1

Capaian Kejaksaan Bidang JAM PIDUM, Perdata dan TUN, Serta Pidana Militer Tahun 2023

Kabar6-Sepanjang 2023, Kejaksaan RI telah melaksanakan tugas dan kewenangannya sebagai salah satu Aparat Penegak Hukum dengan beragam kinerja di berbagai bidang, seperti  Bidang Tindak Pidana Umum, Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, serta Bidang Pidana Militer. Adapun capaian-capaian dari masing-masing bidang terangkum sebagai berikut:

Bidang Tindak Pidana Umum

Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Umum (JAM PIDUM) melaksanakan tugas dan wewenang Kejaksaan di bidang tindak pidana umum. Adapun lingkup bidang tindak pidana umum meliputi prapenuntutan, pemeriksaan tambahan, penuntutan, upaya hukum, pelaksanaan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, eksaminasi serta pengawasan terhadap pelaksanaan pidana bersyarat, pidana pengawasan, pengawasan terhadap pelaksanaan keputusan lepas bersyarat dan tindakan hukum lainnya.

Capaian kinerja Bidang Tindak Pidana Umum sepanjang 2023, yaitu:

Sejak diterbitkan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, jumlah perkara yang berhasil diselesaikan dengan pendekatan keadilan restoratif sebanyak 4.443 perkara dengan rincian:

  • 2020: 192 perkara disetujui dan 44 ditolak;
  • 2021: 388 perkara disetujui dan 34 ditolak;
  • 2022: 1.456 perkara disetujui dan 65 ditolak;
  • 2023: 2.407 perkara disetujui dan 38 ditolak.

Tak hanya itu, juga telah dibentuk 4.784 Rumah Restorative Justice dan 111 Balai Rehabilitasi.

Di samping itu, jumlah penanganan perkara tindak pidana umum pada jajaran Bidang Tindak Pidana Umum se-Indonesia, dengan rincian per tahapan sebagai berikut:

  • Selama Januari s/d Desember 2023, terdapat 160.553 SPDP masuk di Bidang Tindak Pidana Umum, 127.112 perkara masuk Tahap I, 119.162 berkas perkara dinyatakan lengkap, 117.880 perkara masuk Tahap II, 107.677 perkara sudah dilimpahkan kepada pengadilan dan memperoleh putusan, 99.224 perkara sudah dilakukan tahap eksekusi. Lalu, 5.408 perkara masuk banding dan 3.045 perkara mengajukan kasasi.

Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara

Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (JAM DATUN) melaksanakan tugas dan wewenang Kejaksaan dibidang perdata dan tata usaha negara. Adapun lingkup bidang perdata dan tata usaha negara meliputi penegakan hukum, bantuan hukum, pertimbangan hukum dan tindakan hukum lain kepada negara atau pemerintah, meliputi lembaga atau badan negara, lembaga atau instansi pemerintah pusat dan daerah, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah di bidang perdata dan tata usaha negara untuk menyelamatkan, memulihkan kekayaan negara, menegakkan kewibawaan pemerintah dan negara serta memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat.

Capaian kinerja Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara sepanjang 2023, yaitu:

  • Penanganan Perkara Perdata dan Tata Usaha Negara
  • Litigasi

Jumlah perkara perdata yang telah berhasil diselesaikan sebanyak 1.287 perkara atau sebesar 72,26% dari total perkara sebanyak 1.781.

  • Non-Litigasi

Jumlah perkara perdata yang telah berhasil diselesaikan dengan jalur non-litigasi sebanyak 6.883 perkara atau sebesar 40,15% dari total perkara sebanyak 17.140.

  • Tata Usaha Negara

Jumlah perkara Tata Usaha Negara yang telah berhasil diselesaikan melalui jalur litigasi sebanyak 167 perkara atau sebesar 61,62% dari total perkara sebanyak 271.

 

 

  • Penyelamatan dan Pemulihan Keuangan Negara

Jumlah Penyelamatan Keuangan Negara yang telah berhasil diselesaikan sebanyak Rp74.733.397.101.429. Sedangkan, jumlah pemulihan keuangan negara yang telah berhasil diselesaikan sebanyak Rp10.492.421.079.735,90.

  • Kegiatan Bantuan Hukum Gugatan Sederhana BPJS Ketenagakerjaan

Jumlah pelaksanaan kegiatan bantuan Hukum Gugatan Sederhana (Penerapan Sanksi Perdata Jaminan Sosial Ketenagakerjaan) periode tahun 2023 pada satuan kerja Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri sebanyak 43 gugatan, dengan nilai gugatan sebesar Rp6.080.208.939,68.

