1

Ngobrol Bareng Legislator ‘Literasi Digital: Aman dan Nyaman Bertransaksi di Era Digital’

Kabar6.com

Kabar6-Webinar atau seminar online ‘Ngobrol Bareng Legislator’ mengangkat tema ‘Literasi Digital: Aman dan Nyaman Bertransaksi di Era Digital’.

Dalam webinar itu, pemateri dibawakan oleh Anggota DPR RI Komisi 1 Dr. Alimin Abdullah, Praktisi Rah Yulianto, dan Direktur Jenderal (Dirjen) Aplikasi Informatika (Aptika) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Samuel Abrijani Pangerapan.

Anggota DPR RI Komisi 1 Dr. Alimin Abdullah mengatakan, saat ini, dunia digital telah merambah semua aspek kehidupan.

Menururnya, perkembangannya membuka peluang bisnis baru dan memberikan sejumlah kemudahan dalam menjalankan bisnis. Salah satu kemudahannya adalah transaksi digital. Sayangnya, keamanan bertransaksi digital di Indonesia masih rendah, sehingga masyarakat harus memahami literasi digital.

Lanjutnya, masyarakat harus bisa mengikuti perkembangan dunia digital dan teredukasi mengenai aturan-aturan dalam transaksi digital. Apabila publik mengetahui dan memahami tentang dunia digital, sudah dipastikan akan dimudahkan dengan adanya perkembangan digital.

“Sebagai contoh uang elektronik. Kemudahan didapatakan karena ada bukti transaksi. Namun, kendalanya jika kita tidak memahami dunia digital dengan baik, kita harus meningkatkan literasi digital dengan cakap dan benar,” ungkapnya, Kamis (14/4/2022).

Di kesempatan yang sama, Rah Yulianto sebagai praktisi mengakui indeks literasi digital di Indonesia masih sangat rendah. Rata-rata hasil survey hanya mendapatkan nilai 3 untuk pemahaman digital masyarakat Indonesia. “Hal tersebut masih belum tergolong baik,” ungkap Rah.

Rendahnya literasi digital ini, menurut Rah, mengakibatkan hadirnya sejumlah tantangan. Sebagai contoh, penipuan di e-commerce atau marketplace. Kemudian, adanya penipuan indeks trading. “Bahkan banyak juga masayarakat terjebak investasi bodong,” ungkapnya.

Masih menurut Rah, cara bertransaksi yang aman dilihat dari proses transaksi dan hal yang ditransakasikan. Jika secara konvensional transaksi terjadi antara penjual dan pembeli, sedangkan di era digital melalui proses yang lebih panjang, mulai dari pembeli, platform, pembayaran, delivery, penjual, dan pabrik.

“Agar transaksi aman, sebagai penjual harus menyediakan sarana yang baik seperti platform terpercaya, prosedur yang menjamin, kualitas produk, dan lain sebagainya. Jika pembeli, kita harus tau mengenai aplikasi yang terpercaya, mengikuti prosedur dengan tepat, serta kehati-hatian,” ujar Rah.

Dalam bertransaksi digital sangat ditekankan agar memahami cara dan kredibiltas orang terlebih dahulu. Jeli terhadap penawaran, bandingkan dengan proses di platform lain, dan tahu risiko dalam bertransaksi.

“Untuk bisnis UMKM, pilih platform yang sesuai dengan usaha, sesuai dengan tujuan penggunaan aplikasi, dan terintegrasi. Usahakan jangan melakukan transaksi digital melalui whatsapp, karena rawan terjadi penipuan,” ungkapnya.

Sementara, Samuel Abrijani Pangerapan, Dirjen Aptika Kemkominfo mengatakan, saat ini indeks literasi digital Indonesia memang masih berada pada angka 3,49 dari skala 5. Ini artinya masih dalam kategori sedang belum mencapai tahap yang lebih baik. “Angka ini perlu terus kita tingkatkan sehingga menjadi tugas kita bersama untuk membekali masyarakat kita dengan kemampuan litrerasi digital,” ujarnya.

