1

Diduga Korban Lebih Dari 1, LPA Tangsel Minta Polisi Usut Tuntas TPPO di Ciputat

Kabar6.com

Kabar6-Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) meminta pihak Kepolisian mengusut tuntas Tindak Pidana Perdagagan Orang (TPPO) yang terjadi di Gang Bhineka, Ciputat Timur, Kota Tangsel.

Hal itu diungkapkan oleh Ketua LPA Kota Tangsel, Isram kepada Kabar6.com menanggapi adanya kasus penyekapan terhadap anak berusia 16 tahun disebuah kos-kosan, yang menjual korban ke pria hidung belang.

Menurut Isram, dari pengalaman pihaknya menangani kasus, jika ada TPPO maka korban biasanya lebih dari 1 orang. “Kami menduga sindikat Ekslpoitasi scra ekonomi anak dibawah umur dan perdagangan orang biasa korbannya lebih dari 1 apalagi dijadikan bisnis dan mata pencaharian,” ujarnya, Selasa (1/6/2021).

Isram mengatakan, pihaknya sangat mengutuk keras adanya kasus TPPO di Kota Tangsel yang dilakukan para pelaku terhadap korbannya.

“Semoga Polres Tangsel dapat segera membongkar jaringan para sindikat ini. Anak-anak usia ABG seperti korban sangat rentan menjadi sasaran empuk manusia biadab seperti ini,” ungkapnya.

Isram menjelaskan, karena korban masih usia dibawah umur, maka para pelaku dapat dijerat dengan Pasal 83 Juncto Pasal 88 tentang Undang-undang Perlindungan Anak.

“Ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara. Semua elemen ayo Mari kita kawal proses hukumnya bersama sama,” tutupnya.

Diberitakan sebelumnya, Polisi telah mengamankan dua orang pelaku penyekapan terhadap A, 16 tahun, warga Jombang, Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan (Tangsel). Wanita belia itu disekap di dalam lemari kos-kosan dalam kondisi luka lebam.

“Hubungan antara dua pelaku itu suami istri,” ungkap Kapolres Tangsel, Ajun Komisaris Iman Imanuddin, Senin (31/5/2021).

**Baca juga: Kosan Pasutri Sekap Remaja di Ciputat Sering Didatangi Pria Asing

Menurutnya, kedua tersangka yang berstatus sebagai suami berinisial
BS, dan istrinya FM. Keduanya diduga kuat sebagai mucikari yang ingin menjadikan korban sebagai pekerja seks komersial (PSK).

“Awalnya sih jualan, jualan yang anak itu. Sudah berlangsung, sudah beberapa kali. Sudah beberapa kali, dua, tiga kali dijual sama itu pelaku,” jelas Iman.(eka)




Diduga Puluhan Kasus Anak Mandek, LPA Tangsel: Persetubuhan Harus ke Meja Hijau

Kabar6.com

Kabar6-Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) menyebut kasus terhadap anak harus diperhatikan oleh seluruh pihak.

Ketua LPA Tangsel, Isram menerangkan, kasus-kasus anak terlebih kasus persetubuhan tidak dapat dimediasi oleh siapapun.

Menurutnya, kasus persetubuhan anak tersebut, tergolong kasus yang harus disanksi seberat-beratnya.

“Kasus asusila atau persetubuhan terhadap anak dibawah umur, itu gak ada toleransi, harus naik perkaranya. Jangan sampai harga diri seseorang (korban persetubuhan anak, red) itu dihargai dengan materil, itu gak bisa (berdamai),” ujarnya kepada Kabar6.com, ditulis Selasa (20/4/2021).

Menurut Isram, kasus persetubuhan terhadap anak dibawah umur itu berbeda dengan kasus-kasus disversi (kekerasan terhadap anak). Kasus persetubuhan, Isram menjelaskan, akan sangat berdampak kepada psikologis dan mental anak di kemudian hari.

“Biasanya terjadinya penganiayaan terhadap anak, sehingga dilakukan perdamaian. Tapi kalau persetubuhan, itu harus naik ke meja hijau. Karena apa, dampak yang ditimbulkan akan mengganggu psikologis dan mental anak. Jadi tidak bisa didamaikan,” ungkapnya.

Beberapa kasus yang disinyalir ‘berhenti’ pada satu instansi, menurut Isram, itu biasanya terjadi karena kurangnya pemantauan dari lembaga lembaga yang berkecimpung dalam hal perlindungan anak.

Sehingga, lanjutnya, bisa saja terjadi ‘perdamaian’, tanpa pemberitahuan kepada lembaga-lembaga itu.

“Bisa sangat bisa (berdamai tanpa pemberitahuan, red). Tapi ini yang keliru. Ketika memang persoalan itu sudah diselesaikan para pihak itu sendiri, harusnya dibuat laporan kan gitu. Dibuat berita acaranya bahwasannya mereka (korban dan pelaku, red) telah berdamai,” terangnya.

Isram menerangkan, kendala yang biasanya dialami oleh sebuah instansi adalah korban dan pelaku ada upaya perdamaian, tanpa memberitahu instansi atau dinas yang melaporkan.

Sehingga, menurut Isram, hal itu menyebabkan instansi tersebut tidak mengetahui, lanjut atau tidaknya kasus tersebut.