  • Produk Hukum Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara

Jumlah produk hukum bidang Perdata dan Tata Usaha Negara yang telah diterbitkan sepanjang tahun 2023 sebanyak 14 produk hukum dengan rincian sebagai berikut:

  • Surat Edaran JAM DATUN Nomor SE-001/G/Gs/03/2021 tentang Petunjuk Teknis Penyelesaian/Penghapusan Tunggakan Eksekusi Uang Pengganti Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971.
  • Pedoman JPN “Peningkatan Produk dalam Negeri dalam Pengadaan Barang/Jasa”
  • Surat Edaran JAM DATUN Nomor SE-02/G/Gs.2/04/2020 tentang Pedoman Pendampingan Keperdataan dalam Pengadaan Barang/Jasa dengan.
  • Surat Edaran JAM DATUN Nomor SE-002/G/Gs/11/2021 tentang Pedoman Teknis Audit Hukum JPN.
  • Pedoman Legal Drafting Peraturan Perundang-Undangan.
  • Pedoman Legal Drafting berdasar Putusan Pilihan Uji Materiil.
  • Surat Edaran JAM DATUN Nomor SE-03/G/Gs.2/04/2020 tentang Pedoman Pendampingan Keperdataan dalam Penyaluran Bantuan dan Pengelolaan Dana Desa.
  • Surat Edaran JAM DATUN Nomor SE-02/G/Gs/05/2023 tentang Pedoman Penanganan Menghadapi Gugatan Perbuatan Melawan Hukum dan Perlawanan Pihak Ketiga terhadap Aparat Penegak Hukum
  • Surat Edaran JAM DATUN Nomor SE-01/G/Gtn.1/05/2023 tentang Pedoman Teknis Penanganan Sengketa Tata Usaha Negara terkait Pemilu.
  • Pedoman Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara tentang Kumpulan Yurisprudensi dan Putusan Pilihan Perdata dan Tata Usaha Negara “Acara Perdata”.
  • Pedoman Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara tentang Kumpulan Yurisprudensi dan Putusan Pilihan Perdata dan Tata Usaha Negara “Tata Usaha Negara”.
  • Pedoman Pendampingan Hukum Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum.
  • Pedoman Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara tentang Kumpulan Yurisprudensi dan Putusan Pilihan Perdata dan Tata Usaha Negara “Sengketa Tanah”.
  • Pedoman Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara tentang Kumpulan Yurisprudensi dan Putusan Pilihan Perdata dan Tata Usaha Negara “Keperdataan”.

**Baca Juga: Pengemudi Mobil Toyota Camry Bergambar Caleg PPP DPRD Banten Diduga Ugal-ugalan di Jalanan

Bidang Pidana Militer

Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer (JAM PIDMIL) melaksanakan tugas dan wewenang Kejaksaan di bidang koordinasi teknis penuntutan yang dilakukan oleh oditurat dan penanganan perkara koneksitas. Adapun lingkup bidang koordinasi teknis penuntutan yang dilakukan oleh oditurat dan penanganan perkara koneksitas meliputi penyidikan perkara koneksitas, penelitian hasil penyidikan, pemeriksaan tambahan, pemberian pendapat hukum kepada perwira penyerah perkara, penyerahan perkara, penutupan perkara, penghentian penuntutan, penuntutan, perlawanan, upaya hukum, pelaksanaan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, eksaminasi, pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat, dan tindakan hukum lain di bidang koordinasi teknis penuntutan yang dilakukan oleh oditurat dan penanganan perkara koneksitas.

Capaian kinerja Bidang Pidana Militer sepanjang 2023, yaitu:

  • Jumlah perkara koneksitas yang ditangani oleh Bidang Pidana Militer, dengan rincian per tahapan sebagai berikut:
  • Penyelidikan: 3 perkara, dengan rincian 1 perkara naik ke tahap penyidikan;
  • Penyidikan: 4 perkara;
  • Pra-penuntutan: 2 perkara, dengan rincian seluruhnya telah naik ke tahap penuntutan;
  • Penuntutan: 5 perkara, dengan rincian 2 perkara dalam proses Tahap II dan Upaya Hukum Kasasi sebanyak 3 perkara.
  • Eksekusi: Nihil.

Sedangkan, penanganan perkara koneksitas pada Asisten Pidana Militer Kejaksaan Tinggi se-Indonesia dengan jumlah total sebanyak 11 perkara terdiri dari Penyelidikan, Penyidikan dan Penuntutan.

  • Kegiatan Koordinasi Teknis Penuntutan

Koordinasi Teknis Penuntutan yang dilakukan Orditurat yakni sebanyak 80 kegiatan, dengan rincian:

  • Penindakan: 44 kegiatan;
  • Penuntutan: 25 kegiatan;
  • Eksekusi: 11 kegiatan.

Sedangkan, untuk kegiatan koordinasi yang dilaksanakan oleh Asisten Pidana Militer pada Kejaksaan Tinggi se-Indonesia sebanyak 1144 kegiatan.