**Baca juga: Iyan, Penderita Paru di Kamurang Atas Ini Butuh Bantuan

Kementerian Kominfo bersama gerakan nasional, litasi digital, cyber kreasi, serta mitra dan jejaringnya hadir untuk memberikan pelatihan yang dapat meningkatkan kemampuan digital pada seluruh lapisan masyarakat Indoensia.

“Berbagai pelatihan literasi digital yang kami berikan berbasis empat pilar utama, yaitu, kecakapan digital, budaya digital, etika digital dan pemahaman digital. Hingga tahun 2021 tahun program literasi digital ini telah berhasil menjangkau lebih dari 12 juta masyarakat Indonesia,” tutupnya.(eka)




Ngobrol Bareng Legislator: ‘Penguatan Literasi Digital untuk Membentuk Karakter Milenial’

Kabar6.com

Kabar6-Pesatnya perkembangan era digitalisasi telah menawarkan sederet kemudahan bagi para penggunanya. Hampir seluruh aktivitas dapat dilakukan dengan ruang serbadigital. Kebiasaan itu, kini dilakukan oleh hampir seluruh lapisan elemen masyarakat, terutama kaum milenial.

Namun untuk menjalani aktivitas di dunia maya tersebut, para pengguna khususnya milenial diwanti-wanti untuk selalu berhati-hati dalam setiap menjalankan aktivitasnya di ruang digital. Jika tidak, beragam hal negatif akan menyertainya. Dalam hal ini, kecakapan pengguna dalam menjelajahi ruang digital sangat diperlukan.

Untuk mengasah kecapakan itu, maka sangat diperlukan suatu literasi yang membahas ihwal kiat-kiat berselancar di dunia maya atau ruang digital.

Hal itu semua dibahas di dalam webinar bertajuk “Ngobrol Bareng Legislator : Penguatan Literasi Digital untuk Membentuk Karakter Milenial”, yang berlangsung pada Kamis, 7 April 2022.

Anggota DPR RI, Alimin Abdullah mengatakan, sangat penting pada abad digital ini untuk generasi milenial dapat menguasai dan mampu menggunakan perangkat digital maupun perangkat internet dengan baik.

Oleh sebab itu, penguatan literasi digital menjadi sangat penting yang nantinya akan memberikan informasi serta pengetahuan kepada kita semua.

“Jika generasi milenial telah mampu menggunakan, memanfaatkan serta berkontribusi pada ruang digital dan media internet, sangat diharapkan pada generasi milenial untuk memberikan kesan positif serta berperan pada ruang digital pada saat ini dan pada masa yang akan mendatang,” ungkapnya.

Senada dengannya, Tenaga Ahli DPR RI, M. Hariman Bahtiar menuturkan bahwa literasi digital ini akan mampu membantu para kaum milenial untuk dapat memahami dan memakai informasi dari berbagai sumber, yang bisa diakses melalui komputer.

“Dari buku Literasi Digital, UNESCO menjelaskan tentang literasi digital yang berhubungan dengan life skills (kecakapan). Kemampuan ini tak hanya melibatkan teknologi saja, tetapi kemampuan untuk belajar, berpikir kritis, kreatif, dan inovatif untuk kompetensi digital,” jelasnya.

Sementara itu, Dirjen Aptika Kemenkominfo, Samuel Abrijani Pangerapan menjelaskan bahwa dalam hal ini, Kementerian Kominfo hadir untuk menjadi garda terdepan dalam memimpin upaya percepatan transformasi digital Indonesia.

**Baca juga: Ngobrol Bareng Legislator: ‘Masyarakat Digital yang Berbudaya Indonesia’

Menurutnya, Kemenkominfo memiliki peran sebagai regulator, fasilitator, dan ekselerator di bidang digital Indonesia.

