1

‘Toxic Relationship’ Berdampak Buruk Terhadap Kesehatan

Kabar6-Toxic relationship adalah hubungan yang membuat salah satu pihak merasa tidak didukung, direndahkan, atau diserang. Bentuk tindakan negatif yang bisa memengaruhi kesehatan mental seseorang ini bisa serangan secara fisik, psikologis, atau emosional.

Tidak hanya bersifat abusive yaitu kekerasan fisik dan verbal, toxic relationship juga bisa ditunjukkan dengan sikap tidak saling percaya, kurang memberikan dukungan, dan hanya mementingkan diri sendiri dalam sebuah hubungan.

Selain mental, toxic relationship juga bisa berdampak buruk bagi kesehatan tubuh. Toxic relationship yang terjadi secara konsisten dan berlangsung terus menerus, dapat menguras tenaga seseorang yang terlibat di dalam hubungan beracun ini. Melansir Beautynesia, ini empat dampak buruk toxic relationship terhadap kesehatan:

1. Sistem imun melemah
Stres kronis yang diakibatkan oleh toxic relationship dapat memengaruhi sistem imun tubuh saat melepaskan sitokin inflamasi, yaitu senyawa kimia yang berperan penting untuk membunuh virus dan bakteri yang masuk ke dalam tubuh.

Nah, jika sistem imun terlalu aktif, maka sitokin dapat menyebabkan penyakit autoimun seperti atherosclerosis. ** Baca juga: Saatnya Membiasakan Diri Sediakan Camilan Sehat di Rumah

2. Mudah merasa lelah
Menjalani toxic relationship memang sangat melelahkan, baik secara mental maupun fisik. Heidi Hanna, penulis buku berjudul ‘“Stressaholic: 5 Steps to Transform Your Relationship With Stressâ’€ mengungkapkan bahwa semakin besar stres yang dialami, maka akan semakin sedikit energi yang dimiliki untuk menyelesaikan kegiatan sehari-hari.

Banyaknya beban dan pikiran ketika menjalani toxic relationship membuat seseorang jadi kewalahan hingga akhirnya mengganggu jam tidur. Ketika jam tidur mulai terganggu dan jadi berantakan, maka seseorang akan mudah mengalami kelelahan yang akut.

3. Berisiko terkena penyakit jantung
Dampak buruk dari toxic relationship yang paling berbahaya untuk tubuh adalah penyakit jantung. Dalam ‘Journal of the American Heart Association’ pada 2014 disebutkan fakta bahwa kaum hawa yang mengalami peristiwa kehidupan hingga membuatnya stres, dan tingkat ketegangan sosial yang tinggi, berisiko terkena penyakit arteri koroner.

Sementara itu, dalam sebuah studi lain yang mengawasi kesehatan fisik dan emosional menemukan jika seseorang yang berada dalam hubungan disfungsional berisiko tinggi terkena penyakit jantung. Dampak buruk ini tidak hanya berlaku untuk hubungan pacaran, namun juga berlaku dalam hubungan anak dan orangtua.

4. Memicu kegemukan
Selain kadar kolesterol yang meningkat, stres akibat toxic relationship dapat memicu keinginan untuk mengonsumsi makanan tinggi lemak dan gula. Meskipun jadi salah satu cara untuk mengurangi stres, jika mengonsumsi makanan ini secara berlebihan dapat memicu kegemukan.

Apabila Anda saat ini sedang mengalami toxic relationship dan membutuhkan bantuan, segera hubungi lembaga atau yayasan terdekat untuk mendapatkan pertolongan.(ilj/bbs)




Keterlaluan! Pengusaha Asal Inggris Ini Ogah Kerjasama dengan Orang Gemuk

Kabar6-Apa yang dilakukan Samantha Yardley memang tidak pantas ditiru. Wanita yang juga pengusaha asal Coventry, Inggris, ini mengklaim bahwa dirinya tidak akan pernah bekerjasama dengan orang-orang gemuk.

Menurut Samantha, melansir Dailymail, kegemukan menunjukkan bahwa orang tersebut memiliki pemikiran yang bermasalah dan kurang bisa mengontrol dirinya sendiri. Ditambahkan, bentuk tubuh apa pun harus tetap dihormati, namun masyarakat tidak seharusnya membenarkan seseorang yang memiliki kelebihan berat badan dengan mengatakan ‘besar itu cantik’.

Bagaimana cara seseorang berpenampilan itu, kata Samantha, menunjukkan apa yang mereka percayai. “Buatku itu (kegemukkan) menunjukkan pemikiran yang bermasalah, kurangnya kontrol diri, dan terburuknya menunjukkan individu yang kekurangan energi dan memiliki masalah kesehatan.”

Samantha yang bekerja sebagai penulis kebugaran paruh waktu dan sub-editor majalah Muscle & Health bersikeras mengatakan bahwa kata-katanya mengenai orang gemuk tersebut bukanlah ‘fat-shaming’ melainkan motivasi untuk menginspirasi agar orang-orang bisa berubah ke arah yang lebih positif.