  • Kegiatan Non Teknis

Kegiatan Non Teknis yang dilaksanakan oleh Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer Kejaksaan Agung sebanyak 52 kegiatan, sedangkan yang dilaksanakan oleh Asisten Pidana Militer pada Kejaksaan Tinggi se-Indonesia sebanyak 260 kegiatan.

  • Kegiatan Dukungan Teknis

Kegiatan Dukungan Teknis Lainnya yang dilaksanakan pada Direktorat Eksekusi, Upaya Hukum Luar Biasa dan Eksaminasi sebanyak 22 kegiatan dan Direktorat Penindakan sebanyak 1 kegiatan.

Pimpinan Kejaksaan RI memberikan apresiasi kepada seluruh jajaran Adhyaksa dimanapun berada, dan semoga capaian kinerja ini dapat dijadikan introspeksi dan evaluasi di tahun 2023 untuk berkinerja lebih baik dan memberikan bermanfaat kepada masyarakat melalui program Kejaksaan dan penegakan hukum. (Red)




Dr. Fadil Zumhana : Rumah RJ Simbol Bagi  Para Pencari Keadilan

Kabar6-Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana meresmikan sekaligus memberikan sambutan pada acara peresmian prasasti situs budaya Toguan Nagodang di Desa Saloan Tonga-Tonga, Kabupaten Samosir. Adapun peresmian prasasti tersebut sebagai simbol semangat penegakan hukum berdasarkan keadilan restoratif.

Dalam sambutannya, JAM-Pidum mengucapkan terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya kepada seluruh pihak yang terlibat dalam acara ini. Selain itu, JAM-Pidum juga menyambut baik penyelenggaraan kegiatan ini karena merupakan sebuah manifestasi/bukti keseriusan seluruh pihak yang terlibat dalam menjalankan salah satu fokus pembangunan hukum nasional.

JAM-Pidum menyampaikan Rumah Restorative Justice (RJ) bukan sekadar sebuah bangunan, melainkan juga menjadi simbol bagi mereka yang mencari keadilan. Oleh karena itu, JAM-Pidum mengajak semua pihak bersama-sama menjaga, merawat, dan mengembangkan eksistensi Rumah RJ ini.

“Dengan demikian, kita dapat terus berkontribusi dalam memberikan manfaat yang nyata bagi Masyarakat,” ujar JAM-Pidum Dr. Fadil Zumhana di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, Kamis (24/8/ 2023).

Semangat penegakan hukum di Indonesia dengan pendekatan yang restoratif dan memulihkan terus mengalami perkembangan yang positif. Kejaksaan sebagai salah satu pilar penegakan hukum dihadapkan pada tugas berat untuk tidak hanya mematuhi aspek-aspek hukum formal, tetapi juga mempertimbangkan nilai-nilai moral dan etika dalam upaya menegakkan hukum.

Oleh karena itu, ujar JAM-Pidum mengatakan peran jaksa tidak hanya sebatas mengikuti peraturan hukum yang ada, tetapi juga harus mampu menggabungkan interpretasi hukum dengan nilai-nilai kemanusiaan, kebenaran, dan keadilan yang hidup dalam masyarakat.

“Sangat penting untuk mengambil contoh dari semangat Jaksa Agung, Bapak Prof. Dr. ST Burhanudin, yang terus mendorong penegakan hukum yang dilandasi oleh hati Nurani,” ujar JAM-Pidum.

JAM-Pidum mengatakan kegiatan seperti ini diharapkan dapat menjadi teladan dalam menghidupkan kembali peran tokoh-tokoh masyarakat, agama, dan adat untuk bekerjasama dengan penegak hukum, terutama para jaksa, dalam proses penegakan hukum yang memiliki fokus utama pada pencapaian keadilan substansial.

**Baca Juga: Kejati Benarkan Kawal Proyek Strategis Pemprov Banten

“Rumah Restorative Justice (RJ) adalah rumah kita bersama, simbol bagi para pencari keadilan, sehingga tolong jaga, rawat dan tumbuh kembangkan eksistensinya, agar Rumah RJ dapat terus berkontribusi dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.,” ujar JAM-Pidum.