“Berbagai pelatihan literasi digital yang kami berikan berbasis empat pilar utama, yaitu kecakapan digital, budaya digital, etika digital, dan pemahaman digital. Hingga tahun 2021 tahun program literasi digital ini telah berhasil menjangkau lebih dari 12 juta masyarakat Indonesia,” pungkasnya.(eka)




Ngobrol Bareng Legislator: ‘Masyarakat Digital yang Berbudaya Indonesia’

Kabar6.com

Kabar6-Semenjak perkembangan teknologi dan informasi khususnya internet hadir di tengah-tengah masyarakat, timbul sebuah ruang baru yang dapat digunakan masyarakat untuk berinteraksi satu sama lain tanpa tersekat jarak dan waktu. Ruang tanpa batasan itu disebut sebagai ruang digital.

Ruang digital juga turut mempengaruhi perubahan pada pola masyarakat dalam berinteraksi. Sebelum hadir internet, masyarakat hanya dapat mengandalkan media konvensional seperti radio, televisi, bahkan radio hanya untuk sekadar menerima informasi. Namun kini, hal itu semua dapat diterima dan disebarluaskan hanya dengan sekali ketukan layar.

“Karakteristik interaksi juga turut berubah, sedari awal yang hanya one to many, menjadi many to many. Media sosial yang merupakan bagian dari perkembangan tersebut pun, menjadi salah satu tempat bersemayamnya informasi di ruang digital,” jelas Anggota Komisi 1 DPR RI, Syaifulah Tamliha, Selasa (5/4/2022).

Hal itu ia sampaikan dalam ruang diskusi yang tersaji dalam webinar bertajuk “Ngobrol Bareng Legislator : Masyarakat Digital yang Berbudaya Indonesia,” yang turut diramaikan juga oleh Dirjen Aptika Kemenkominfo, Samuel A Pengerapan, dan Tenaga Ahli Wamentan, Khairi Fuady.

Ia memaparkan, Indonesia adalah negara kepulauan di Asia Tenggara yang dilintasi garis khatulistiwa, memiliki 17.504 pulau besar dan kecil, sekitar 6.000 di antaranya tidak berpenghuni, yang menyebar di sekitar khatulistiwa, yang memberikan cuaca tropis. Indonesia memiliki sekitar 300 kelompok etnis (suku bangsa), tiap etnis memiliki warisan budaya yang berkembang selama berabad-abad, dipengaruhi oleh kebudayaan India, Arab, Tiongkok, Eropa, dan termasuk kebudayaan sendiri yaitu Melayu. Hal itu menandakan bahwa Tanah Air ini kaya dengan budaya.

“Sebagai pribadi yang mempunyai etika dalam berselancar di ruang digital, ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan agar integrasi nasional terjaga dengan baik, khususnya di ruang digital, antara lain menghormati keragaman budaya, kepercayaan bergama, serta tidak menyebarkan konten-konten yang bermuatan ujaran kebencian. Serta Menyebarkan konten positif mengenai kemajemukan budaya Indonesia. Menggunakan nilai-nilai Pancasila sebagai filter konten di ruang digital,” terangnya.

Selain faktor kecakapan dalam berselancar di dunia maya, Syaifullah mengatakan bahwa literasi dan edukasi turut menjadi bagian yang sangat penting sebagai pondasi seseorang dalam menggunakan ruang digital.

**Baca juga: Ngobrol Bareng Legislator : ‘Menjaga Privasi Bersama di Ruang Digital’

Dengan demikian, Dirjen Aptika Kemenkominfo, Samuel Abrijani Pangerapan, menyatakan bahwa Kementerian Kominfo hadir untuk menjadi garda terdepan dalam memimpin upaya percepatan transformasi digital Indonesia. Dalam hal ini, Kemenkominfo memiliki peran sebagai regulator, fasilitator, dan ekselerator di bidang digital Indonesia.

