra menggunakan proses electrospinning, kami mampu mengembangkan perban luka alami yang dapat mendeteksi infeksi,” kata Dr Khalid.

Dipaparkan, “Kemampuan penginderaan panas membuka kemungkinan pemantauan luka tanpa kontak oleh dokter yang dapat memperoleh informasi tentang status luka dari pembacaan suhu nanodiamond.”

Penelitian ini didukung oleh Vice Chancellor Fellowship RMIT University dan ARC melalui CNPB dan hibah Linkage Infrastructure, Equipment and Facilities (LIEF).(ilj/bbs)




Biaya Sanitasi Wanita Mahal, Skotlandia Gratiskan Pembalut dan Tampon

Kabar6-Wanita di seluruh dunia memiliki banyak kebutuhan selama masa haid. Mulai dari obat pereda nyeri haid, obat jerawat, cokelat untuk meredam emosi, hingga tampon dan pembalut.

Di Amerika Serikat, melansir huffingtonpost, rata-rata wanita menghabiskan sekira Rp25 juta untuk membeli tampon, dihitung dari 456 kali siklus haid. Sementara di Singapura, harga yang harus dibayarkan kaum hawa untuk membeli tampon atau pembalut selama 33 tahun sekira Rp48 juta.

Mahalnya biaya sanitasi wanita ini menurut laporan Fast Company, membuat pemerintah Skotlandia mengumumkan akan menggratiskan biaya tampon dan pembalut untuk wanita di negara itu. Artinya, mereka bisa mendapatkannya secara cuma-cuma di apotek atau juga berbagai pusat komunitas.

Dua tahun lalu, pemerintah Skotlandia telah memberikan tampon dan pembalut gratis di sekolah-sekolah dan universitas. Namun, RUU Skotlandia mengenai masalah sanitasi ini belum resmi diputuskan.

Namun, hal ini menjadi sinyal baik bagi orang-orang di Skotlandia, sekaligus menandakan betapa seriusnya parlemen menangani masalah kesetaraan gender. RUU tersebut diusulkan oleh anggota parlemen Monica Lennon. ** Baca juga: ‘Salam Kaki’ di Iran Jadi Cara Unik Hindari Virus Corona

“Ini sinyal nyata bagi orang-orang di negara ini bahwa betapa seriusnya parlemen menangani kesetaraan gender,” jelas Lennon.(ilj/bbs)




Mengapa Antrean di Toilet Wanita Selalu Lebih Panjang Ketimbang Pria?

Kabar6-Pernahkah Anda sesekali memperhatikan, toilet yang diperuntukkan bagi wanita memiliki antrean lebih panjang dibanding toilet pria? Bagaimana hal ini bisa terjadi? Adakah sebab khusus, atau memang hanya sebuah kebiasaan saja?

“Jumlah toilet yang tidak sesuai kebutuhan adalah ancaman bagi kesehatan dan produktivitas. Bila terus dibiarkan, beban kesehatan dengan akar masalah ketidakcukupan toilet makin besar,” kata Shirley Cramer, pimpinan Royal Society for Public Health (RSPH).

Saat ini, melansir Detik, rasio toilet wanita dan pria di Inggris berbanding seimbang 1:1. Sementara aturan di Amerika dan Kanada mensyaratkan rasio 2:1 dengan lebih banyak untuk wanita.

Menurut Cramer, jumlah toilet yang lebih banyak terkait dengan anatomi tubuh wanita. Kondisi ini mengakibatkan wanita relatif lebih sering berkemih ketimbang pria.

Wanita juga kerap perlu toilet meski tidak ingin buang air besar atau kecil, misal ganti pembalut saat datang bulan. ** Baca juga: Sering Nangis Tiba-tiba Ternyata Ada Penyebabnya

Belakangan juga diketahui, ketidakcukupan toilet mengakibatkan masyarakat enggan keluar rumah.(ilj/bbs)




Ingin Tampil Beda, Gaun Pengantin Ini Malah Disebut Mirip Pembalut Berdarah

Kabar6-Ada banyak model gaun pengantin yang bisa dipilih untuk dipakai saat merayakan momen paling bersejarah. Sebagian besar wanita memilih gaun pengantin warna putih yang menggambarkan simbol kesucian.

Namun lain halnya dengan wanita yang satu ini. Namun alih-alih ingin tampil beda, wanita yang tidak disebutkan namanya itu justru mendapat cemoohan. Melansir mirror.co.uk, wanita tersebut memilih gaun pengantin dengan sentuhan ombre pada bagian bawah. Sayangnya, banyak orang menganggap busana itu justru mirip pembalut bernoda darah.

Diketahui, calon pengantin wanita itu membagikan gaun yang akan dipakai pada hari pernikahannya. Awalnya ia berniat berbagai kebahagian dalam akun media sosial Facebook miliknya. Namun banyak netizen yang menyebut sentuhan ombre pada gaun pengantin itu mirip tampon. Foto yang dibagikan di Facebook pun menjadi perbincangan sekaligus viral.

“Apakah aku satu-satunya orang yang berpikir (ini terlihat seperti) tampon?” komentar seorang netizen. Sementara lainnya menuliskan, “Mungkin dia tahu dia akan menstruasi ketika hari pernikahan dan tidak ingin ada kesempatan untuk merusak gaunnya.”

“Aku tidak melihatnya (terlihat seperti tampon) sampai aku membaca tulisannya dan sekarang itu yang aku lihat,” tambah netizen lain. “Beberapa dress dip dye terlihat bagus. Ini bukan salah satu di antaranya,” sahut seorang netizen.

Namun ada juga yang memuji gaun tersebut. Dikatakan, jika sentuhan warna ungu pada bagian bawah membuat dress tersebut tidak terlalu seperti pembalut. Beberapa juga mengatakan menyukainya. “Mungkin dengan pencahayaan berbeda dan sudut berbeda akan terlihat lebih baik.” ** Baca juga: Badan Pariwisata Brasil Raih Penghargaan ‘Telur Paskah Terbesar di Dunia’

Bagaimana menurut Anda, apakah memang mirip seperti pembalut berdarah? (ilj/bbs)




Ini yang Digunakan Wanita Zaman Dulu Saat Haid

Kabar6-Had atau menstruasi adalah fase alamiah yang dialami wanita setiap bulan. Dan pembalut tentu saja menjadi ‘sahabat’ wanita saat sedang menstruasi. Saat ini ada beragam jenis pembalut dengan desain yang membuat wanita lebih nyaman.

Namun pernahkah Anda bayangkan, apa yang dilakukan wanita pada abad ke-19 saat sedang haid, sedangkan zaman itu pembalut belum didesain secara sempurna? Melansir Sooperboy, kala itu wanita abad 19 harus memakai handuk yang dilipat berulangkali sebagai pengganti pembalut. Saat dirasa sudah tidak nyaman dikenakan karena penuh, mereka lantas mencuci bekas haid hingga bersih kemudian memakainya kembali. Dan mereka harus menjalani ‘ritual’ ini hingga akhirnya pembalut pertama berhasil diciptakan pada 1919 dari cellucotton, yaitu bahan yang terbuat dari selulosa bubur kayu dan kapas dalam jumlah kecil sebagai penyerap yang baik.

Pembalut itu pun tercipta tak sengaja, sebab cellucotton awalnya digunakan sebagai pembalut luka tentara di medan perang sebagai pengganti kapas yang masih sangat langka pada masa itu. ** Baca juga: Rezeki Nomplok, Arloji Milik Pria Ini Dihargai Rp1,1 Miliar

Jadi, beruntung wanita di zaman sekarang, ya.(ilj/bbs)