JAM-Pidum berharap kegiatan ini dapat menjadi inspirasi dan memperteguh semangat dalam hal:

  1. Memperkenalkan keadilan restoratif menjadi pembaharuan dalam hukum pidana yang memanusiakan manusia.
  2. Mengasah kearifan lokal dengan menghidupkan kembali budaya ketimuran yang penuh kekeluargaan dan pemaaf.
  3. Wewujudkan kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan akan hukum itu sendiri, serta menciptakan ketertiban dan kebenaran berdasarkan hukum dengan mengindahkan norma keagamaan, kesopanan dan kesusilaan serta wajib menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum, kearifan lokal dan rasa keadilan yang hidup dan berkembang dalam kehidupan Masyarakat.
  4. Dalam menyelesaiakan perkara tindak pidana dengan mengedepankan keadilan restoratif yang menekankan kembali pemulihan pada keadaan semula dan keseimbangan perlindungan dan kepentingan korban dan pelaku tindak pidana yang tidak berorientasi pada pembalasan merupakan suatu kebutuhan hukum Masyarakat.
  5. Dalam pelaksanaan kewenangan penuntutan harus berbanding lurus dengan pembaharuan sistem peradilan pidana asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan serta dapat menetapkan dan merumuskan kebijakan penuntutan secara independen demi keadilan berdasarkan hukum dan hati nurani, menggunakan pendekatan keadilan restorative.
  6. Meningkatkan kesadaran, kepatuhan hukum dan ketertiban dalam masyarakat sekitar.

Hadir dalam kegiatan ini yaitu Ketua Komisi Kejaksaan Dr. Barita Simanjuntak, Anggota DPR RI dan Tokoh Budaya Dr. Hinca IP. Panjaitan, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara Idianto, Bupati Samosir Vandiko T. Gultom, Raja Bius Salaon beserta Para Tokoh Adat, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani, Direktur Tindak Pidana Narkotika dan Zat Adiktif Lainnya Marang, Kepala Kejaksaan Negeri Samosir Andi Adikawira Putera, Forkopimda Kabupaten Samosir, Kepala Desa Salaon Toba, Tonga-Tonga dan Dolok, serta para pejabat eselon III di Lingkungan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum.(Red)




Kajati & Kajari Harus Turun Langsung Pecahkan Masalah

Kabar6-Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana, Rabu (5/7/2023), me-launching Register dan Laporan Perkara Tindak Pidana Umum Secara Elektronik Berbasis Data CMS.

Dalam kesempatan tersebut, JAM-Pidum memberikan pengarahan secara virtual kepada seluruh jajaran di lingkungan JAM PIDUM, Kepala Kejaksaan Tinggi, Kepala Kejaksaan Negeri, dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri. JAM-Pidum menyampaikan bahwa seluruh jajaran harus memiliki penguasaan anatomi perkara dan pemahaman normatif yuridis.

“Cermati pertimbangan aspek sosial pelaku, korban dan masyarakat. Pertimbangkan dengan matang mengenai syarat subyektif dalam hal perlu atau tidaknya melakukan penahanan. Selain itu, pimpinan dan para Jaksa harus bisa menjelaskan dengan baik, santun, dan humanis terkait penanganan perkara,” ujar JAM-Pidum.

**Baca Juga: Pasutri Kena Peluru Nyasar di Cikupa, Suami Luka Bagian Dada dan Istrinya pada Lengan

Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan untuk segera lakukan klarifikasi dengan baik, santun, dan humanis jika terdapat informasi / pemberitaan yang kurang baik.

Tak hanya itu, JAM-Pidum juga memerintahkan agar Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri harus turun langsung memecahkan permasalahan, jika terjadi permasalahan yang dipersepsikan kurang baik oleh masyarakat.

Hadir dalam acara ini secara virtual yaitu Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Para Direktur pada JAM PIDUM, Kepala Pusdaskrimti, Para Kepala Kejaksaan Tinggi, Asisten Tindak Pidana Umum, Kepala Kejaksaan Negeri, Kepala Cabang Kejaksaan Negeri, dan Kepala Seksi Tindak Pidana Umum di seluruh satuan kerja di Indonesia. (Red)




JAM-Pidum Hadiri Pertemuan Sesi ke-32 CCPCJ di Austria

Kabar6-Bertempat di Vienna International Center, Austria, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana hadir mewakili Delegasi Kejaksaan RI dalam Pertemuan Sesi ke-32 Commission on Crime Prevention and Criminal Justice (CCPCJ) dengan tema “Enhancing the Functioning of the Criminal Justice System to Ensure Access to Justice and to Realize a Safe and Secure Society”.

Adapun pertemuan yang berlangsung pada Senin 22 Mei 2023 ini dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan upaya internasional dalam mencegah serta menanggulangi kejahatan nasional dan transnasional. Selain itu, pertemuan ini juga bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan keadilan sistem peradilan pidana. Dalam pertemuan ini, telah dilakukan pembahasan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan administratif, penganggaran, dan manajemen strategis UNODC.

Delegasi Kejaksaan RI Bernadeta Maria Erna Elastiyani mewakili Delegasi Republik Indonesia menyampaikan intervensi pada agenda ke-5 “thematic discussion on enhancing the functioning of the criminal justice system to ensure access to justice and to realize a safe and secure society”, dimana terdapat tiga poin penting yaitu pertama mengenai perlunya melanjutkan implementasi restorative justice dalam menghadirkan keadilan di tengah-tengah masyarakat, kedua terkait akses keadilan bagi anak dan wanita, serta ketiga tentang pembangunan sistem penegakan hukum dalam perkara terorisme.