“Berbagai pelatihan literasi digital yang kami berikan berbasis empat pilar utama, yaitu kecakapan digital, budaya digital, etika digital, dan pemahaman digital. Hingga tahun 2021 tahun program literasi digital ini telah berhasil menjangkau lebih dari 12 juta masyarakat Indonesia,” pungkasnya.(eka)




Ngobrol Bareng Legislator : ‘Menjaga Privasi Bersama di Ruang Digital’

Kabar6.com

Kabar6-Era digital yang berkembang secara massif di tengah masyarakat, kini telah membawa pola kehidupan manusia menjadi serbadigital. Segala aktivitas, mulai dari bekerja, belajar, belanja, hingga hanya sekedar menyapa teman dan keluarga dilakukan di ruang digital.

Tak hanya sampai di situ, meluasnya pengguna digital ini juga membuat pertukaran informasi dan data antarmanusia menjadi begitu mudah tanpa adanya pembatas apapun, semuanya itu dapat dilakukan hanya dengan sekali ketukan jari melalui berbagai platform digital, seperti halnya sosial media.

Untuk itu, para pengguna dituntut untuk ekstra behati-hati atas setiap aktivitas yang dilakukan di ruang digital. Mengingat, semua itu akan terekam dan sangat sulit untuk dihapus.

Melalui webinar Ngobrol Bareng Legislator : ‘Menjaga Privasi Bersama di Ruang Digital’, Anggota Komisi 1 DPR RI, Syaifullah Tamliha mengatakan, selain dampak positif yang banyak ditawarkan, internet juga memiliki dapak negative seperti berbagai informasi yang tidak terbatas di ruang digital.

Lanjutnya, semua data ini terintegrasi membentuk sebuah sistem yang disebut big data. Data-data tersebut digunakan untuk berbagai kepentingan seperti pengembangan aplikasi, bahkan aktivitas kejahatan.

“Dampak negatifnya, di era digital ini membuat ranah privasi seolah-olah hilang. Data pribadi yang tersimpan di internet, membuat seseorang sangat mudah dilacak keberadaannya, kebiasaan mereka, atau hobi,” jelasnya pada Minggu (3/4/2022).

Menurutnya, penting sekali mengetahui dengan siapa pengguna berbagi informasi sensitif. Hal ini agar mencegah terjadinya ancaman privasi online dari pada mengatur profil seseorang ke akses pribadi, baik di kalangan pemuda dan mahasiswa.

Penyalahgunaan, pencurian, penjualan data pribadi merupakan suatu pelanggaran hukum dalam bidang teknologi informasi dan juga dapat dikategorikan sebagai pelanggaran atas hak asasi manusia, karena data pribadi merupakan bagian dari HAM yang harus dilindungi. Beberapa bentuk pencurian data pribadi, di antaranya seperti carding (credit card fraud), ATM/EDC skimming, hacking, cracking, phising (internet banking fraud).

Beberapa kasus tersebut, kini telah banyak terjadi di Indonesia. Misalnya kebocoran data BPJS Kesehatan, kebocoran data Tokopedia, hingga penjualan data nasabah oleh BRI Life.

Dijelaskannya, ada beberapa langkah untuk memastikan data pribadi dan privasi tetap aman ketika sedang berselancar di dunia digital, yaitu, pertama tidak menyebarkan informasi pribadi seperti foto KTP, NIK, informasi keuangan, hingga password media sosial kepada siapapun.

“Kedua, menghindari login pada aplikasi atau website yang dianggap mencurigakan, ditakutkan hal itu merupakan ulah hacker untuk mencuri data. Ketiga, meningkatkan literasi mengenai bentuk-bentuk kejahatan siber serta cara menanggulanginya,” paparnya.

Senada dengannya, Tenaga Ahli Wamentan, Khairi Fuady menyebut bahwa siapa yang menguasai data, maka dialah yang akan menguasai dunia, mereka yang menguasai data, memiliki peran besar di dunia.

