Turun, Ekspor Komoditi Ikan dan Hasil Kelautan Rp 7,78 Triliun

Kabar6.com

Kabar6-Komoditas perikanan dan kelautan dari luar negeri atau impor masih mendominasi. Banyak negara-negara pengimpor produk laut dari Indonesia menerapkan syarat-syarat yang mempersulit para eksportir.

Demikian diungkapkan Kepala Balai Besar Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu (BKIPM) Jakarta I, Heri Yuwono di kawasan Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Kamis (22/12/2022).

“Jika dibandingkan dengan tahun 2020 sebelum pandemi, nilai ekspor tahun 2022 ini masih tergolong rendah dan dibanding tahun 2021 kemarin masih menurun,” ungkapnya.

Dia mengatakan, pada 2022 sampai tanggal 15 Desember kemarin saja jumlah ekspor produk kelautan hanya mencapai 65.846 ton dengan nilai ekspor mencapai Rp7,784 triliun.

Jumlah itu lebih kecil dibanding realisasi ekspor produk kelautan sepanjang 2020 lalu sebanyak 96.200 ton atau setara Rp8,164 triliun.

“Dan untuk tahun 2021 juga masih lebih kecil nilainya dibanding tahun 2020 yang hanya sebanyak 71.841 ton atau sebesar Rp8,177 triliun,” kata Heri.

Heri menegaskan, persyaratan ekspor hasil laut ke berbagai negara tujuan ekspor menjadi lebih ketat, setelah adanya Pandemi Covid-19. Sehingga mendorong kenaikan biaya pengiriman dan pengemasan produk ekspor kelautan.

“Misalnya negara China, waktu awal pandemi, produk yang dikirim harus bebas dari paparan Covid-19 mulai dari produknya, kemasan dalam dan luar produk, hingga adanya kewajiban PCR seminggu sekali bagi petugas yang mengantar. Sempat ramai waktu itu sebenarnya bukan ikan-ikan kita terpapar Covid-19 tapi dari kemasan atau packingnya,” tegasnya.

Heri bilang tidak sebanding dengan nilai ekspor produk kelautan Indonesia. Nilai impor produk laut ke Indonesia mengalami peningkatan hingga mencapai 3.868 ton di 2022 ini. Padahal, pada tahun 2021 jumlah impor hanya 2.970 ton saja.

“Mayoritas impor ikan tuna, karena memang tidak ada di perairan Indonesia, apalagi jumlah restoran Jepang di Indonesia sepertinya meningkat saat pandemik ini,” ujarnya.

Sementara untuk negara tujuan ekspor hasil kelautan, negara Vietnam dan China masih menjadi negara utama penyerap ekspor hasil kelautan dari Indonesia.

**Baca juga: 5 Saksi Diperiksa Terkait Perkara PT Waskita Karya

Kedua negara tersebut, lanjut Heri, tidak bisa mengembangbiakkan hasil-hasil produk laut di Indonesia. Sehingga permintaan ekspor ke negara itu tetap tinggi.

“Ekspor ke Vietnam itu produk laut non-hidup seperti kepiting, udang mantis, squilla mantis, lobster, dan lain sebagainya. Sementara China untuk produk laut non hidup, seperti daging beku kepiting, cumi beku, udang beku, dan lain sebagainya,” tutup Heri.(yud)




Wu Xun Jadi Satu-satunya Wanita di Universitas Kelautan Shanghai

Kabar6-Seorang wanita muda bernama Wu Xun (19) menjadi satu-satunya mahasiswi di Universitas Shanghai Maritime University.

Wu Xun menuntut ilmu bersama ratusan murid laki-laki di jurusan teknik kelautan yang memang jarang, bahkan terbilang langka diminati kaum hawa.

Sebenarnya sejak 1959, melansir koreaboo, kampus ini sudah tidak menerima pelajar wanita hingga 2015 lalu. Hal ini karena tidak ada kaum hawa yang berminat kuliah di sana. Hingga tiga tahun kemudian, baru Wu Xun saja yang minat belajar di universitas itu.

Lantaran menjadi satu-satunya wanita, tidak heran bila Wu Xun disukai teman-teman satu kampus yang notabene pria semua. ** Baca juga: Ramos, Kambing Asal Malaysia yang Konon Wajahnya Mirip K-pop Idol

Saat berulang tahun, Wu Xun pun mendapatkan perlakuan istimewa dari seluruh teman-temannya. Sebanyak 280 mahasiswa dari berbagai jurusan berkumpul dan berbaris di depan gedung kampus untuk merayakan ulang tahun Wu Xun. Mereka menyanyikan lagu selamat ulang tahun dan memberikan sebuah kue tart bertema pelangi.

Wiih…bikin ngiri, ya.(ilj/bbs)




Potensi Ekonomi Tuna dan Cakalang Tinggi di Banten

Kabar6-Lautan Indonesia, khususnya Banten yang berada di Samudera Hindia dan Pantai Barat Jawa dianggap memiliki potensi perikanan dengan nilai ekonomi tinggi, Hal tersebut terlihat dari potensi Ikan Cakalang dan Tuna.

“Banten ini luar biasa, menurut saya sleeping giant, punya potensi besar tapi belum tergarap maksimal. Di pantai barat itu potensi Tuna besar sekali. Baru tergarap di Pelabuhan Ratu,” ungkap, Direktur Jenderal (Dirjen) Perikanan pada Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) Syarief Widjaja, saat ditemui di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu, Kota Serang, Banten, Kamis (2/11/2017).

Karena besarnya potensi yang ada, KKP mendorong nelayan di seluruh Indonesia dan Banten untuk mengubah pola pikir. Agar tak lagi memikirkan ongkos operasional yang mahal. Namun harus mampu menghasilkan ikan tangkapan yang memiliki harga tinggi. Sehingga kesejahteraan nelayan dapat meningkat.**Baca Juga: 20 Siswa Terbaik Wakili Indonesia di Ajang ASMOPS 2017 Thailand.

“Makanya kita dorong pembangunan koperasi. Nanti kita bantu permodalan, sehingga tidak perlu ke tengkulak. Ada BRI, BNI, teman perbankan kita,” jelasnya.

Salahsatu caranya dengan menerapkan tiga pilar KKP untuk kesejahteraan nelayan, yakni pengusiran kapal asing ilegal yang menangkap ikan di laut Indonesia sesuai Keppres nomor 44 tahun 2016, kedua yaitu pemberdayaan nelayan, dan ketiga yakni kesejahteraan nelayan.

“Bahwa laut Indonesia adalah untuk nelayan Indonesia. Dimulai dngan bantuan kapal, alat tangkap, pelatihan dan penyuluhan. Terakhir adanya bantuan permodalan, adanya asuransi nelayan, kemudian juga akses informasi di pasar,” tandasnya.(dhi)