Selanjutnya, Delegasi Kejaksaan RI dengan dukungan KBRI Wina mengadakan pameran berjudul “The Success Story of Indonesian Prosecution Office’s Restorative Justice for Community Development”. Adapun tujuan dari pameran tersebut dalam rangka mempromosikan keberhasilan Kejaksaan RI dalam penyelesaian perkara tindak pidana.

**Baca Juga: Mengulik Cerita Fantasi Buku ‘Lembah Kucing dan Permen Kebahagian’ Karya Anak Tangerang

JAM-Pidum secara resmi membuka booth pameran tersebut dan menyampaikan bahwa keadilan restoratif merupakan terobosan hukum dengan tujuan memberikan penerapan hukum yang bermanfaat dan berkeadilan, serta kesempatan terhadap pelaku kejahatan untuk memulihkan hubungan dan memperbaiki kesalahannya terhadap korban di luar pengadilan.

Sementara itu, Anna Giudice, Team Leader Access to Justice (mewakili UNODC) memberikan apresiasi terhadap program restorative justice yang diinisiasi oleh Kejaksaan RI dengan membentuk Rumah Restorative Justice di 30 provinsi Indonesia dan menilai jumlah perkara yang dihentikan melalui pendekatan keadilan restoratif cukup mengesankan.

Hadir dalam kegiatan ini yaitu Duta Besar LBBP RI untuk Republik Austria di Wina, Deputi Kerja Sama Internasional BNPT, Sekretaris Umum BNPT, Deputi Perwakilan Tetap Republik Indonesia untuk PBB di Wina, Direktur Kerja Sama Regional dan Multilateral BNPT, Direktur Oharda JAM PIDUM, Kepala Biro Hukum dan Hubungan Luar Negeri, Kepala Bagian Kerja Sama Hubungan Luar Negeri Kejaksaan RI, Kepala Bagian Sunproglapnil JAM PIDUM, serta Pejabat Eselon 3 dan Fungsional di lingkungan Kejaksaan RI yang tergabung dalam Delegasi RI. (Red)




6 Pengguna Narkotika Ini Akhirnya Direhabilitasi

Kabar6-Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 6 permohonan penyelesaian penanganan perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi. Keputusan ini sejalan dengan pendekatan keadilan restoratif.

Hal ini disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Dr Ketut Sumedana, di Jakarta dalam keterangannya, Rabu (05/04/2023).

Nama tersangka yang direhabilitasi  yaitu  Muniah dari Kejaksaan Negeri Lombok Tengah. Kemudian 5 tersangka lainnya dari Kejaksaan Negeri Surabaya, masing-masing bernama: Mariyadi Als Yadi bin Katjan, Arvie Riswandi bin Boeang Kasdiono, Budiyono Alias Otong bin Wagiran (Alm), Faisal Akbar Pratama bin Indra Basuki,  Mochamad Mochtadi Alias Cak Di bin H. Hasan Suja’i (Alm), dan Moch. Nur Fauzy bin Moch Safi’i

Alasan permohonan rehabilitasi terhadap para Tersangka yaitu:

  • Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium forensik, Tersangka positif menggunakan narkotika;
  • Berdasarkan hasil penyidikan dengan menggunakan metode know your suspect, Tersangka tidak terlibat jaringan peredaran gelap narkotika dan merupakan pengguna terakhir (end user);
  • Tersangka ditangkap atau tertangkap tanpa barang bukti narkotika atau dengan barang bukti yang tidak melebihi jumlah pemakaian 1 hari;
  • Berdasarkan hasil asesmen terpadu, Tersangka dikualifikasikan sebagai pecandu narkotika, korban penyalahgunaan narkotika, atau penyalah guna narkotika;

**Baca Juga: PDIP Tangerang ‘Tegak Lurus’ Dukung Ananta Raih Kursi DPD RI

  • Tersangka belum pernah menjalani rehabilitasi atau telah menjalani rehabilitasi tidak lebih dari dua kali, yang didukung dengan surat keterangan yang dikeluarkan oleh pejabat atau lembaga yang berwenang;
  • Ada surat jaminan Tersangka menjalani rehabilitasi melalui proses hukum dari keluarga atau walinya.

Selanjutnya, JAM-Pidum beserta Direktur Narkotika dan Zat Adiktif Lainnya Marang S.H., M.H. memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penyelesaian Perkara Berdasarkan Keadilan Restoratif berdasarkan Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif Sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa. (Red)




3 Tersangka Pengguna Narkotika Direhabilitasi

Kabar6-Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 3 dari 5 permohonan penyelesaian penanganan perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi dengan pendekatan keadilan restorative.