Salah satunya pekerjaan data analyst menjadi sangat populer belakangan ini karena dibutuhkan ahli untuk membaca sebuah data, begitu juga dengan big data expert yang dibutuhkan sebagai ahli membaca data-data.

“Sehingga dampak negatifnya, banyak juga yang menyalahgunakan data. Agar menghindari hal-hal tersebut, kita harus memiliki early warning system yang memberikan peringatan agar tidak sembarangan memberikan data pada aplikasi atau website manapun. Kita hanya boleh memberikan data pada aplikasi yang sudah verified. Contohnya jangan berikan data pada aplikasi kredit yang tidak terdaftar di OJK. Termasuk aplikasi gaming, apabila tidak legal, jangan berikan data apapun pada aplikasi tersebut,” terangnya.

Oleh karena itu, Dirjen Aptika Kemenkominfo, Samuel Abrijani Pangerapan menyatakan bahwa Kementerian Kominfo hadir untuk menjadi garda terdepan dalam memimpin upaya percepatan transformasi digital Indonesia.

**Baca juga: Kisi-kisi Cara Mengantisipasi Radikalisme Digital

Dalam hal ini, Kemenkominfo memiliki peran sebagai regulator, fasilitator, dan ekselerator di bidang digital Indonesia.

“Berbagai pelatihan literasi digital yang kami berikan berbasis empat pilar utama, yaitu kecakapan digital, budaya digital, etika digital, dan pemahaman digital. Hingga tahun 2021 tahun program literasi digital ini telah berhasil menjangkau lebih dari 12 juta masyarakat Indonesia,” tutupnya.(eka)




Ngobrol Bareng Legislator ‘Sosial Media Indah dan Penuh Toleransi’

Kabar6.com

Kabar6-Kemajuan teknologi yang terjadi seiring dengan penerapan Revolusi Industri 4.0 turut berdampak juga pada pola peilaku dan aktivitas manusia. Hal itu tegambar melalui interkonektivitas yang cepat satu dengan yang lainnya.

Kemajuan teknologi juga telah menjadikan pertukaran informasi tanpa sekat dan batasan sesuai dengan slogan IoT (Internet of Things).

Beragam informas pun kin dengan sangat mudahnya didapat dan disebarkan meski hanya dengan satu kali ketukan jari. Kemajuan teknologi ini mengakibatkan perubahan perilaku pada sebagian orang, khususnya generasi millenial dan generasi Z yang gemar berselancar di dunia maya.

Interaksi yang dahulu leih sering dilakukan dengan tatap muka, kini sudah beralih melalui ruang digital yang disebut sosial media. Semua dibahas dalam Webinar bertajuk “Ngobrol Bareng Legislator : Sosial Media Indah dan Penuh Toleransi”.

Kegiatan tersebut, turut diramaikan oleh Anggota Komisi 1 DPR RI Kresna Dewanata Prosahk, Dirjen Aptika Kemenkominfo, Samuel Abrijani Pangerapan, B.Sc, dan Direktur Komunikasi Perdana Syndicate, Pangeran Ahmad Nurdin.

Dalam materi yang disampaikan, Pangeran Ahmad Nurdin selaku Direktur Komunikasi Perdana Syndicate menyampaikan bahwa media sosial bukanlah hal yang baru.

Tetapi waktu untuk mengadopsi media sosial itu berbeda-beda, tentunya, hal itu akan mempengaruhi juga cara untuk berinteraksi dalam media sosial itu sendiri.

Lanjutnya, sebelum menuju media sosial yang indah dan penuh toleransi semua perlu tahu seperti apa media sosial di Indonesia.

Selanjutnya, landscape media sosial di Indonesia sangat beragam dan penggunanya sangat masif, Indonesia di dalam lingkupan di South East Asia merupakan pengguna internet terbesar, sebanyak 96 persen orang Indonesia memiliki smartphone.