Diungkapkan, kita memang tidak seharusnya menilai seseorang berdasarkan penampilan fisik, tetapi menurutnya orang-orang gemuk adalah tanda bahwa mereka tidak dapat menyembunyikan kerakusannya.

“Sebagai pengusaha dan mantan majikan, apakah saya akan bekerja dengan orang yang (sangat) gemuk? Tidak, tidak akan. Kasar tapi benar (maaf),” kata Samantha.

Wanita itu juga mengakui bahwa memang benar sebagian besar dari kita pasti memiliki kecenderungan untuk mendapatkan peningkatan berat badan. Namun hal itu tidak bisa dipertahankan selama bertahun-tahun karena tidak sehat.

Jika seseorang tidak dapat menyelesaikan aktivitas hariannya seperti berjalan kaki atau menaiki tangga tanpa kehabisan napas, kata Samantha, maka orang tersebut memiliki masalah besar.

“Ya, tipe tubuh yang berbeda harus dihormati dan besar itu indah, sampai batas tertentu, tetapi jika terlalu ekstrem, kekurangan atau kelebihan berat badan, harus diperlakukan sebagai kondisi yang memerlukan bantuan, tidak dipuji atau dimaafkan,” katanya.

Menurut Samantha, saat ini masyarakat menganggap bahwa orang dengan kelebihan berat badan itu normal dan menerima orang-orang tersebut. Anggapan itulah yang coba diubah oleh Samantha.

Meskipun Samantha sebelumnya mengatakan bahwa dirinya tidak akan bekerjasama dengan orang gemuk, bukan berarti dia akan mencari orang yang memiliki tubuh six pack untuk diajak bekerja sama. Dirinya hanya akan mencari orang yang memiliki antusiasme dan energi.

“Melawan kegemukan itu tidak mudah, jika kamu termasuk dalam kategori obesitas yang tidak sehat, segera cari bantuan dari profesional medis,” jelas Samantha.

Ia juga mengatakan, obesitas saat ini telah melampaui kebiasaan merokok sebagai faktor terbesar penyebab kanker. Itulah alasan mengapa dirinya berusaha keras ingin mengajak masyarakat untuk menghentikan pola hidup tidak sehat yang membawa pada obesitas. ** Baca juga: Nyaris 85 Persen Pulau Vakkaru di Maladewa Terbentuk dari Kotoran Ikan

Bagaimana menurut Anda?(ilj/bbs)




Penelitian: Punya Adik Perempuan Tingkatkan Risiko Wanita Jadi Kegemukan

Kabar6-Berdasarkan riset terbaru di Swedia, memiliki adik perempuan ternyata bisa meningkatkan risiko kegemukan. Hal itu terjadi terutama setelah si kakak perempuan tumbuh dewasa.

Hasil penelitian tersebut cukup mengejutkan, karena jenis kelamin adik dan urutan kelahiran tampak tidak ada hubungannya dengan berat badan. Studi ini, melansir Wolipop, dilakukan kepada 13,406 pasangan kakak-adik perempuan di Swedia yang lahir pada 1991 hingga 2009. Riset tersebut pun mencatat Indeks Masa Tubuh mereka dan mendapati jika kakak lebih mudah untuk obesitas. Menurut data, kakak perempuan justru cenderung lebih ringan saat lahir tapi ketika dewasa dan memiliki anak. Indeks Masa Tubuh mereka pun lebih tinggi 2,4 persen.

Diungkap dalam data, saudara perempuan yang lahir lebih awal punya kemungkinan 29 persen lebih gemuk dari pada adik-adiknya. Sedangkan kemungkinan mereka untuk menjadi obesitas meningkat hingga 40 persen.

Apa yang menyebabkan hal ini? Riset tersebut tidak secara jelas menemukan alasan pasti mengapa kakak perempuan bisa lebih gemuk dari adik perempuannya. Namun ada beberapa teori yang bisa mendukung temuan tersebut. Profesor Wayne Cutfield dari Universitas Auckland mengungkap teori biologis.

Dikatakan Prof. Cutfield, sel darah yang menyediakan nutrisi pada janin sedikit lebih tipis pada kehamilan pertama. Karenanya, ada kemungkinan kekurangan nutrisi yang nantinya berisiko penyimpanan lebih banyak lemak dan insulin yang bekerja kurang efektif.

Teori lain diungkap Dr. Maria Peña, direktur program berat badan di New York. Disebutkan, alasan yang terkait dengan kebiasaan atau budaya. Menurutnya, ibu sering memberi makan terlalu banyak ketika si kakak perempuan masih bayi. Sedangkan si adik lebih dikurangi untuk mencegah kemungkinan kegemukan. Kebiasaan makan itu dikatakan bisa terbawa hingga dewasa.

Teori lain menyebutkan jika persaingan antar saudari wanita juga bisa jadi penyebabnya. “Mungkin anak perama berkompetisi dengan anak kedua untuk makanan dalam rumah. Mungkin uang lebih banyak dihabiskan untuk anak pertama,” kata Gary Sacks dari Deakin University Australia. ** Baca juga: Studi Sebutkan, Berkebun & Menyanyi Bantu Cegah Demensia

Bagaimana dengan Anda? (ilj/bbs)