Hal itu disampaikan JAM-Pidum Dr. Fadil Zumhana, melalui rilis resmi Kejaksaan Agung yang diterima Kabar6, Selasa (28/02/2023).

Adapun nama ketiga tersangka, yaitu:

  1. Tersangka Dedy Muhajir, ST alias Dedy bin H. Anshar dari Kejaksaan Negeri Barru yang disangka melanggar Pasal 114 Ayat (1) Subsidair Pasal 112 Ayat (1) Subsidair Pasal 127 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
  2. Tersangka Ahmadirsad Pgl SI IR dari Kejaksaan Negeri Pasaman yang disangka melanggar Pasal 127 Ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
  3. Tersangka Alfauzan Putra Pgl Fauzan dari Kejaksaan Negeri Pasaman yang disangka melanggar Pasal 127 Ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Fadil menjelaskan alasan JAM-Pidum menyetujui 3 pengajuan restorative Justice kasus narkotika, antara lain karena tersangka tidak terlibat jaringan peredaran gelap narkotika dan merupakan pengguna terakhir (end user).

“Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium forensik, ketiga tersangka tersebut positif menggunakan narkotika. Selanjutnya, berdasarkan hasil penyidikan dengan menggunakan metode know your suspect, tersangka tidak terlibat jaringan peredaran gelap narkotika dan merupakan pengguna terakhir,” kata Fadil.

Fadil menjelaskan bahwa ketiga Tersangka ditangkap atau tertangkap tanpa barang bukti narkotika atau dengan barang bukti yang tidak melebihi jumlah pemakaian satu hari. Berdasarkan hasil asesmen terpadu, tersangka dikualifikasikan sebagai pecandu narkotika, korban penyalahgunaan narkotika, atau penyalah guna narkotika.

“Ketiga Tersangka belum pernah menjalani rehabilitasi atau telah menjalani rehabilitasi tidak lebih dari dua kali, yang didukung dengan surat keterangan yang dikeluarkan oleh pejabat atau lembaga yang berwenang.  Ada surat jaminan tersangka menjalani rehabilitasi melalui proses hukum dari keluarga atau walinya,” papar Fadil.

**Baca Juga: Dua Saksi Peredaran Narkoba Diperiksa

Sementara berkas perkara atas nama 2 orang Tersangka lainnya tidak dikabulkan permohonan penghentian penuntutan sebab tindak pidana yang telah dilakukan oleh kedua Tersangka bertentangan dengan nilai-nilai dasar sesuai Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif Sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa, yakni keduanya pernah dihukum (residivis).

Nama kedua tersangka yaitu:

  1. Tersangka Ilham Hidayat Pgl Dayat alias Koyaik dari Kejaksaan Negeri Pasaman yang disangka melanggar Pasal 127 Ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
  2. Tersangka Boyke Mahendra Pgl Boy dari Kejaksaan Negeri Pasaman yang disangka melanggar Pasal 127 Ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

“Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penyelesaian Perkara Berdasarkan Keadilan Restoratif berdasarkan Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif Sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa,” tutup Fadil. (Red)




Rehabilitasi Hanya untuk Pecandu dan Korban Narkotika !

Kabar6-Jaksa Agung St Burhanuddin menegaskan, jangan sampai pengguna narkotika berada dalam satu sel tahanan dengan pengedar, sebab pengedar perlu mendapat perhatian serius.

Atas dasar itulah, muncul gagasan yang dituangkan dalam Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif Sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa.

Usai diimplementasikannya pedoman tersebut, menunjukkan tren positif dalam penerapan restorative justice di perkara narkotika.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Kejaksaan Agung Dr. Fadil Zumhana menambahkan, hampir ratusan korban penyalahgunaan narkotika mendapatkan haknya untuk diobati secara mental dan fisik.

Namun untuk pengedar, Fadil menyampaikan bahwa tidak ada ampun dan harus ditindak tegas karena telah merusak moral bangsa.

“Kami tidak segan-segan memberikan hukuman mati bagi mereka yang mencoba menjadi pengedar narkotika di negeri ini,” tegas JAM-Pidum Kejaksaan Agung Dr. Fadil Zumhana melalui rilis tertulis, Senin (27/02/2023).

Penerapan Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 dilakukan dengan sangat ketat dengan melihat jumlah barang bukti, kualifikasi Tersangka, kualifikasi tindak pidana dan pasal yang disangkakan, unsur kesalahan (mens rea) pada diri Tersangka, serta pemeriksaan terhadap Tersangka secara seksama melalui hasil asesmen terpadu.