“Sebagian besar masyarakat Indonesia menggunakan internet lebih dari 8 jam dan 3 jam dalam sehari yang digunakan untuk mengakses sosial media,” ujarnya, ditulis Sabtu (2/4/2022).

Dijelaskannya, sepanjang waktu itu manusia cenderung kerap untuk melaukan hal yang tak terkontrol hingga merusak hal-hal indah yang dapat dijumpai di sosial media.

Selain itu, kebiasaan tersebut dinilai juga dapat menghilangkan toleransi saat berkomunikasi. Untuk itu, dalam hal ini sangatlah diperlukan untuk menanamkan filter pada pribadi masing-masing.

Dikatakannya, media sosial dan kebebasan berpendapat, inti dari demokrasi adalah freedom of expression atau kebebasan berpendapat. Lanjutnya, hak bisa dilaksanakan tapi jika dilaksanakan secara penuh dapat mengganggu toleransi.

“Sesuatu too good to be true kita wajib curiga dan tidak yakin, jika kita tidak yakin maka jangan kita share ke orang lain karena bisa membahayakan. Yang kedua itu no hate speech, perlakukan sosial media seperti kita bersosisalisasi seperti kita bersosialisasi seperti biasa. Edukasi safety and privacy,” paparnya.

Menurutnya, ada beberapa cara untuk menekan intoleransi, di antaranya membangun rational public discourse, menghindari bullying terhadap pendapat yang berbeda, tidak memberikan ruang berkembang bagi pendapat yang intoleran.

Lanjut Ahmad, kemudian tidak melakukan banning atau pemblokiran terhadap tindakan intoleran hanya akan membuat individu yang intoleran merasa benar dan mencari wadah media sosial baru tetapi mematahkan argumennya dahulu dan menjelaskan tindakan intoleransinya.

“Membangun sosial media yang indah adalah hal yang inklusif. Ketika kita menembakan kebohongan dalam skala yang besar pada satu titik orang aakn menganggap itu adalah hal yang benar,” terangnya.

Sementara itu, Anggota Komisi 1 DPR RI, Kresna Dewanata Prosahk memaparkan bahwa Indonesia adalah salah satu negara yang paling toleran, dengan banyaknya suku, agama, ras dan budaya semuanya menyatu di Indonesia. Keberagaman ini bukan tercipta untuk dijaga.

Sehingga, diungkapkannya, semua jangan sampai membuat peluang untuk kaum-kaum intoleran untuk mengganggu negeri ini.

Saat ini, dijelaskannya, dengan banyaknya grup, kemudian platform-platform media sosial yang digunakan untuk mendoktrin anak-anak, adik-adik, serta masyarakat untuk terpengaruh dan mereka terpecah belah.

“Salah satunya yaitu adu domba, menggunakan isu-isu gama dan ras. Jangan sampai kita menjadi bagian tersebut. Mari kita gunakan media sosial dengan baik. Sehingga kita bisa lebih produktif, inovatif, kemudian kita juga bisa membuat kegiatan untuk membesarkan bangsa ini,” ungkapnya.

**Baca juga: Webinar Ngobrol Bareng Legislator ‘Kreatif dan Produktif di Dunia Digital’

Oleh karena itu, Dirjen Aptika Kemenkominfo, Samuel Abrijani Pangerapan, B.Sc menerangkan, Kementerian Kominfo hadir untuk menjadi garda terdepan dalam memimpin upaya percepatan transformasi digital Indonesia. Dalam hal ini, Kemenkominfo memiliki peran sebagai regulator, fasilitator, dan ekselerator di bidang digital Indonesia.

“Berbagai pelatihan literasi digital yang kami berikan berbasis empat pilar utama, yaitu kecakapan digital, budaya digital, etika digital, dan pemahaman digital. Hingga tahun 2021 tahun program literasi digital ini telah berhasil menjangkau lebih dari 12 juta masyarakat Indonesia,” pungkasnya.(eka)