“Biasanya kendalanya itu, entah itu para pihak antara korban dan pelaku melakukan upaya perdamaian, sehingga instansi atau dinas yang melaporkan, gak tau itu (kasus anak, red lanjut atau tidak,” tegas Isram.

**Baca juga: 30 Juta UMKM Bangkrut, Akumindo Beri Alarm ke Pemkot Tangsel

Berdasarkan informasi yang diterima, sedikitnya ada 20 kasus kekerasan dan persetubuhan terhadap anak, saat ini masih ditangani oleh Kepolisian.

Hingga berita ini terbit, Kepala Unit (Kanit) Perlindungan Anak dan Perempuan (PPA) pada Polres Tangsel, Iptu Agung belum memberikan informasi soal berapa kasus yang tengah ditangani kepada wartawan, dan akan di informasikan selanjutnya.(eka)




Hingga Juli 2020, LPA Tangsel Mencatat 24 Kasus Kekerasan Anak

Kabar6.com

Kabar6-Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) mencatat dari periode Januari hingga Juli 2020, sudah ada 24 kasus kekerasan terhadap anak yang ditangani. Kasus daerah paling banyak terjadi di Kecamatan Pamulang dan Ciputat.

Ketua LPA Tangsel, M Isram menerangkan, kondisi di atas menjadi catatan merah saat memperingati Hari Anak Nasional (HAN) dua hari silam.

Menurut Isram, melonjaknya kasus kekerasan dan pencabulan terhadap anak dikarenakan lemahnya koordinasi antar lembaga dalam menangani kasus.

“Kasus kejahatan terhadap anak meningkat, sampai sekarang sudah ada 6. Kemudian ada 24 kasus yang kami tangani, jumlah ini membludak dibandingkan tahun 2019 Januari-Desember ada 35 kasus,” ujarnya kepada Kabar6.com, Sabtu (25/7/2020).

“Salah satu kasus paling berat adalah pemerkosaan Almarhumah OR, karena tingkat kesulitan untuk mengungkap kasus ini tidak seperti kasus lain,” tambahnya.

Isram menjelaskan, ada beberapa faktor yang menyebabkan membludaknya kekerasan terhadap anak yaitu teknologi dan ekonomi.

“Saat ini, teknologi sangat mudah di akses, sehingga membawa pengaruh dampak negatif. Selain itu, adanya tekanan kebutuhan ekonomi yang tinggi tetapi sulit memenuhi kebutuhannya karena adanya pandemi Covid-19 juga sangat rentan terjadi kekerasan terhadap anak,” jelasnya.

Lanjutnya, lembaga-lembaga bentukan Pemkot Tangsel harus ditingkatkan lagi dalam melakukan sosialisasi dan edukasi untuk pencegahan terjadinya kekerasan terhadap anak.

“Setiap lembaga perlindungan anak di tingkat keluarahan harus diintensifkan lagi. Tidak hanya fokus pada penanganan, tetapi harus pada pencegahan. Caranya, terjun langsung. Jangan hanya sekedar himbauan, tapi benar-benar memastikan langsung di lingkungan kelurahanny,” tuturnya.

**Baca juga: Jelang Pilkada Tangsel, Ini Cara Daftar Pencetakan e-KTP Pemula.

Kemudian, bagi para orang tua, Isram mengimbau, jadikan HAN pada dua hari lalu sebagai momentum untuk mengoreksi diri terhadap kepentingan dan tumbuh kembang anak.

“Lalu, pemerintah dan seluruh elemen lapisan masyarakat lebih pekah lagi terhap hak-hak dan kebutuhan anak. Bangsa ini akan menentukan nasibnya di akan datang jika nasib anak terakomodir secara baik di saat ini. Sebaliknya jika Anak-anak kita hari ini pada rusak maka bangsa mendatang pun akan terpuruk,” tutupnya.(eka)




LPA Tangsel Sebut Kasus Rudapaksa Remaja Versi Polisi Janggal

Kabar6-Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Tangsel, M Isram berpandangan ada yang janggal dari keterangan polisi atas kronologis kasus rudapaksa terhadap OR, 16 tahun. Remaja tersebut meninggal dunia setelah sempat digilir oleh tujuh orang pelaku.

“Menurut saya tidak logis, karena tidak mungkin datang ke Cihuni kalau tidak ada bujuk rayu tipu muslihat oleh para pelaku,” katanya

Polisi menerangkan bahwa korban meminta pil excimer dan uang kepada para tersangka. Isram mendengar dari salah seorang sahabat OR, berinisial DF yang bilang berbeda dari apa yang disampaikan pihak Kepolisian.

**Baca juga: Krisis Sampah, Tangsel Jajaki Kerja Sama dengan Sejumlah Daerah.

Berdasarkan pengakuan OR kepada DF sebelum meninggal, DF mengatakan bahwa OR dipaksa meminum dua butir excimer oleh pacarnya.

“Korban pun pasti tidak mengetahui jika akan diperlakukan seperti itu. Tersangka 1 pun tidak mengingatkan yang sebenarnya korban akan dibawa kemana, korban pun tidak mengetahui jika ada 7 orang sedang menunggu,” ujar Isram.(eka)