“Selain itu, bahkan ada kewajiban khusus oleh Penuntut Umum untuk memberikan petunjuk kepada Penyidik yakni memastikan Tersangka merupakan pengguna terakhir (end user), serta mengetahui profil Tersangka baik gaya hidup, transaksi keuangannya, hingga termasuk kolega dan lingkungannya,” kata Fadil

Mengutip pernyataan (statement) Jaksa Agung Burhanuddin di berbagai kesempatan, Jaksa Agung kembali menegaskan untuk tidak ada satupun yang bermain-main dengan program humanis yakni restorative justice sebab ini merupakan “program memanusiakan manusia”. Melihat pelaku sebagai korban penyalahgunaan narkotika yang perlu mendapat pengobatan serius dan guna mendukung implementasi dari Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021, Jaksa Agung mendorong pemerintah daerah dan penegak hukum untuk berkolaborasi dalam mendirikan rumah rehabilitasi di setiap provinsi dan kabupaten/kota. Hal ini sebagai upaya yang sangat serius bagi penegakan hukum yang humanis.

“Jika ada Jaksa yang main-main, saya tegaskan akan saya pidanakan,” tegas Jaksa Agung Burhanuddin.

**Baca Juga: Gelorakan Dapil Sulsel III, Anis Matta Minta Elite Nasional Contoh Rekonsiliasi Pasca-Pemilu di Palopo

Fadil menambahkan, naluri kemanusiaan sebagai seorang penegak hukum harus ada di setiap insan Adhyaksa, karena Jaksa merupakan bagian dari masyarakat dan harus menjadi solusi bagi masyarakat yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika.

Rehabilitasi hanya bisa dilakukan bagi mereka yang terbukti sebagai pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika. Sementara bagi mereka yang memiliki dan menguasai, juga dapat dimungkinkan menjalani rehabilitasi apabila dalam proses asesmen menunjukkan bahwa narkotika digunakan untuk dikonsumsi sendiri dengan jumlah yang sangat kecil.

Filosofi restorative justice dalam perkara narkotika tidak saja dilihat dari ultimum remedium sebagai pintu terakhir dalam proses peradilan, tetapi sebagai bentuk rehabilitasi yakni pemulihan kembali korban pelaku keadaan semula, dengan harapan korban yang telah menjalan rehabilitasi tidak hanya sembuh tetapi dapat kembali ke masyarakat, serta tak lagi menggunakan narkotika.

“Menyehatkan bangsa dari pengguna narkotika tidak hanya tugas penegak hukum, tetapi menjadi tanggung jawab negara dan kita semua,” tutup Fadil. (Red)




JAM-Pidum Kabulkan 5 Pengajuan Restorative Justice

JAM-Pidum Dr Fadil Zumhana

Kabar6-Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, kembali dilakukan Jaksa Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr Fadil Zumhana. Penghentian penuntutan yang telah disetujui sebanyak 5 dari 6 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, Kamis (12/01/2023).

Adapun 5 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif yaitu:

  1. Tersangka Moh Hermawan bin Ahmad Riyadi dari Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Tengah yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
  2. Tersangka Alexander Mabel dari Kejaksaan Negeri Badung yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
  3. Tersangka Denar bin Deni (Alm) dari Kejaksaan Negeri Batam yang disangka melanggar Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan dalam Jabatan atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
  4. Tersangka Haris Fadillah alias Aris bin Irwan Agus Wardi dari Kejaksaan Negeri Batam yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
  5. Tersangka Aldo Pratama alias Aldo dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.

**Baca Juga: Musashi, DPO Kasus Korupsi Pengaspalan Jalan Rp1,5 Milyar Ditangkap Tim Tabur Kejagung

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain: Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf; Tersangka belum pernah dihukum; Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana; Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun; Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya; Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi; Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar; Pertimbangan sosiologis; Masyarakat merespon positif.

JAM-Pidum juga mengatakan terkait 1 penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif yaitu berkas perkara atas nama Tersangka I Rahmad Santoso alias Santoso bin Ngademin dan tersangka II Eko Setiawan alias Eko bin Sudarmin dari Kejaksaan Negeri Banjarbaru yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-4 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan, tidak dikabulkan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dikarenakan perbuatan atau tindak pidana yang telah dilakukan oleh Tersangka bertentangan dengan nilai-nilai dasar sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. (Red)




Hari Ini 8 Berkas Pengajuan Restorative Justice Disetujui JAM-Pidum

JAM-Pidum Dr. Fadil Zumhana

Kabar6-Jaksa Agung melakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (restorative justice) melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana, Rabu (11/01/2023).

Adapun penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (restorative justice) yang telah dikabulkan atau disetujui sebanyak 8 permohonan, yaitu:

  1. Tersangka AJUAN UMA SUGI, S.Pdi dari Kejaksaan Negeri Kepulauan Sula yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (3) dan (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan/atau Pasal 359 KUHP dan/atau Pasal 360 Ayat (1) KUHP tentang Kelalaian
  2. Tersangka UJANG WAHIDIN alias UJANG bin DARTUM (alm) dari Kejaksaan Negeri Majalengka yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-3, ke-4, dan ke-5 KUHP jo. Pasal 53 Ayat (1) KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
  3. Tersangka FAJAR HIDAYAT alias AJAY bin KOKO PARKO dari Kejaksaan Negeri Majalengka yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-3, ke-4, dan ke-5 KUHP jo. Pasal 53 Ayat (1) KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
  4. Tersangka DIAN KARDIANSYAH bin DODO dari Kejaksaan Negeri Sumedang yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-3, ke-4, dan ke-5 KUHP jo. Pasal 53 Ayat (1) KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
  5. Tersangka ANTON SUARGI als ANTON bin WAWAN GUNAWAN dari Kejaksaan Negeri Cimahi yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  6. Tersangka GREGORIUS TAIMENAS alias GORIS alias BARON dari Kejaksaan Negeri Timur Tengah Utara yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP tentang Pencurian.
  7. Tersangka MUSTAKIM dari Kejaksaan Negeri Jakarta Timur yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
  8. Tersangka RUDY ARYANTO dari Kejaksaan Negeri Sidoarjo yang disangka melanggar Primair Pasal 363 Ayat (1) ke-3 jo. Pasal 53 Ayat (1) KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan, Subsidair Pasal 362 jo. Pasal 53 Ayat (1) KUHP tentang Pencurian.

**Baca Juga: Jaksa Agung Resmi Keluarkan Instruksi Jaksa Agung RI No 2 Tahun 2023

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf; Tersangka belum pernah dihukum; Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana; Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun; Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya; Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi; Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar; Pertimbangan sosiologis; Masyarakat merespon positif.

Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (Red)




Belasan Permohonan Penghentian Penuntutan Disetuju Jaksa Agung Hari Ini

Belasan Permohonan Penghentian Penuntutan Disetuju Jaksa Agung Hari Ini

Kabar6-Sebanyak 12 berkas permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (restorative justice) kembali disetujui Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana.

Data itu ia sampaikan Kapuspenkum Kejaksaan Agung Dr Ketut Sumedana, melalui siaran pers resmi Kejagung RI, yang diterima Kabar6, (Senin 10/01/2023).

Restorative justice merupakan alternatif penyelesaian perkara tindak pidana melalui proses dialog dan mediasi. Restorative Justice diatur dalam Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Dua belas berkas permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif yang disetujui Jaksa Agung yaitu:

  •  Tersangka Surya Paul Bawole dari Kejaksaan Negeri Minahasa Utara yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
  •  Tersangka I Efander Takaliwungan alias Yanto, Tersangka II Geriver Pokuliwutang alias Geri dari Kejaksaan Negeri Kepulauan Sangihe yang disangka melanggar Pasal 170 Ayat (1) KUHP atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  •  Tersangka Rizki Pobela dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
  • Tersangka Surya Paul Bawole dari Kejaksaan Negeri Minahasa Utara yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
  • Tersangka I Efander Takaliwungan alias Yanto, Tersangka II Geriver Pokuliwutang alias Geri dari Kejaksaan Negeri Kepulauan Sangihe yang disangka melanggar Pasal 170 Ayat (1) KUHP atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  • Tersangka Rizki Pobela dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
  • Tersangka Vincentius Ola alias Cen dari Kejaksaan Negeri Halmahera Utara yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  • Tersangka Hendri Sihotang bin Asber dari Kejaksaan Negeri Simeulue yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
  • Tersangka Rasidah binti Alm. Saman dari Cabang Kejaksaan Negeri Aceh Selatan di Bakongan yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  • Tersangka Fahmi bin Idris dari Kejaksaan Negeri Bireuen yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  • Tersangka Ramadansyah Putra alias Ada bin Abu Rahmad dari Kejaksaan Negeri Gayo Lues yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  • Tersangka Helda Purnama Ria binti Hermain (Alm) dari Kejaksaan Negeri Lampung Selatan yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  • Tersangka Suhartono bin Poniran dari Kejaksaan Negeri Mesuji yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
  • Tersangka Ilham Ramadhan Putra bin Abd Hakim dari Kejaksaan Negeri Bantaeng yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  • Tersangka Muhtar dari Kejaksaan Negeri Dompu yang disangka melanggar Kesatu Pasal 310 Ayat (1) atau Kedua Pasal 310 Ayat (2) atau Ketiga Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

**Baca Juga: Dr. Fadil Zumhana: Jaksa Diharapkan Paham Pengembangan Kasus Tindak Pidana Kesehatan

Selanjutnya Sumendana mengatakan, alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain karena telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf; Tersangka belum pernah dihukum; Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana; Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun; Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya; Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi; Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar; Pertimbangan sosiologis; dan Masyarakat merespon positif.

JAM-Pidum telah memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (Red)